Home Blog Page 13

AS dan Arab Saudi Menuju Kesepakatan Nuklir Sipil

“Untuk kemitraan dan keterlibatan AS dalam sektor nuklir di sini, pasti akan ada perjanjian 123,” kata Menteri Energi AS. 

EtIndonesia. Amerika Serikat dan Arab Saudi akan menandatangani perjanjian kerja sama awal karena kerajaan tersebut berniat membangun industri nuklir sipil, kata Menteri Energi Amerika Serikat Chris Wright kepada wartawan pada 13 April di ibu kota Arab Saudi, Riyadh.

Setelah bertemu dengan Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman pada hari yang sama, Wright mengatakan bahwa kedua negara berada di “jalur” menuju kesepakatan untuk bekerja sama dalam mengembangkan program nuklir sipil di Saudi.

Ini adalah kunjungan pertama Wright ke kerajaan tersebut sebagai Menteri Energi, sebagai bagian dari tur ke negara-negara pengekspor energi di kawasan Teluk Timur Tengah. Ia mengatakan informasi lebih lanjut mengenai nota kesepahaman yang merinci kolaborasi energi antara Arab Saudi dan Amerika Serikat akan dirilis akhir tahun ini.

“Untuk kemitraan dan keterlibatan AS dalam nuklir di sini, pasti akan ada perjanjian 123. … Ada banyak cara untuk menyusun kesepakatan yang akan memenuhi tujuan Saudi maupun tujuan Amerika,” katanya.

Perjanjian 123 merujuk pada Bagian 123 dari U.S. Atomic Energy Act tahun 1954, dan merupakan syarat penting agar pemerintah federal AS dan perusahaan-perusahaan AS dapat bekerja sama dengan entitas di Arab Saudi untuk membangun industri nuklir sipil.

Wright mengatakan bahwa otoritas Saudi belum menyetujui persyaratan dalam undang-undang tersebut, yang mencakup sembilan standar non-proliferasi yang harus dipatuhi oleh suatu negara agar teknologi nuklir tidak digunakan untuk membuat senjata nuklir atau mentransfer material sensitif ke negara atau entitas lain.

Negosiasi kesepakatan dengan Arab Saudi sejauh ini sulit, karena kerajaan tersebut menolak menandatangani perjanjian yang akan mencegah kemungkinan pengayaan uranium atau penggunaan kembali bahan bakar nuklir bekas — dua jalur potensial untuk membuat bom nuklir.

Putra Mahkota Saudi, Mohammed bin Salman, telah lama memperingatkan bahwa Saudi akan mengikuti langkah Iran jika negara tersebut mengembangkan senjata nuklir. Sikap ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan para pendukung kontrol senjata dan beberapa anggota parlemen terkait kemungkinan kerja sama nuklir sipil antara AS dan Arab Saudi.

Wright tidak memberikan rincian tentang kesepakatan yang lebih luas dengan Arab Saudi, yang sebelumnya diupayakan oleh pemerintahan Biden, mencakup kerja sama nuklir sipil dan jaminan keamanan, dengan harapan bisa mempererat hubungan antara kerajaan dan Israel.

Sebagai pengekspor minyak terbesar di dunia, Arab Saudi berambisi menghasilkan energi terbarukan dalam jumlah besar sambil mengurangi emisi, sebagai bagian dari rencana reformasi Vision 2030 yang diprakarsai oleh putra mahkota. Sebagian dari energi tersebut diperkirakan akan berasal dari nuklir.

Reuters turut berkontribusi dalam laporan ini.

Utusan AS Temui Putin, Ukraina : Ratusan Warga Tiongkok Terlibat Perang

Etindonesia. Pada hari Jumat (11/4), Utusan Khusus AS Steve Witkoff tiba di Rusia dan melakukan pertemuan dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin di Kota St. Petersburg. Pertemuan tersebut juga membahas kemungkinan waktu pertemuan antara Putin dan Presiden Donald Trump di masa mendatang. Namun, pihak Rusia menegaskan bahwa perundingan ini tidak diharapkan menghasilkan terobosan besar.

Juru Bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menyatakan: “Secara umum, diskusi dengan Witkoff menyoroti isu Ukraina.”

Zelenskyy Desak Tekanan Lebih Kuat terhadap Rusia dan Minta Tambahan Sistem Pertahanan

Pada hari yang sama, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menyampaikan pidato melalui video, menyerukan negara-negara sekutu untuk menyediakan tambahan 10 unit sistem pertahanan udara Patriot guna menjaga keamanan Ukraina. Dia juga berharap Amerika Serikat dapat memberikan tekanan lebih kuat kepada Rusia agar tercapai kesepakatan damai.

Zelenskyy menyatakan: “Perang ini harus diselesaikan di meja perundingan. Hanya ketika Rusia menghadapi tekanan maksimal—baik di medan tempur maupun secara diplomatik—barulah mereka akan terdorong untuk mengambil langkah nyata menuju perdamaian.”

Zelenskyy Tegaskan: Ratusan Warga Tiongkok Ikut Berperang di Pihak Rusia

Lebih lanjut, Zelenskyy juga membuat pengakuan mengejutkan bahwa selain tentara Korea Utara, Rusia kini menggunakan warga negara Tiongkok dalam invasi militernya ke Ukraina.

Zelenskyy menegaskan: “Berdasarkan informasi yang kami miliki, setidaknya ada ratusan warga Tiongkok yang menjadi bagian dari pasukan pendudukan Rusia dan ikut serta dalam pertempuran.”

Bantuan Militer Terbesar dari Eropa, Ukraina Dapat Suntikan Dana 240 Miliar Dolar AS

Pada hari yang sama, negara-negara Eropa berkumpul dalam pertemuan Kelompok Kontak Pertahanan Ukraina di Brussels, dan mengumumkan tambahan bantuan militer senilai lebih dari 24 miliar dolar AS untuk Ukraina—jumlah yang disebut sebagai salah satu paket bantuan terbesar dalam sejarah konflik ini.

Menteri Pertahanan Inggris, John Healey, menjelaskan: “Bantuan ini mencakup sistem radar, ranjau antitank, serta ribuan drone model terbaru.”

Menteri Pertahanan Jerman, Boris Pistorius, menambahkan: “Kami akan mengirimkan tambahan empat unit sistem pertahanan udara IRIS-T lengkap dengan rudal-rudalnya.”

Ukraina Dukung Inisiatif Perdamaian Trump, AS Alihkan Fokus ke Indo-Pasifik

Menteri Pertahanan Ukraina, Rustem Umerov, menyatakan bahwa pihaknya mendukung penuh inisiatif perdamaian yang diusulkan oleh Presiden Trump, dan telah beberapa kali terlibat aktif dalam upaya diplomatik tersebut.

“Tim Ukraina mendukung penuh inisiatif dan tim Amerika Serikat dalam proses perdamaian ini,” ujar Umerov.

Sementara itu, Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth, tidak hadir secara langsung dalam pertemuan di Brussels, namun menyampaikan pesan lewat video. Dia menegaskan bahwa fokus strategis Amerika kini mulai bergeser ke kawasan Indo-Pasifik dan keamanan perbatasan, serta mendorong negara-negara Eropa untuk lebih bertanggung jawab terhadap keamanan regional, termasuk Ukraina. (jhn/yn)

Armenia Semakin Dekat ke Eropa di Tengah Ketegangan yang Berlangsung Dengan Azerbaijan

Musuh regional menyatakan mereka hampir menandatangani kesepakatan damai meskipun masih terjadi bentrokan di sepanjang perbatasan bersama mereka.

EtIndonesia. Pekan lalu, Presiden Armenia Vahagn Khachaturyan menandatangani sebuah undang-undang yang meletakkan dasar hukum bagi kemungkinan pengajuan keanggotaan Uni Eropa oleh negara Kaukasus Selatan tersebut.

Langkah tersebut, yang tidak banyak mendapat liputan media, terjadi di tengah ketegangan yang terus berlanjut dengan negara tetangga Azerbaijan, musuh lama Armenia di kawasan tersebut.

Sejak runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, kedua negara — yang sama-sama merupakan bekas republik Soviet — telah berperang dua kali secara besar-besaran memperebutkan wilayah Nagorno-Karabakh, yang secara internasional diakui sebagai bagian dari Azerbaijan.

Pada tahun 2023, Azerbaijan melancarkan serangan militer selama 24 jam ke Nagorno-Karabakh yang berhasil membawa wilayah pegunungan itu sepenuhnya di bawah kendalinya.

Sejak saat itu, kedua negara berupaya mencapai kesepakatan — dengan mediasi Rusia — yang bertujuan mengakhiri permusuhan dan menetapkan batas perbatasan bersama mereka.

Bulan lalu, pejabat Armenia dan Azerbaijan sama-sama mengumumkan bahwa mereka telah menyepakati teks dari kemungkinan kesepakatan damai.

“Perjanjian damai siap untuk ditandatangani,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Armenia yang dirilis pada 13 Maret.

Pada hari yang sama, Kementerian Luar Negeri Azerbaijan juga mengonfirmasi bahwa “negosiasi mengenai teks rancangan perjanjian … telah diselesaikan.”

Namun demikian, bentrokan antara kedua musuh regional tersebut masih terus terjadi di sepanjang perbatasan bersama mereka yang membentang sekitar 1.000 kilometer.

