Gerakan pemakzulan massal di Taiwan tengah berlangsung dengan sangat intens. Baru-baru ini, seorang akademisi Taiwan yang menetap di Australia, Yuan Hongbing, mengungkapkan bahwa gerakan ini telah membuat petinggi Partai Komunis Tiongkok (PKT) sangat cemas. Mereka khawatir sejumlah “anggota legislatif pro-PKT” akan dimakzulkan, sehingga menambah kekuatan anti-Komunis di parlemen Taiwan. Sementara itu, pada 29 April, mantan Panglima Komando Indo-Pasifik AS memimpin delegasi bertemu Presiden Taiwan Lai Ching-te dan menyampaikan dukungan terhadap Taiwan.
EtIndonesia. Gerakan pemakzulan di Taiwan bertujuan untuk menggulingkan anggota legislatif dari Partai Kuomintang (KMT) yang dianggap menyebabkan kekacauan di parlemen.
Yuan Hongbing yang sedang berada di Taiwan untuk mengamati gerakan ini menyatakan pada 27 April kepada Epoch Times bahwa ini adalah gerakan demokrasi besar oleh warga negara Taiwan untuk melawan infiltrasi dan taktik penyatuan kembali yang dilakukan PKT.
Menurut Yuan, target utama pemakzulan adalah para legislator yang menjadi agen PKT, yang mencoba melemahkan pemerintahan Lai Ching-te melalui kekacauan di parlemen. Gerakan ini memicu kemarahan luas di kalangan masyarakat Taiwan.
Yuan juga mengungkapkan bahwa menurut informasi dari orang dalam rezim PKT yang memiliki hati nurani, pimpinan PKT sangat cemas terhadap gerakan ini. Mereka khawatir bahwa setelah legislator pro-PKT dimakzulkan, generasi muda anti-Komunis dan pembela Taiwan akan masuk parlemen lewat pemilihan pengganti, menciptakan kekuatan baru yang anti-Komunis.
Sumber tersebut menyebutkan bahwa satuan kerja khusus urusan Taiwan yang dipimpin langsung oleh Xi Jinping telah mengeluarkan dokumen ke Kantor Urusan Taiwan seminggu lalu. Dokumen itu memerintahkan agar mencegah tokoh pemimpin gerakan sipil ini untuk terpilih sebagai anggota legislatif. Mereka juga diperintahkan untuk menggunakan segala bentuk propaganda guna menghancurkan reputasi pribadi tokoh-tokoh tersebut.
Jenderal Aquilino, mantan Panglima Komando Indo-Pasifik AS, baru-baru ini memimpin delegasi dari National Bureau of Asian Research (NBR) untuk mengunjungi Taiwan. Presiden Republik Tiongkok (Taiwan) Lai Ching-te menerima kunjungan delegasi tersebut pada 29 April di Istana Kepresidenan.
“Ini adalah kunjungan kedua saya ke Taiwan dalam lima bulan. Saya sangat terkesan. Saya sangat mengagumi kepemimpinan Presiden Lai dan tindakannya dalam melindungi pulau Taiwan serta rakyatnya. Demokrasi Taiwan yang berkembang sangat penting bagi perdamaian dan stabilitas kawasan. Saya akan terus mendukung Taiwan bersama NBR, termasuk Presiden NBR Roy Kamphausen. Hubungan kerja sama erat antara Taiwan dan AS sangat penting untuk menjamin stabilitas regional,” ujar Jenderal Aquilino.
Presiden Lai Ching-te menyampaikan, “Pada peringatan 46 tahun diberlakukannya Undang-Undang Hubungan Taiwan, kami berterima kasih kepada pemerintah AS atas dukungan penjualan senjata selama ini yang telah memperkuat kemitraan Taiwan-AS. Kami yakin bahwa selain kerja sama militer, Taiwan dan AS juga dapat membangun hubungan ekonomi yang lebih erat, meningkatkan ketahanan ekonomi bersama, dan menjadi pilar penting bagi keamanan kawasan. Saya juga berharap dengan bantuan Anda semua, hubungan keamanan nasional dan kerja sama industri antara Taiwan dan AS dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi.”
