EtIndonesia. Pada 7 Mei, di jantung Eropa — tepatnya di pusat spiritual umat Katolik dunia — sebuah momen bersejarah tengah berlangsung. Para kardinal dari berbagai penjuru dunia berkumpul di Kota Vatikan untuk mengikuti Konklaf, sebuah pertemuan rahasia yang akan menentukan Paus ke-267 dalam sejarah Gereja Katolik Roma, menggantikan Paus Fransiskus yang wafat pada April lalu dalam usia 88 tahun.
Pemilihan Paus Digelar di Kapel Sistina: Tertutup dan Sakral
Proses pemilihan ini berlangsung di Kapel Sistina yang terkenal, tempat yang sarat makna spiritual dan seni sakral. Sebanyak 133 kardinal dari 70 negara hadir untuk menjalankan rangkaian proses pemungutan suara yang ketat. Mereka akan terus melakukan pemungutan suara hingga ada satu kandidat yang memperoleh dua pertiga suara, yakni minimal 89 suara.
Sesuai tradisi, proses ini dilakukan secara tertutup dan bebas dari campur tangan dunia luar. Tak ada media, sinyal komunikasi pun diblokir sepenuhnya selama konklaf berlangsung, untuk menjaga kemurnian dan kekhusyukan proses pemilihan.
Dibuka dengan Misa Kudus, Doa Minta Hikmat Ilahi
Menurut The Washington Post, sebelum konklaf dimulai, seluruh kardinal menghadiri Misa Kudus di Basilika Santo Petrus yang dipimpin oleh Kardinal Giovanni Battista Re, Ketua Dewan Kardinal yang kini berusia 91 tahun. Dalam khotbahnya, dia memohon agar Tuhan menganugerahkan kebijaksanaan dan kepekaan rohani bagi para peserta, agar mereka dapat memilih seorang pemimpin yang mampu menuntun Gereja dalam menghadapi tantangan zaman modern.
Menariknya, Kardinal Re juga menjadi pemimpin misa pemakaman Paus Fransiskus dua minggu sebelumnya. Paus Fransiskus dikenal sebagai paus pertama dari Amerika Latin dan selama 12 tahun masa kepemimpinannya, dia mendorong reformasi besar, mulai dari transparansi keuangan, reformasi internal Vatikan, hingga keberpihakan pada keadilan sosial.
Teknologi Diblokir, Tradisi Kuno Dijaga
Sesuai prosedur resmi Vatikan, semua sinyal telekomunikasi dan jaringan internet di wilayah Kota Vatikan akan diblokir total selama proses konklaf berlangsung, demi menjaga kerahasiaan mutlak dan menjamin tidak ada informasi bocor ke luar.
Tradisi konklaf ini telah berlangsung sejak abad ke-13 dan tetap dijaga hingga hari ini, menekankan pentingnya kesunyian, doa, dan kebebasan batin dalam pengambilan keputusan yang menentukan arah Gereja.
Konklaf Ketiga di Abad Modern, Dunia Menanti Asap Putih
Konklaf ini merupakan yang ketiga dalam sejarah modern: sebelumnya terjadi pada tahun 2005 setelah wafatnya Paus Yohanes Paulus II, di mana Paus Benediktus XVI terpilih hanya dalam dua hari. Kemudian tahun 2013, ketika Benediktus XVI secara mengejutkan mengundurkan diri, digantikan oleh Paus Fransiskus — juga melalui proses pemilihan yang hanya berlangsung dua hari.
Kini, Gereja Katolik sekali lagi bersiap menyambut pemimpin baru. Paus yang baru akan dihadapkan pada tanggung jawab besar, mulai dari merangkul umat dalam dunia yang semakin sekuler, menjawab tantangan moral dan sosial modern, hingga memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi Gereja yang sempat terguncang oleh berbagai skandal.
Paus: Pemimpin Spiritual 1,3 Miliar Umat Katolik Dunia
Sebagai pemimpin spiritual bagi lebih dari 1,3 miliar umat Katolik di seluruh dunia, jabatan paus tidak hanya mengandung kekuatan religius, tetapi juga berpengaruh secara moral dan geopolitik. Pemilihan paus baru akan menjadi peristiwa global yang diawasi ketat oleh komunitas internasional.
Banyak pihak berspekulasi tentang siapa yang akan terpilih. Beberapa pengamat meyakini bahwa kali ini bisa saja muncul “kuda hitam” dari Afrika, Asia, atau Amerika Latin, sebagai cerminan dari semakin global dan beragamnya wajah Gereja Katolik.
Namun sebagaimana tradisi, hanya satu tanda yang akan mengumumkan secara resmi hasil pemilihan: asap putih yang keluar dari cerobong Kapel Sistina. Sampai saat itu tiba, dunia hanya bisa menunggu hasil resminya. (jhn/yn)