Pada 16 Maret, tiga hari setelah pengumuman bersama itu, Baku menuduh pasukan Armenia menembaki posisi Azerbaijan — sebuah klaim yang dibantah oleh Yerevan.

Di tengah ketegangan perbatasan yang terus berlanjut pekan ini, Moskow — yang secara historis memandang kawasan tersebut sebagai “halaman belakang” miliknya — mendesak kedua negara untuk menahan diri.

“Kami menegaskan kembali seruan kami kepada Baku dan Yerevan (ibu kota Azerbaijan dan Armenia) untuk menunjukkan sikap menahan diri, mengambil langkah-langkah untuk meredakan ketegangan, dan menghindari tindakan yang dapat memperburuk situasi,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia pada 9 April.

“Kami siap membantu mitra kami untuk mengatasi perbedaan yang masih menghambat penandatanganan perjanjian damai,” tambahnya.

Berbicara kepada The Epoch Times, Stanislav Aleksandrovich Pritchin, seorang analis politik Rusia, mengatakan bahwa Armenia dan Azerbaijan sudah menyepakati “sebagian besar elemen” dari rancangan perjanjian damai tersebut.

Menurut Pritchin, kendala utama adalah tuntutan Baku agar Armenia mencabut pasal dalam Konstitusinya yang menegaskan klaim terhadap Nagorno-Karabakh.

“Bagi Armenia, ini bukan perkara mudah untuk menggelar referendum perubahan konstitusi,” ujarnya.

“Ada juga sejumlah perbedaan lain yang masih tersisa [antara Baku dan Yerevan] yang kemungkinan akan menghambat normalisasi hubungan dalam jangka pendek,” tambah Pritchin, yang memimpin divisi Asia Tengah di Institut Ekonomi Dunia dan Hubungan Internasional Moskow.

Halil Akinci, seorang analis politik dan mantan duta besar Turki untuk Rusia, mengatakan bahwa kesepakatan antara kedua negara telah dicapai namun “belum diformalisasi.”

“Armenia siap menetapkan batas perbatasan dan mengakui bahwa Karabakh milik Azerbaijan,” katanya kepada The Epoch Times.

“Kedua pihak telah menyelesaikan hampir semua persoalan yang tertunda, tetapi perjanjian itu masih belum ditandatangani,” tambahnya. “Entah kenapa, ini tertunda.”

Akinci kemudian menyarankan bahwa bentrokan perbatasan baru-baru ini dimunculkan — atau dilebih-lebihkan — oleh elemen garis keras dari kedua belah pihak yang ingin menggagalkan proses perdamaian.

“Ketegangan ini diciptakan,” ujarnya. “Ini buatan.”

“Mungkin memang ada beberapa bentrokan kecil,” tambahnya. “Tapi itu sudah biasa terjadi di sepanjang perbatasan internasional.”

Kaki di Dua Kubangan

Sejak serangan Azerbaijan pada 2023, Yerevan semakin mendekat ke Brussel dan Washington, meskipun memiliki aliansi lama dengan Rusia.

Pada awal 2024, Armenia menangguhkan partisipasinya dalam Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO), sebuah blok keamanan beranggotakan enam negara yang dipimpin oleh Moskow.

Yerevan menyebut keputusan itu diambil karena CSTO dianggap gagal membantu Armenia selama serangan militer Azerbaijan — klaim yang ditolak oleh Moskow.

Selain mengambil langkah awal menuju Uni Eropa, Armenia juga semakin dekat dengan Amerika Serikat, yang menandatangani kesepakatan kemitraan strategis pada bulan Januari.

Menurut Departemen Luar Negeri AS, kesepakatan itu merupakan “tonggak sejarah” dalam hubungan AS–Armenia yang akan mendorong kerja sama yang lebih erat di bidang ekonomi, keamanan, dan pertahanan.

Setelah perjanjian itu ditandatangani pada 14 Januari, Menteri Luar Negeri Armenia Ararat Mirzoyan mengatakan bahwa peningkatan hubungan AS–Armenia menjadi “esensial untuk menavigasi lanskap geopolitik yang kompleks.”

Beberapa hari sebelumnya, parlemen Armenia telah meratifikasi undang-undang yang membuka jalan bagi aksesi ke Uni Eropa, yang ditandatangani oleh presiden negara itu pekan lalu.

Nikol Pashinyan, Perdana Menteri Armenia, telah berulang kali menegaskan bahwa setiap pengajuan keanggotaan UE di masa depan harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan lewat referendum rakyat.

Pashinyan, yang menjadi kekuatan pendorong utama arah kebijakan pro-Barat Yerevan, juga memperingatkan agar tidak berharap terlalu banyak pada proses aksesi UE yang cepat.

Pritchin meremehkan peluang Armenia untuk berhasil bergabung dengan UE — bahkan dalam jangka panjang — dengan alasan faktor “politik dan geografis.”

Terletak di kawasan Kaukasus Selatan, Armenia berada jauh di luar batas geografis Eropa. Armenia juga tidak berbatasan langsung dengan negara anggota UE mana pun.

Meskipun begitu, Brussel telah menyatakan dukungannya terhadap kemungkinan pengajuan keanggotaan oleh Armenia ke dalam blok beranggotakan 27 negara tersebut.

Dalam sebuah resolusi yang diadopsi tahun lalu, Parlemen Eropa menyatakan bahwa pengajuan Armenia untuk status kandidat UE akan “membuka jalan bagi fase transformatif dalam hubungan UE–Armenia.”

Pilihan Yerevan

Namun Moskow telah berulang kali memperingatkan bahwa keanggotaan UE akan “tidak kompatibel” dengan keterlibatan Armenia saat ini dalam Uni Ekonomi Eurasia (EAEU) yang dipimpin oleh Rusia.

Pada Januari, Wakil Perdana Menteri Rusia Alexey Overchuk mengatakan bahwa pengajuan keanggotaan UE oleh Armenia akan memaksa Yerevan untuk “memilih” antara dua blok ekonomi tersebut.

Awal bulan ini, Rodion Miroshnik, seorang pejabat senior Kementerian Luar Negeri Rusia, menolak kemungkinan Armenia untuk menjadi anggota UE, EAEU, dan CSTO secara bersamaan.

“Rusia secara konsisten menekankan bahwa kami tidak berniat mencampuri urusan dalam negeri negara-negara lain, termasuk Armenia,” katanya dalam pernyataan yang dikutip kantor berita TASS pada 2 April.

“Namun, tampaknya partisipasi dalam CSTO dan EAEU tidak dapat berjalan bersamaan dengan keanggotaan UE,” tambahnya.

Secara resmi diluncurkan pada tahun 2015, EAEU terdiri dari Rusia, Armenia, Belarus, Kazakhstan, dan Kyrgyzstan.

“Bagi Rusia, Armenia harus keluar dari EAEU jika ingin bergabung dengan UE,” kata Pritchin.

“Ini akan menjadi pilihan yang sulit karena Armenia mendapat manfaat dari keanggotaannya di EAEU,” tambahnya. “Ekonominya akan menghadapi bencana jika keluar dari blok tersebut.”

Selama kunjungan Pashinyan ke Moskow pada Oktober lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin menyebutkan bahwa nilai total perdagangan bilateral mencapai lebih dari $8 miliar pada paruh pertama tahun 2024.

Sebagai tanda lebih lanjut dari dinamika kompleks di kawasan itu, Armenia pekan ini menggelar latihan militer bersama Iran di sepanjang perbatasan sepanjang 42 kilometer yang mereka miliki.

“Tujuan dari latihan ini adalah untuk memperkuat keamanan perbatasan berdasarkan kepentingan bersama,” kata seorang pejabat militer Iran seperti dikutip media pemerintah.

Menurut Pritchin, kecenderungan Armenia yang semakin condong ke Barat tampaknya bertentangan dengan kerja sama militer dengan Iran, yang dipandang Amerika Serikat sebagai musuh utama kawasan.

“Kebanyakan pengamat melihat kontradiksi antara keinginan Armenia untuk bergabung dengan UE — dan mencari hubungan keamanan yang lebih erat dengan AS — sembari juga memperkuat hubungan strategis dengan Iran,” katanya.

“Namun demikian, beberapa bulan terakhir ini terlihat adanya pendalaman hubungan antara Armenia dan Iran, termasuk kunjungan timbal balik dari beberapa pejabat tingkat tinggi,” tambahnya.

Reuters berkontribusi dalam laporan ini.

Terungkap: Operasi Mata-mata dengan Seks Sebagai Senjata – “Proyek Pasukan Wanita Merah” Milik Rezim Tiongkok

EtIndonesia. Skandal seks dan korupsi di kalangan pejabat Tiongkok bukan lagi rahasia. Kini, perhatian publik kembali tertuju pada operasi spionase luar negeri yang menggunakan taktik seks sebagai alat utama infiltrasi. Salah satu program rahasia yang kini mulai terbongkar adalah apa yang disebut sebagai “Rencana Pasukan Wanita Merah” atau Red Female Army Project.

Peringatan dari AS: Hubungan Romantis dengan Warga Tiongkok Dilarang

Sejak awal April, menyusul pengumuman Presiden Donald Trump tentang pemberlakuan tarif global, ketegangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok terus meningkat. Di tengah perang dagang ini, AS meningkatkan kewaspadaan terhadap infiltrasi Tiongkok melalui hubungan seksual atau romantis.