Kedua pihak juga berdiskusi mengenai kerja sama Taiwan-AS.
Baru-baru ini, kapal perang USS Lawrence milik Angkatan Laut AS melewati Selat Taiwan. PKT mengecam keras dan menuduh AS memanipulasi isu tersebut. Namun baik militer AS maupun Taiwan tidak mempublikasikan kejadian ini secara terbuka, memunculkan spekulasi apakah ini adalah sinyal politik.
Wakil Direktur Pusat Analisis Intelijen di Kementerian Pertahanan Taiwan, Hu Zhonghua, menyatakan bahwa “Selat Taiwan adalah perairan internasional. Selama pelayaran dilakukan sesuai hukum laut internasional, itu adalah perilaku rutin. Kami tidak merasa perlu mengumumkannya secara khusus.”
Militer PKT terus mengganggu wilayah Taiwan dengan pesawat dan kapal perang. Pada 28 April, tercatat 27 pesawat tempur dan 10 kapal perang PKT memasuki wilayah sekitar Taiwan. Menjelang peringatan setahun pelantikan Presiden Lai pada 20 Mei, muncul pertanyaan bagaimana Taiwan akan menanggapi kemungkinan peningkatan tekanan militer dari PKT. Militer Taiwan menegaskan bahwa ancaman dari PKT tidak akan hilang hanya karena pergantian partai berkuasa, dan bahwa pasukan Taiwan akan menanggapi secara tepat.
PKT juga terus memprovokasi di Laut Tiongkok Selatan. Amerika Serikat dan Filipina tengah menggelar latihan militer tahunan “Shoulder-to-Shoulder” dengan skenario simulasi perang nyata. Latihan ini berlangsung dari 26 April hingga 9 Mei.
Letnan Jenderal Marinir AS, Sederholm, menyatakan, “Ini adalah kewajiban perjanjian kami dan merupakan perjanjian tertua kami di wilayah Pasifik, dan kami selalu menganggapnya serius. Bagi Marinir AS, kami tidak pernah meninggalkan Pasifik, bahkan saat berperang di Irak dan Afghanistan sekalipun.”
Pada 27 April, militer AS mengkonfirmasi bahwa peluncur rudal anti-kapal NMESIS untuk pertama kalinya ditempatkan di Pulau Batan, Filipina. PKT dianggap sebagai ancaman utama di kawasan ini.
Pulau Batan hanya berjarak sekitar 200 kilometer dari ujung selatan Taiwan. Jangkauan rudal anti-kapal ini mencakup sebagian besar wilayah Selat Bashi dan Selat Balintang antara Taiwan dan Filipina.
Sekitar 9.000 tentara AS dan 5.000 tentara Filipina ikut serta dalam latihan ini. Selain AS dan Filipina, Australia, Jepang, Inggris, Prancis, dan Kanada juga mengirim personel militer untuk berpartisipasi.
Selama latihan ini, Filipina menyatakan siap memperdalam kerja sama militer dengan Taiwan dan sedang menjajaki kemungkinan untuk menjadikan pelayaran kapal perang mereka di Selat Taiwan sebagai tindakan rutin. Hal ini dianggap sebagai perubahan besar dalam strategi keamanan nasional Filipina.
Juru bicara Angkatan Laut Filipina untuk pertama kalinya secara terbuka mengakui adanya kontak militer dengan Taiwan, dan menyatakan bahwa kerja sama militer hanya tinggal selangkah lagi menuju latihan gabungan. Hal ini memicu kemarahan dari pihak PKT. (Hui)
Laporan disusun oleh Huang Yanhua dan Wu Huizhen, New Tang Dynasty News Weekly