Menurut laporan Associated Press, Pemerintah AS telah melarang seluruh personel pemerintah AS di Tiongkok—termasuk keluarga dan kontraktornya—untuk menjalin hubungan asmara dengan warga negara Tiongkok. Larangan ini merupakan yang paling ketat sejak era Perang Dingin.

Tahun lalu, AS juga memberlakukan aturan yang melarang staf Kedutaan Besar dan lima Konsulat AS di Tiongkok untuk terlibat dalam hubungan romantis atau seksual dengan staf keamanan atau logistik lokal.

Pengamat: AS Kini Anggap Tiongkok Ancaman Setara Era Uni Soviet

Dalam artikel yang diterbitkan di Taiwan pada 12 April, pengamat independen Du Zheng menyebut bahwa tindakan Amerika ini menandai dimulainya babak baru “Perang Dingin”. AS memperlakukan Beijing sebagai ancaman besar dan mencegah upaya spionase melalui “honeypot” atau jebakan seksual yang digunakan untuk mencuri rahasia negara.

Du menekankan bahwa penggunaan seks dalam operasi intelijen oleh rezim Tiongkok bukan tindakan acak, tetapi program yang terorganisir dan terencana. Agen wanita yang ditugaskan untuk misi ini bahkan dipuja sebagai “pahlawan nasional” oleh Partai Komunis Tiongkok (PKT).

Proyek dari “Pasukan Wanita Merah”: Dilatih Sejak 1980-an

Seorang mantan pejabat kota yang sudah pensiun mengungkapkan bahwa sejak era reformasi dan keterbukaan tahun 1980-an, PKT telah meluncurkan sebuah program rahasia bernama “Rencana Pasukan Wanita Merah”, yaitu pelatihan agen wanita untuk dikirim ke luar negeri sebagai mata-mata dengan misi seks.

Menurut sumber, Kementerian Keamanan Negara (MSS) memulai rekrutmen ini lewat universitas, terutama dari kampus berbahasa asing di Beijing. Mereka yang direkrut harus memiliki “latar belakang politik bersih”, sering kali adalah anak pejabat tinggi.

“Latihan awal mungkin hanya sehari, tetapi komitmen kepada dinas intelijen berlangsung seumur hidup,” menurut sumber.

Program serupa juga dijalankan oleh departemen militer, Kementerian Luar Negeri, serta United Front Work Department—semuanya menggunakan metode rekrutmen tersembunyi, dan lebih fokus pada pemanfaatan agen wanita.

20 Tahun Terakhir: Dari Agen Rahasia Menjadi ‘Senjata’ Korporat

Dalam dua dekade terakhir, menurut artikel tersebut, program ini makin kotor dan kompleks. Banyak dari agen “Pasukan Wanita Merah” berasal dari kalangan korporat besar yang digunakan untuk menjerat pejabat demi keuntungan bisnis.

Salah satu contoh: seorang direktur kantor dari perusahaan besar di Tiongkok daratan mengungkap bahwa seluruh divisi humas perusahaannya terdiri dari perempuan dan mereka sering diberi “tugas khusus” yang mencakup mengatur pejabat untuk ‘ditangani’ demi kepentingan bisnis.

Jebakan Seksual sebagai Alat Infiltrasi Global

PKT juga menggunakan strategi ini untuk menyusup ke negara-negara lain, mulai dari politisi tingkat tinggi hingga staf magang. Strategi jangka pendek berupa hubungan seksual singkat, sedangkan strategi jangka panjang melibatkan pernikahan resmi dengan target.

Beberapa kasus mencuat:

  • 2010: Agen Tiongkok Fang Fang (Christine Fang) membangun hubungan dengan beberapa politisi Partai Demokrat AS, termasuk Eric Swalwell. Kasus ini bocor ke publik dan Fang buru-buru kembali ke Tiongkok.
  • 2011: Surat elektronik mesra antara anggota parlemen Kanada Bob Dechert dan jurnalis Xinhua, Shi Rong, bocor. Setelah itu, Shi dipulangkan ke Tiongkok.
  • 2017: Weekly Taishu dari Jepang mengungkap bahwa sekitar 5.000 agen Tiongkok aktif di Jepang, dan 800 tentara Jepang menikahi wanita asing—70% di antaranya adalah warga Tiongkok.
  • 2011: Aktris Tiongkok Shao Xiaoshan mengaku pernah dijadikan agen oleh militer Tiongkok dan diperintahkan menjalin hubungan dengan anak-anak diplomat asing.

Peran Taishang (Pebisnis Taiwan di Tiongkok) dalam Jebakan Politik

Li Mengju, seorang pengusaha Taiwan yang sempat ditahan di Tiongkok, mengatakan pada November 2023 bahwa banyak politisi Taiwan telah dijebak melalui wanita Tiongkok yang diduga agen intelijen, dan prosesnya sering difasilitasi oleh pebisnis Taiwan.

“Politisi harus waspada. Sekali terjebak, karier politik bisa hancur,” katanya.

Penutup: Seruan Menolak Rezim

Penulis artikel, Du Zheng, mengakhiri tulisannya dengan seruan tegas: “Warga Tiongkok di luar negeri harus menyadari sifat jahat rezim yang bersandar pada ajaran Marxis-Leninis ini. Hanya dengan menolaknya sepenuh hati dan ikut serta dalam arus besar global untuk ‘menumbangkan Komunis Tiongkok’, barulah kita bisa mengembalikan kehormatan sejati sebagai anak bangsa Tionghoa.” (jhn/yn)

Shen Yun Menggetarkan Hati Penonton Toronto: “Sang Pencipta Membawa Harapan dan Penebusan”

EtIndonesia. Pada tanggal 6 April 2025, pertunjukan Shen Yun New Era Arts Troupe yang digelar di kota terbesar Kanada, Toronto, telah sukses diselenggarakan dan meninggalkan kesan mendalam. Para penonton dari kalangan arus utama merasa tersentuh oleh kedalaman dan keindahan peradaban Tiongkok kuno yang dihadirkan di atas panggung. Lebih dari sekadar hiburan, pertunjukan ini juga membawa pesan harapan dan penebusan yang kuat.

 Berikut adalah kesaksian dari tiga penonton yang hadir.

Dave Berney – Chief Financial Officer (CFO)

Pada tanggal 6 April 2025, Dave Berney menyaksikan pertunjukan Shen Yun di Toronto. (Sumber: NTD Television)

“Pemahaman saya tentang budaya Tiongkok kuno meningkat secara signifikan. Pertunjukan ini menyatukan tarian, musik, kostum, warna, serta legenda rakyat dan sejarah—semuanya sangat memikat. Cerita-ceritanya begitu kaya dan menggugah hati, menghubungkan manusia dengan yang ilahi—itu sungguh luar biasa. Bagian akhir pertunjukan sangat mencolok, karena mengaitkan kehidupan modern dengan spiritualitas, dan berusaha menemukan keseimbangan di antara keduanya.”

Greg English – Musisi

Greg English juga hadir di pertunjukan Shen Yun pada 6 April 2025 di Toronto. (Sumber: NTD Television)

“Musik live-nya terasa segar dan dinamis. Perpaduan harmonis antara instrumen Timur dan Barat menciptakan sebuah bentuk musik baru yang menyatu. Musik adalah salah satu hal paling ajaib di dunia—ia bisa menyatukan manusia. Meskipun para penonton berasal dari latar belakang bahasa yang berbeda, musik tetap dapat berbicara kepada semua orang.”

Rosemarie Lichti – Mantan Misionaris di Tiongkok

“Pertunjukan ini sangat memukau dan menyentuh hati. Para penarinya anggun dan memesona, kostumnya indah, dan setiap cerita yang disampaikan begitu menginspirasi, membawa harapan, serta menyentuh sisi terdalam jiwa manusia.”

Rosemarie Lichti, yang pernah bertugas sebagai misionaris di Tiongkok selama tiga tahun, mengaku sangat tersentuh ketika melihat adegan Sang Pencipta turun ke dunia, membawa pesan kebaikan, iman, dan penebusan.

Lichti mengatakan :“Sang Pencipta datang untuk menyelamatkan umat manusia. Manusia bisa menjauh dari kejahatan dan bergerak menuju kebaikan, mendekat kepada Tuhan, dan hidup mereka akan berubah. Negara pun akan berubah. Kebebasan harus diraih kembali dari tangan mereka yang ingin memerintah dengan tirani dan kejahatan. Kejahatan tidak akan pernah mampu menghapus kebaikan dari hati manusia. Kebaikan tidak akan pernah padam—sebaliknya, dia akan menyala semakin terang dan kuat seperti nyala api. Di masa-masa sulit seperti sekarang ini, justru semakin banyak kebaikan yang muncul ke permukaan, bahkan banyak yang rela menyerahkan hidupnya demi iman yang mereka anut.”

Pada malam yang sama, Lichti juga mengatakan bahwa pertunjukan Shen Yun membangkitkan harapan akan kebangkitan budaya pra-komunisme di Tiongkok.

“Tiongkok memiliki budaya yang sangat tua dan kaya, termasuk tradisi religius yang kuno. Melihat semua itu kembali bangkit sungguh sangat menggugah. Tradisi-tradisi ini sedang disebarluaskan ke seluruh dunia, memperkenalkan wajah asli Tiongkok kepada dunia—sebelum semua itu dihancurkan oleh ideologi modern,”ujara Lichti.

Sebagai penutup, Lichti menyampaikan rasa terima kasihnya yang mendalam kepada direktur artistik Shen Yun dan berharap agar lebih banyak orang dapat merasakan sendiri cahaya harapan yang ditawarkan pertunjukan ini.

“Saya mencintai setiap menit dari pertunjukan Shen Yun. Terima kasih dari hati saya yang terdalam. Mungkin tidak semua orang menyadari keajaiban di balik pertunjukan ini, tapi harapan itu benar-benar sedang bangkit,” katanya. (jhn/yn)

Taiwan Ajak Wisatawan Indonesia Nikmati Gaya Hidup Sehat dan Ramah Lingkungan – Promosi Pariwisata Taiwan di CFD Jakarta

0

EtIndonesia. Dengan pegunungan yang megah, hutan yang luas, dan garis pantai yang memikat, Taiwan menjadi destinasi ideal bagi wisatawan Indonesia yang ingin menjelajahi alam dan merasakan ketenangan. Taiwan hadir sebagai tempat sempurna untuk “kembali ke alam dan merangkul gaya hidup sehat”.

Sejak 8 April 2025, Taiwan Tourism Administration menayangkan video pariwisata Taiwan yang spektakuler melalui billboard LED 3D raksasa di plaza depan Gedung Bursa Efek Indonesia (IDX Tower 2), Jakarta. Tayangan ini menampilkan keindahan dan daya tarik utama Taiwan sebagai destinasi wisata, yang siap menarik perhatian masyarakat Indonesia.

Ket foto: Wakil Kepala Taipei Economic and Trade Office (TETO) Lin Xin Ren memberikan sambutan di acara Promosi Pariwisata Taiwan di Acara Car Free Day Jakarta

Sebagai bagian dari rangkaian promosi, Taiwan Tourism Administration juga menggelar acara spesial di ajang Car Free Day Jakarta pada 13 April di Jalan Sudirman. 

Dalam kesempatan ini, Taiwan menghadirkan tamu spesial Andrew Kalaweit, aktivis lingkungan sekaligus influencer dengan julukan “Tarzan dari Indonesia” yang memiliki lebih dari satu juta pengikut di media sosial.

Andrew Kalaweit, KOL muda yang dikenal luas lewat kontennya seputar eksplorasi alam, konservasi satwa liar, dan fotografi alam, dipercaya menjadi duta untuk tema “Alam” dan telah membagikan pengalamannya menjelajahi keindahan alam dan gaya hidup sehat di Taiwan

Andrew membagikan pengalaman serunya menjelajahi Taiwan dalam perjalanan bertema Health and Sustainability Lifestyle, serta memperkenalkan langsung pesona alam Taiwan kepada publik Indonesia.

Dengan keindahan alam yang memikat dan komitmen pada gaya hidup sehat dan ramah lingkungan, Taiwan mengundang masyarakat Indonesia untuk menjelajahi sisi terbaik dari “Formosa”—pulau yang penuh keajaiban. 

Wakil Perwakilan dari Taipei Economic and Trade Office (TETO) Lin Xin Ren (foto paling kiri) dan Direktur Dinas Pariwisata Taiwan di Jakarta, Zhou Shi bi (foto paling kanan) saat menerima wawancara media

Sejak awal tahun ini, Taiwan Tourism Administration secara aktif mempromosikan pariwisata Taiwan di pasar Indonesia melalui berbagai kegiatan menarik setiap bulannya, yang berhasil mendapatkan respons luas dari masyarakat. Baik dari peningkatan jumlah kunjungan wisatawan Indonesia ke Taiwan maupun data sistem pemesanan akomodasi, terlihat jelas bahwa minat dan kesadaran masyarakat Indonesia terhadap pariwisata Taiwan meningkat secara signifikan.

Wakil Perwakilan dari Taipei Economic and Trade Office (TETO) Lin Xin Ren (foto paling kiri) dan Direktur Dinas Pariwisata Taiwan di Jakarta, Zhou Shi bi (foto paling kanan) saat menerima wawancara media

Sebagai bagian dari strategi promosi tahun ini, Taiwan menghadirkan empat tema utama wisata, yaitu “Alam, Kuliner, Romansa, dan Belanja”. Untuk memperkuat kampanye ini, Taiwan juga menggandeng sejumlah KOL ternama sebagai duta promosi untuk membagikan pengalaman mereka berwisata di Taiwan.

Salah satu di antaranya adalah Andrew Kalaweit, KOL muda yang dikenal luas lewat kontennya seputar eksplorasi alam, konservasi satwa liar, dan fotografi alam. Dengan citra positif dan nilai yang sejalan, Andrew dipercaya menjadi duta untuk tema “Alam” dan telah membagikan pengalamannya menjelajahi keindahan alam dan gaya hidup sehat di Taiwan.

Wakil Perwakilan dari Taipei Economic and Trade Office (TETO) Lin Xin Ren, Direktur Dinas Pariwisata Taiwan di Jakarta, Zhou Shi bi dan Andrew Kalaweit, KOL muda yang menjadi duta untuk tema “Alam” di Taiwan berfoto bersama dengan para pengunjung yang memenangkan kuis berhadiah diacara ini.

Dalam perjalanannya ke Taiwan, Andrew Kalaweit turut mengajak sang adik, Enzo Kalaweit, untuk menikmati pengalaman wisata bertema Lohas (gaya hidup sehat dan alami). Keduanya mengunjungi destinasi alam populer seperti Alishan, Yangmingshan, dan Taipingshan, serta mencoba berbagai aktivitas seru — mulai dari berselancar di tepi pantai, membuat jelly aiyu sendiri, mencicipi kuliner khas suku asli Taiwan, hingga merelaksasi diri dengan perendaman kaki di air panas.

Meski baru berusia 13 tahun, Enzo — yang dijuluki “Little Andrew” — berhasil mencuri perhatian. Selain tampan dan menggemaskan, ia juga memiliki bakat luar biasa dalam fotografi. Salah satu hasil jepretannya yang menampilkan monyet liar di Alishan langsung viral di media sosial, disambut ribuan respons antusias dari para pengikutnya. Foto-foto tersebut tidak hanya memperlihatkan keahliannya, tetapi juga mempertegas pesona alam dan keanekaragaman hayati Taiwan.

Interaksi hangat dan kekompakan mereka dalam menjelajahi alam menjadikan perjalanan ini sebagai “petualangan alam dua bersaudara” yang paling banyak dibicarakan, serta memperkenalkan Taiwan dari sisi yang segar dan menginspirasi.

Dalam sambutannya,  Lin Xin Ren, Wakil Perwakilan dari Taipei Economic and Trade Office (TETO) di Jakarta, menyampaikan bahwa Taiwan dan Indonesia memiliki banyak kesamaan dalam budaya dan gaya hidup. Kedua negara sama-sama menyukai kegiatan luar ruang dan kaya akan sumber daya alam, menjadikan Taiwan sebagai destinasi ideal bagi wisatawan Indonesia yang ingin menjalani perjalanan bertema “Lohas” — kembali ke alam dan hidup lebih sehat.

Dalam kegiatan yang diadakan pada momen Car-Free Day ini, Taiwan Tourism Administration juga membagikan milk tea khas Taiwan dan kue nanas (pineapple cake) kepada pengunjung. Tak hanya itu, tersedia pula permainan interaktif bertema keberuntungan, yang dirancang khusus untuk menghadirkan pengalaman menyenangkan dan penuh makna bagi para pencinta kegiatan outdoor.

Melalui acara ini, para peserta tidak hanya merasakan hangatnya keramahan khas Taiwan, tetapi juga menikmati harmoni yang indah antara manusia dan alam. Semua pengalaman ini memberikan kesan mendalam dan menyenangkan tentang Taiwan sebagai destinasi wisata yang tidak hanya indah, tetapi juga menyentuh hati. (***)

Perang Tarif AS-Tiongkok Meningkat: Orang Dalam Ungkap Alasan Ketakutan Rezim Beijing

EtIndonesia. Perang tarif antara Amerika Serikat dan Tiongkok kembali memanas. Pada hari Jumat (11/4), Pemerintah Tiongkok mengumumkan kenaikan tarif terhadap barang-barang impor dari AS menjadi 125%, sebagai balasan atas tarif AS yang telah mencapai 145%. Namun pertanyaannya: mengapa rezim Tiongkok memilih untuk terus menghadapi AS secara frontal? Seorang sumber orang dalam mengungkap latar belakang yang mengkhawatirkan dari keputusan ini.

AS Naikkan Tarif Jadi 145%, Tiongkok Membalas dengan Tarif 125%

Setelah dua putaran balasan tarif secara bergantian, serta tambahan 20% tarif yang dikenakan oleh AS karena masalah peredaran fentanyl, sebagian besar produk ekspor Tiongkok ke AS kini dikenai tarif total sebesar 145%.

Sebagai balasan, pada 11 April, pihak berwenang Tiongkok mengumumkan bahwa mulai 12 April, mereka akan menaikkan tarif terhadap seluruh produk impor dari Amerika dari sebelumnya 84% menjadi 125%.

Pakar Ekonomi: Tiongkok dalam Posisi Sulit — Menyerah atau Bertahan, Sama-sama Hancur

Xie Tian, profesor di School of Business University of South Carolina Aiken, menyatakan bahwa Rezim Tiongkok sangat menyadari bahwa perang tarif kali ini benar-benar ditujukan langsung kepada mereka.

Tian mengatakan: “AS memberikan pengecualian 90 hari kepada hampir seluruh negara untuk bernegosiasi, tetapi hanya Tiongkok yang tidak diberi kelonggaran. Dan Beijing tahu, jika mereka menerima syarat dari AS, maka itu bisa berarti kehancuran ekonomi. Tapi kalau menolak pun tetap akan hancur. Jadi mereka memilih untuk melawan secara langsung.”

Setelah Presiden Trump meluncurkan kebijakan tarif balasan ini, lebih dari 70 negara sudah menyatakan kesediaan untuk bernegosiasi.

Pada hari Kamis (10/4), para menteri ekonomi negara-negara ASEAN menyepakati bahwa mereka tidak akan melakukan balasan terhadap tarif AS. Sementara itu, Uni Eropa menunda rencana penerapan tarif balasan selama 90 hari.

Xie Tian memprediksi: “AS kemungkinan besar akan segera menandatangani kesepakatan dengan Jepang, Vietnam, negara-negara Asia lainnya, Uni Eropa, Kanada, dan Meksiko. Semua itu akan mengarah pada terbentuknya tatanan perdagangan global baru yang bertarif rendah—dan Tiongkok akan dikeluarkan dari sistem ini. Pada akhirnya, Tiongkok akan diisolasi secara ekonomi dan perdagangan dari dunia.”

Sumber Dalam: Dua Ketakutan Besar Rezim Beijing

Yuan Hongbing, seorang ahli hukum yang kini tinggal di Australia, mengutip sumber dari dalam rezim Tiongkok, menyatakan bahwa balasan agresif terhadap AS didorong oleh dua ketakutan besar:

  1. Masalah Fentanyl
    Yuan mengungkapkan bahwa sejak masa jabatan pertama Trump, AS sudah menuntut Tiongkok untuk menghentikan ekspor fentanyl ke Amerika. Tapi bukannya membatasi, Tiongkok justru meluncurkan “Proyek Nol”, yang bertujuan membuat masyarakat AS semakin tergantung pada narkotika mematikan tersebut.


Yuan mengatakan:  “Kini, Xi Jinping yakin bahwa Trump melancarkan perang tarif karena sudah mengetahui isi dan maksud dari Proyek Nol ini. Jika AS sampai membuka kedok proyek ini secara terbuka, maka Xi bisa dicap sebagai bandar narkoba terbesar di dunia,” 

  1. Penelusuran Asal-usul COVID-19
    Yuan juga menambahkan bahwa Beijing sangat khawatir jika AS dan dunia internasional mengangkat kembali isu tanggung jawab Tiongkok atas pandemi virus corona.

“Xi Jinping takut bahwa jika tekanan berlanjut pasca perang tarif, maka isu penularan virus dari Wuhan bisa dimasukkan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan, dan ia bisa dituduh bertanggung jawab secara pribadi,” Yuan mengatakan.

Kepanikan di Dalam Rezim: “Seperti Diambang Kehancuran”

Menurut Yuan Hongbing, para pejabat dalam struktur pemerintahan Tiongkok saat ini berada dalam keadaan panik dan penuh keputusasaan.

“Di dalam tubuh rezim Komunis, suasananya sangat mencekam. Para pejabat benar-benar putus asa. Jika perang dagang ini berkembang menjadi perang panas atau konflik militer terbuka, maka negara-negara Barat seperti AS, Eropa, dan Jepang pasti akan segera membekukan dan menyita semua aset milik pejabat-pejabat Tiongkok di luar negeri—seperti yang dilakukan terhadap Rusia setelah invasi ke Ukraina,” katanya.

Kesimpulan: Tiongkok Terjepit di Sudut Gelap

Dalam situasi saat ini, rezim Beijing berada di tengah krisis yang sangat pelik. Ketakutan terhadap pengungkapan peran mereka dalam perdagangan narkoba dan pandemi global, serta tekanan ekonomi dari perang tarif yang meluas, membuat mereka tidak memiliki ruang untuk mundur.

Langkah balasan dengan menaikkan tarif hingga 125% tampak seperti upaya mempertahankan wajah, tetapi banyak analis memperkirakan hal itu justru akan memperparah isolasi internasional terhadap Tiongkok.(jhn/yn)

Gubernur Bali Larang Produksi AMDK di Bawah 1 Liter, Pemulung dan Industri Daur Ulang Terancam

Jakarta – Surat Edaran (SE) Gubernur Bali, Wayan Koster, yang melarang produksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) berukuran di bawah satu liter dinilai akan berdampak serius terhadap perekonomian pemulung dan industri daur ulang plastik di Bali. Para pemulung diperkirakan kehilangan hingga 50% penghasilan, sementara pasokan bahan baku daur ulang plastik terancam menyusut. 

Pemulung Kehilangan Sumber Penghasilan Utama

Ketua Umum Ikatan Pemulung Indonesia (IPI), Prispolly Lengkong, menyatakan bahwa botol AMDK berukuran kecil (di bawah 1 liter) merupakan komoditas bernilai tinggi bagi pemulung. “Harga botol kecil jauh lebih mahal dibanding jenis plastik lain. Jika produksinya dilarang, pemulung kehilangan pendapatan besar,” ujarnya. 

Lengkong menambahkan, saat ini harga PET galon sedang turun, dan pabrik daur ulang engkau mencampurnya dengan PET botol. “Jika botol kecil hilang dari pasaran, pemulung yang mengandalkan sampah plastik ini akan sangat terpukul,” tegasnya. 

Ia meminta Pemprov Bali mengkaji ulang SE tersebut karena berpotensi merugikan masyarakat miskin yang bergantung pada sektor informal. “Jangan sampai kebijakan ini dibuat tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap kehidupan pemulung,” tandasnya. 

Industri Daur Ulang Plastik Terancam Krisis Pasokan 

Sekretaris Jenderal Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI), Eddie Supriyanto, mengungkapkan bahwa botol AMDK di bawah 1 liter merupakan bahan baku utama industri daur ulang. “Pelarangan ini akan mengurangi pasokan dan mengganggu rantai ekonomi daur ulang,” katanya. 

Menurut Eddie, solusi tepat bukan melarang produksi, tetapi memperkuat sistem pemilahan sampah sesuai UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah dan PP No. 81/2012. “Jika pemilahan di tingkat rumah tangga dan desa dioptimalkan, sampah plastik bisa dikelola dengan baik tanpa perlu pelarangan,” jelasnya. 

Ia menyarankan Pemprov Bali memberdayakan aparat desa dan bank sampah untuk mengelola limbah plastik. “Daripada melarang, lebih baik tingkatkan pengawasan dan sanksi bagi yang tidak memilah sampah,” ujarnya. 

Kebijakan Dinilai Reaktif dan Tidak Solutif

Perwakilan ADUPI Bali, Tony Manusama, menilai SE Gubernur Koster sebagai kebijakan panik yang tidak menyelesaikan akar masalah. “Ini bukan solusi, melainkan reaksi karena kebingungan menangani sampah,” tegasnya. 

Manusama menekankan bahwa pelarangan justru berdampak negatif pada perekonomian lokal. “Industri daur ulang dan pemulung akan kolaps. Seharusnya Bali fokus pada pengelolaan sampah yang berkelanjutan, bukan sekadar melarang,” pungkasnya. 

Pro-Kontra Kebijakan Pelarangan

SE Gubernur Bali ini menuai pro-kontra. Di satu sisi, Pemprov Bali berargumen bahwa langkah ini diperlukan untuk mengurangi sampah plastik. Namun, di sisi lain, pelaku industri daur ulang dan pemulung menilai kebijakan ini justru kontraproduktif. 

Mereka mendesak agar pemerintah mencari solusi win-win solution, seperti memperkuat sistem daur ulang dan edukasi pengelolaan sampah, alih-alih mengambil langkah drastis yang berisiko memukul perekonomian masyarakat kecil. 

Perang Dagang Makin Memanas: Rezim Tiongkok Maju Terus Meski di Jalan Gelap, AS Tanggapi dengan Sikap Keras

EtIndonesia. Perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok kembali mengalami eskalasi. Rezim Tiongkok terus melakukan apa yang disebut sebagai “aksi balasan,” dengan menaikkan tarif terhadap produk AS hingga 125% dan bahkan menyatakan tidak gentar. Menanggapi hal ini, Gedung Putih pada hari Jumat (11/4) memberikan pernyataan tegas.

Gedung Putih menegaskan bahwa Presiden telah menyampaikan dengan jelas: jika Amerika diserang, maka balasan yang lebih keras akan diberikan. Presiden Trump berharap rakyat Amerika tetap percaya pada agenda dan kebijakan ekonominya.

Para analis memperkirakan bahwa perang tarif ini bisa berdampak pada meningkatnya angka pengangguran di Tiongkok hingga puluhan juta orang. 

Berikut laporan dari koresponden kami di Gedung Putih, Tao Ming, serta reporter di New York, Chen Yue dan Chang Chun.

Koresponden Gedung Putih Tao Ming melaporkan: 

Setelah rezim Tiongkok menaikkan tarif balasan terhadap produk Amerika menjadi 125%, Gedung Putih langsung merespons keras pada hari Jumat. Mereka menyatakan bahwa aksi balasan semacam ini tidak akan menguntungkan Tiongkok. 

Jubir Gedung Putih menegaskan kembali bahwa Presiden Trump sudah sangat jelas: jika Amerika diserang, maka AS akan membalas dengan kekuatan ganda. Juru bicara juga menyampaikan bahwa saat ini tarif AS terhadap produk Tiongkok tetap berada di angka terbaru, yaitu 145%. Meski begitu, Presiden Trump masih optimis bahwa kesepakatan dengan Tiongkok bisa dicapai.

Juru bicara Gedung Putih, Levitt, menyampaikan: “Tarif terhadap Tiongkok saat ini tetap berada di tingkat 145% seperti yang diumumkan kemarin. Presiden dengan tegas menyatakan bahwa saat Amerika diserang, dia akan memberikan respons yang lebih keras. Presiden berharap dapat mencapai kesepakatan yang berpihak pada para pekerja Amerika dan perusahaan-perusahaan yang selama ini dieksploitasi.”

Levitt juga menekankan bahwa Amerika Serikat adalah negara dengan ekonomi terkuat dan terbaik di dunia. Fakta bahwa lebih dari 75 negara menyerukan kepada Pemerintah AS untuk mencapai kesepakatan perdagangan yang baik membuktikan posisi tersebut.

Peningkatan tarif oleh AS terhadap produk Tiongkok dimaksudkan untuk membangun perdagangan yang adil dan menghapus defisit perdagangan antara kedua negara. Namun, di tengah situasi internal yang penuh tekanan—baik dari sisi ekonomi yang melemah maupun konflik internal elite partai—rezim Beijing tetap nekat melanjutkan perang tarif. Bahkan, mereka dengan lantang menyatakan siap “bertarung sampai akhir.” Tindakan ekstrem ini mengundang perhatian tajam dari dunia internasional.

Peneliti Institut Riset Pertahanan dan Keamanan Nasional Taiwan, Shen Mingshi, mengatakan: “Alasan Tiongkok berani melakukan balasan ini bukan karena ekonominya kuat, tapi karena mereka merasa terpaksa. Terutama karena Xi Jinping sedang menghadapi tantangan kekuasaan dari berbagai faksi dalam sistem otoriter yang dia pimpin.”

Shen menambahkan: “Xi Jinping dan para pejabatnya sempat melontarkan pernyataan-pernyataan keras. Ada pula yang mengatakan, ‘makan kulit pohon pun kami sanggup bertahan tiga tahun.’ Ini adalah sikap yang sepenuhnya mengabaikan nasib rakyat, semata-mata untuk mempertontonkan sikap keras terhadap Amerika.”

Eskalasi perang tarif ini diperkirakan akan memberikan dampak serius terhadap perekonomian Tiongkok. Banyak pihak menilai bahwa jika tarif tinggi ini bertahan dalam jangka panjang, bukan hanya ekonomi AS dan Tiongkok yang akan “terlepas” alias terpisah total (decoupling), tetapi Tiongkok juga berpotensi menghadapi gelombang besar kebangkrutan perusahaan, pengangguran massal, bahkan kerusuhan sosial.

Wakil Profesor Ilmu Politik Universitas Nasional Taiwan, Chen Shimin, menjelaskan: “Di Tiongkok daratan, ada sekitar 10–20 juta orang yang bekerja di sektor yang terkait langsung dengan ekspor ke AS. Jika situasi ini terus berlanjut, maka dalam waktu satu atau dua bulan saja, jutaan orang itu bisa kehilangan pekerjaan. Ini tentu akan membawa guncangan sosial yang sangat besar di Tiongkok.”

Dalam beberapa tahun terakhir, rezim Tiongkok semakin bergantung pada sektor ekspor demi menambal krisis yang ditimbulkan sektor properti dan lainnya. Saat ini, terdapat sekitar 20 kota di Tiongkok yang sangat bergantung pada perdagangan luar negeri, termasuk Shenzhen, Shanghai, Ningbo, Dongguan, Chongzuo, dan Zhuhai. Total nilai ekspor dari kota-kota ini menyumbang sebagian besar dari PDB lokal. Jika hubungan dagang antara AS dan Tiongkok benar-benar putus, maka perekonomian Tiongkok akan sangat terpukul.

Para analis memperkirakan bahwa rezim Tiongkok tidak akan melunak kecuali jika kekuasaan mereka benar-benar tumbang.

Shen Mingshi menyatakan: “Jika pengangguran melonjak drastis dan tatanan sosial menjadi kacau, maka tidak menutup kemungkinan terjadi perubahan besar atau bahkan kudeta. Kecuali Xi Jinping bersedia mundur pada Sidang Pleno Keempat pada bulan Agustus. Jika tidak, dia pasti akan terus menempuh jalan nasionalisme ekstrem dan kebijakan garis keras.”

Tao Ming menutup laporannya dengan menyebutkan: “Pada konferensi pers hari Kamis (10/4), juru bicara Gedung Putih juga menegaskan bahwa AS tidak khawatir sekutu-sekutunya akan berpihak ke Tiongkok akibat tarif ini. Justru sebaliknya—karena negara-negara tersebut lebih membutuhkan Amerika. Telepon dari para pemimpin dunia yang ingin melakukan negosiasi berdatangan tanpa henti.”(jhn/yn)

Pelabuhan di Tiongkok Dipenuhi Kontainer, Warganet : “Makan Kulit Pohon” Akibat Krisis Ekspor

EtIndonesia. Pemberlakuan tarif impor tambahan sebesar 145% oleh Amerika Serikat terhadap barang-barang asal Tiongkok resmi berlaku pekan ini, memicu guncangan hebat dalam rantai ekspor Tiongkok ke AS. Dua provinsi utama pengekspor—Zhejiang dan Guangdong—mengalami kelumpuhan di sektor manufaktur ekspor. Gudang-gudang penuh sesak dengan barang yang seharusnya dikirim ke luar negeri namun kini tertahan. Di kalangan masyarakat, suasana pesimis menyebar luas—bahkan warganet mulai menyindir kondisi dengan membagikan “cara makan kulit pohon”.

Kontainer Menumpuk di Pelabuhan Guangdong dan Shanghai

Seorang eksportir asal Guangdong, bermarga Qian, yang tengah melakukan perjalanan bisnis di Shanghai pada 11 April, menceritakan kepada Radio Free Asia pengalaman nyata yang dia saksikan.

Qian mengatakan: “Teman saya mengajak saya makan di sebuah restoran di jalan yang sangat ramai di Shanghai. Ada lebih dari sepuluh pelayan, tetapi hanya kami berdua yang makan di sana. Ketika saya tanya kenapa, teman saya bilang biasanya restoran ini penuh di lantai atas dan bawah. Tapi kemarin, lantai atas ditutup dan hanya kami berdua yang ada di bawah.”

Menurut laporan media seperti Caixin, sejak kebijakan tarif balasan diberlakukan, banyak pengiriman laut dan udara ke AS dibatalkan. Para eksportir menghentikan pengiriman, dan suasana sibuk di pelabuhan Shanghai berubah drastis hanya dalam hitungan hari.

Qian juga menyebut bahwa Pelabuhan Yantian di Guangdong menghadapi kondisi serupa—kontainer menumpuk tinggi, dan sangat sedikit kapal yang berlayar keluar

Dia menyatakan dengan nada prihatin:“Shanghai pernah berkembang lebih dari seratus tahun sejak 1843 hingga 1949, bahkan perang tidak bisa menghentikannya. Tapi setelah 1949, nadi ekonominya dicekik. Sekarang, seluruh Tiongkok menghadapi masalah sistemik. Ditambah lagi dengan perang dagang—kami benar-benar kehabisan jalan.”

Transportasi Udara dan Pemesanan Kapal ke AS Turun Drastis

Pasar kargo udara juga terdampak berat. Seorang agen kargo dari Tiongkok selatan mengatakan kepada Caixin bahwa volume pengiriman barang ke AS minggu depan akan turun 90%, dan maskapai utama telah memangkas banyak jadwal penerbangan kargo. Tarif yang melonjak mendadak membuat eksportir dan pembeli harus merundingkan ulang pembagian biaya, yang menyebabkan banyak barang tidak bisa dikirim tepat waktu.

Menurut laporan Ming Pao, para pelaku logistik yang melayani jalur laut dari berbagai pelabuhan di utara dan selatan Tiongkok ke AS mengungkapkan bahwa pemesanan kapal kontainer turun lebih dari separuh sejak 10 April. Beberapa barang bahkan diprediksi akan dikembalikan karena pembeli membatalkan pesanan.

Biaya Tinggi, Pasar Runtuh: UMKM Tercekik

Wang Xin, Ketua Asosiasi E-commerce Lintas Negara Shenzhen, menyebut bahwa ini adalah guncangan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

“Tarif tinggi akan mengubah seluruh struktur biaya, memperpanjang waktu bea cukai, dan menaikkan biaya logistik. Bagi penjual asal Tiongkok, bertahan di pasar AS akan sangat sulit,” katanya.

Dia menambahkan bahwa usaha kecil dan menengah akan paling terdampak, dan angka pengangguran di dalam negeri bisa melonjak tajam.

David Feng, pelaku bisnis Amazon di Shenzhen, menyatakan bahwa dia telah menaikkan harga jual sebesar 30%, mengurangi jumlah produk yang dijual, serta mengalihkan fokus pasar ke luar Amerika Serikat.

Sementara itu, produsen mainan dan pernak-pernik dari Shantou, Guangdong, mengatakan bahwa tahun ini mereka tidak menerima satu pun pesanan dari AS.

Di tengah tekanan ekonomi yang meningkat, suasana hati masyarakat semakin suram. Di media sosial, warganet mulai membagikan “tips bertahan hidup” secara satir—termasuk cara memakan kulit pohon, lengkap dengan instruksi seperti mengeringkan, menumbuk menjadi bubuk, menyaring, dan mengukusnya untuk dimakan.

Seorang blogger menulis: “Tahun 2025 sangat sulit, dan kami tidak menyangka akan sesulit ini.”

Seorang warganet dari Jiangsu, bermarga Hong, mengatakan kepada Radio Free Asia bahwa pesimisme sosial tengah menyebar cepat, bahkan di kalangan lansia berusia 80-an hingga kaum muda.

Seorang warga dari Qingdao, Shandong, bermarga Zhang, juga menyatakan bahwa seluruh sektor usaha kini berada dalam tekanan berat, terutama provinsi seperti Guangdong dan Zhejiang yang paling terpukul oleh perang tarif.

“Zhejiang banyak mengekspor produk industri ringan ke negara-negara Barat. Shandong berfokus pada industri berat seperti mesin perkakas, tapi itu pun sekarang hanya bisa diekspor ke negara-negara miskin di Afrika—negara maju tidak mau beli. Di luar negeri, kalau ekonomi gagal, presidennya mungkin hanya dimakzulkan. Tapi di sini, kalau gagal, bisa-bisa seluruh sistem runtuh,” katanya. (jhn/yn)

Negara-Negara Dunia Berebut Negosiasi Dagang dengan AS, Vietnam Siapkan Langkah Cegah Produk Tiongkok “Cuci Label”

EtIndonesia. Meskipun Amerika Serikat baru saja mengumumkan penundaan penerapan tarif balasan selama 90 hari, berbagai negara tetap merasa terdesak dan kini berlomba-lomba untuk menjalin negosiasi dagang dengan Washington.

Komisaris Urusan Ekonomi Uni Eropa, Valdis Dombrovskis, menyatakan pada  Jumat (11 April): “Kami bersedia bekerja sama dengan Amerika Serikat untuk menemukan solusi yang konstruktif.”

Uni Eropa berharap dapat mencapai kesepakatan dagang yang bisa diterima kedua belah pihak. Pada hari yang sama, para menteri keuangan Uni Eropa berkumpul untuk merumuskan strategi memanfaatkan jendela waktu 90 hari ini secara maksimal. Namun di saat yang sama, mereka juga bersiap untuk menghadapi skenario terburuk jika kesepakatan gagal dicapai, demi melindungi kepentingan ekonomi Uni Eropa.

Presiden Bank Sentral Eropa, Christine Lagarde, menegaskan: “ECB memantau situasi dengan seksama dan siap menggunakan seluruh instrumen yang dimilikinya. Kami telah membangun cukup banyak instrumen di masa lalu untuk menjamin stabilitas harga—dan tentu saja, stabilitas keuangan, karena keduanya tidak bisa dipisahkan.”

Sementara itu di Asia Tenggara, rencana AS untuk mengenakan tarif antara 30% hingga 50% terhadap negara-negara seperti Vietnam, Myanmar, Thailand, dan Indonesia diperkirakan akan memicu lonjakan besar dalam volume pengiriman kargo lintas Pasifik selama 90 hari ke depan. Para pembeli AS diyakini akan berlomba-lomba menempatkan pesanan dalam jumlah besar ke negara-negara tersebut sebelum tarif balasan diberlakukan.

Terkait negosiasi tarif, Vietnam berharap dapat menurunkan tarif yang sebelumnya diumumkan sebesar 46% pada 2 April menjadi antara 22% hingga 28%, atau bahkan lebih rendah lagi.

Reuters melaporkan pada Kamis (10 April), berdasarkan bocoran dokumen internal pemerintah, Vietnam berencana memperketat pengawasan terhadap arus barang asal Tiongkok yang transit melalui wilayahnya dan kemudian diekspor ke AS dengan label “Made in Vietnam.” Praktik ini bertujuan untuk menghindari tarif tinggi dari AS—sebuah strategi yang dikhawatirkan oleh pemerintahan Trump.

Penasehat Perdagangan Gedung Putih, Peter Navarro, sebelumnya telah menegaskan bahwa Partai Komunis Tiongkok berusaha memanfaatkan Vietnam sebagai jalur transit untuk menghindari tarif dengan “mencuci asal” produk-produk mereka.

Tak hanya itu, Vietnam juga memperketat kontrol terhadap aliran barang sensitif dari AS ke Tiongkok—terutama yang termasuk dalam kategori produk ganda sipil-militer seperti semikonduktor.

India pun tak ingin tertinggal. Menteri Luar Negeri India, Subrahmanyam Jaishankar, menyatakan pada Jumat bahwa tim perunding dagang India telah siap untuk mempercepat proses negosiasi dengan Washington.

Peter Navarro menambahkan bahwa saat ini, sudah ada setidaknya 90 negara yang menyatakan keinginan untuk bernegosiasi dengan pemerintahan Trump.

“Kami telah memulai apa yang bisa disebut sebagai rencana negosiasi yang sempurna. India, Australia, Inggris, Uni Eropa, Jepang, Korea Selatan—semuanya sudah datang,” ujar Navarro.

Pada Jumat, AS secara resmi memulai putaran awal negosiasi tarif bersama perwakilan dari Taiwan dan Israel. (Jhon)

Sumber : NTDTV.com

Dokter Tiongkok Diduga Ambil Organ Bayi Prematur, Pejabat Kesehatan Taiwan: “Membuat Saya Mual”

0

EtIndonesia. Pada 17 Januari 2023, seorang perawat di sebuah rumah sakit di Fuyang, Provinsi Anhui, Tiongkok Timur terlihat sedang merawat seorang bayi yang baru lahir. Namun, baru-baru ini perhatian publik kembali tertuju pada isu pengambilan organ secara paksa di Tiongkok, setelah muncul laporan bahwa dokter di Tiongkok melakukan transplantasi organ dari bayi prematur, dan seorang penyanyi Taiwan menjalani transplantasi organ di daratan Tiongkok.

Wakil Menteri Kesehatan Taiwan sekaligus dokter kandungan, dr. Lin Ching-yi, mengungkapkan rasa muaknya terhadap laporan tersebut. “Bahkan sekadar mengetik soal ini saja sudah membuat saya mual,” tulisnya di akun Facebook pribadinya pada 12 April.

Transplantasi Organ dari Bayi Prematur Diterbitkan di Jurnal Medis

Kasus ini pertama kali mencuat ke publik setelah penyanyi Taiwan TANK (Lü Jianzhong) diketahui melakukan transplantasi kombinasi jantung dan hati di Tiongkok tahun lalu. Setelah itu, perhatian media tertuju pada sebuah artikel medis yang ditulis oleh dokter dari Rumah Sakit Renji Universitas Jiao Tong Shanghai, yang dipublikasikan di American Journal of Transplantation. Artikel tersebut melaporkan dua kasus transplantasi ginjal menggunakan organ dari bayi perempuan prematur yang baru lahir.

Hal ini memicu kekhawatiran dan kepercayaan banyak warga Taiwan bahwa praktik pengambilan organ secara hidup-hidup (live organ harvesting) benar-benar terjadi secara sistematis di bawah rezim Tiongkok.

Pakar Neonatal AS Pertanyakan Etika: “Anak Itu Belum di Ambang Kematian”

Dr. Lin mengungkapkan bahwa artikel tersebut ditulis oleh peneliti dari Tiongkok pada tahun 2023, dan menyebut dua bayi prematur dengan berat badan sangat rendah sebagai donor ginjal.

Namun, seorang profesor neonatal dari University of Louisiana Health Sciences Center mengirim surat balasan ke jurnal yang sama, mempertanyakan validitas dan etika dari prosedur yang dilakukan.

Profesor itu menyoroti bahwa salah satu bayi masih memiliki tanda vital yang stabil dan bahwa refleks pupil yang lemah bukan indikasi kematian otak, karena hal itu normal pada janin berusia di bawah 30 minggu. Ia dengan tegas menyatakan:

“Kami sangat meragukan keputusan untuk menghentikan dukungan hidup pada bayi prematur tersebut.”

Dr. Lin Chingyi menyampaikan keterkejutannya saat mempelajari artikel tersebut, mulai dari rincian kasus, prosedur medis, hingga proses peer-review di jurnal itu sendiri.

Sebagai dokter kandungan yang telah bekerja lebih dari satu dekade, ia mengaku telah merawat ribuan bayi baru lahir, termasuk bayi-bayi prematur dengan kondisi yang sangat rapuh. Ia menggambarkan perjuangan tim medis yang selalu berupaya menyelamatkan kehidupan bayi sekecil dan serentan apa pun, bahkan dalam kondisi yang hampir tidak mungkin.

“Tak pernah sekalipun terlintas dalam benak kami, dalam keadaan apa pun, untuk menjadikan bayi—bahkan embrio sekalipun—sebagai sumber donor organ. Hanya menuliskan kalimat itu saja membuat saya mual.”

“Tapi bagaimana mungkin dokter-dokter di Tiongkok bisa melakukannya? Dan lebih dari itu—menuliskannya dalam laporan ilmiah seolah itu sesuatu yang wajar…”

Bisnis Mengerikan: Bayi dari Surrogasi untuk “Pesanan Organ”

Menurut laporan media sebelumnya, jaringan industri pengambilan organ di Tiongkok bahkan telah mengincar janin sejak dalam kandungan. Dalam dunia surrogasi gelap (ibu pengganti ilegal), telah muncul praktik “pemrograman bayi” untuk organ, yakni pasien yang membutuhkan organ akan membayar ibu pengganti untuk mengandung bayi dengan golongan darah dan genetik yang sesuai, lalu mengambil organ bayi tersebut segera setelah lahir.

Pada Maret lalu, media Thailand mengungkap kasus ratusan perempuan Thailand yang ditipu oleh sindikat kejahatan Tiongkok dan disekap di Georgia (Eropa Timur) untuk dijadikan ibu pengganti atau diambil sel telurnya secara paksa. Salah satu perempuan yang berhasil kabur mengaku dikejar oleh seorang perempuan asal Tiongkok yang mengatakan:

“Anak saya menderita penyakit darah, dan saya butuh bayi yang sedang kamu kandung untuk dijadikan cadangan organ bagi anak saya.”

Rezim Tiongkok Pernah Pamer “Keberhasilan” Transplantasi dari Bayi ke Dewasa

Media resmi Partai Komunis Tiongkok bahkan pernah membanggakan bahwa rumah sakit-rumah sakit di Tiongkok telah berhasil melakukan transplantasi organ dari bayi ke orang dewasa, dan mengklaim telah berhasil melakukan banyak prosedur semacam itu.

Penutup

Apa yang terungkap dalam laporan ini membuka kembali luka lama dan ketakutan banyak pihak tentang praktik pelanggaran hak asasi manusia berat yang dilakukan di bawah sistem medis Tiongkok. Ketika bayi-bayi yang belum sempat hidup layak pun sudah dianggap “komoditas medis”, maka pertanyaan moral terbesar yang muncul adalah: “Sejauh mana kemanusiaan telah dikorbankan demi sistem dan keuntungan?”  (Jhon)

Israel Perluas Operasi Darat di Gaza, Desak Hamas Segera Bebaskan Sandera

EtIndonesia. Operasi militer Israel di Jalur Gaza terus berlanjut. Pada  Jumat (11 April), militer Israel memperluas serangan darat dan mengeluarkan perintah evakuasi baru kepada warga setempat. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk menekan Hamas agar segera membebaskan para sandera yang masih ditahan.

Saat ini, tercatat 59 orang sandera masih berada di Gaza, dan diyakini 24 di antaranya masih hidup.

Sejumlah warga Israel di wilayah selatan menyatakan mereka optimistis terhadap upaya pemerintahan Trump dalam menghentikan konflik dan membebaskan para sandera.

Yivha Gano, seorang dosen universitas, mengatakan: “Kami tahu bahwa Trump pernah berhasil menyelamatkan sandera dalam perjanjian besar sebelumnya.”

Negosiasi AS-Iran Menjelang: Ancaman dan Sanksi Baru Diluncurkan

Sementara itu, di tengah ketegangan dengan Iran, Menteri Luar Negeri AS Rubio mengonfirmasi bahwa Amerika Serikat akan menggelar pertemuan langsung dengan Iran pada Sabtu (12 April) untuk membahas program nuklir Teheran.

Pertemuan ini akan berlangsung di Oman, dan melibatkan utusan khusus AS Witkoff serta delegasi dari Iran.

Menjelang perundingan tersebut, Presiden AS Donald Trump mengeluarkan peringatan keras. Ia menegaskan bahwa jika negosiasi gagal, AS siap mengambil tindakan militer.

Presiden Trump menyatakan:  “Saya tidak bisa membayangkan pilihan lain selain mencapai kesepakatan. Saya jelas lebih memilih perjanjian daripada opsi lainnya, dan saya rasa semua orang di pesawat ini tahu apa maksud saya. Dan percayalah, itu bukan pilihan yang menyenangkan. Saya pribadi tidak menyukai opsi itu.”

Dari pihak Iran, seorang penasihat pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Khamenei mengatakan bahwa mereka telah menyusun sejumlah rekomendasi penting dan praktis menjelang pertemuan.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Tammy Bruce, menambahkan:  “Saya kira hasil dari perundingan hari Sabtu akan menentukan langkah kita selanjutnya. Ini adalah pertemuan yang sudah dijadwalkan, bukan bagian dari suatu kerangka besar. Ini lebih untuk menguji apakah pihak Iran benar-benar serius dalam berunding.”

Sanksi Baru AS: Terminal Minyak Mentah Tiongkok Masuk Daftar Hitam

Menjelang negosiasi dengan Iran, pada Kamis (10 April), pemerintahan Trump kembali menjatuhkan sanksi baru terhadap jaringan perdagangan minyak Iran. Salah satu target sanksi kali ini adalah sebuah terminal penyimpanan minyak mentah di Tiongkok.

Terminal tersebut diketahui terhubung dengan jaringan pipa dan kilang independen, dan diduga digunakan untuk menyimpan serta mendistribusikan minyak mentah Iran, sebuah aktivitas yang dilarang oleh sanksi internasional.

Langkah ini menunjukkan bahwa AS semakin meningkatkan tekanan terhadap Iran dan negara-negara yang secara tidak langsung membantu perdagangan minyaknya, terutama menjelang negosiasi krusial yang bisa menentukan arah hubungan bilateral ke depan. (Jhon)

Sumber : NTDTV.com

Badai Angin Hebat Melanda Beijing: Sekolah Libur, Kereta Dibatalkan, Supermarket Diserbu 

Menjelang kedatangan angin kencang ekstrem pada 11 April, sejumlah layanan transportasi dan kegiatan publik di Beijing mengalami gangguan besar. Beberapa rute kereta api di sekitar ibu kota dibatalkan, acara maraton ditunda, dan wilayah tetangga seperti Xiong’an New Area di Provinsi Hebei pun mengumumkan penutupan sekolah. Warga Beijing berbondong-bondong memadati supermarket untuk membeli dan menimbun kebutuhan pokok, membuat rak-rak dan kontainer barang kosong disapu habis

EtIndonesia. Pusat Meteorologi Nasional Tiongkok mengeluarkan peringatan oranye untuk badai angin pada pukul 06.00 pagi, 11 April. Mereka memperkirakan bahwa dari  11 hingga 13 April, wilayah Tiongkok utara akan dilanda angin kencang yang terus menerus akibat pengaruh massa udara dingin yang cukup kuat.

Menurut laporan “Cuaca Beijing”, pada malam hari pukul 21.00 hingga 22.00, wilayah Yanqing, Changping, Mentougou, Fangshan, Haidian, dan Shijingshan mengalami hembusan angin dengan kecepatan di atas level 8. Di kawasan pegunungan Rose Garden di Distrik Mentougou, kekuatan angin bahkan mencapai level 13, dengan kecepatan 37,8 meter per detik.

Pemerintah kota Beijing mengumumkan penghentian sementara sejumlah perjalanan kereta api dari 11 hingga 12 April, termasuk beberapa layanan di jalur kereta cepat Beijing-Zhangjiakou. Selain itu, layanan kereta dari Huairou ke Miyun, jalur S2, dan jalur Tongmi juga dihentikan sementara.

Empat acara maraton yang sebelumnya dijadwalkan berlangsung pada 12 dan 13 April di Beijing juga resmi ditunda. Di Xiong’an New Area, Provinsi Hebei, otoritas setempat menginstruksikan semua sekolah dasar, menengah, taman kanak-kanak, dan lembaga pelatihan di luar sekolah untuk menghentikan kegiatan belajar-mengajar mulai  11 April siang.

Sebagai respons terhadap cuaca ekstrem, 12 taman kota yang dikelola pemerintah Beijing termasuk Istana Musim Panas (Yiheyuan), Kuil Surga (Tiantan), Bukit Wangi (Xiangshan), Zhongshan Park, dan Jingshan Park, serta Museum Taman Tiongkok, ditutup sepenuhnya pada 12–13 April.

Pemerintah kota menyerukan agar warga tidak keluar rumah kecuali untuk keperluan mendesak. Video yang beredar secara online pada 11 April menunjukkan banyak warga memadati supermarket dan memborong berbagai kebutuhan pokok. Rak-rak terlihat kosong, bahkan kontainer barang pun tak bersisa.

Warganet pun ramai-ramai mengomentari situasi ini dengan nada humor:

  • “Angin level 13 di Beijing pertama-tama menerpa ke arah supermarket.”
  • “Supermarket: kekayaan memang benar-benar datang dari angin.”
  • “Ternyata angin kencang lebih efektif dari kebijakan ekonomi.”

Dalam video lainnya, pada 11 April malam, wilayah Pinggu di Beijing dilaporkan diguyur hujan lebat disertai hujan es.

Pada 12 April pagi, seorang pengguna media sosial di Beijing membagikan unggahan bahwa atap rumah kecil di lantai dasar apartemennya telah hilang: “Begitu bangun tidur, rumah di bawah sudah tidak beratap.”

Sementara itu, saat Beijing menghadapi cuaca ekstrem akibat angin kencang, Kota Ergun di Hulunbuir, Mongolia Dalam, mengalami badai salju hebat. Seorang warga yang telah tinggal di sana selama lebih dari 30 tahun mengunggah video dan berkata, “Selama tinggal di Ergun, ini adalah pertama kalinya saya melihat salju tebal hampir setinggi satu meter turun dalam sehari.” (jhon)

Sumber : NTDTV.com