George Citroner
Waktu menonton TV yang berlebihan berkontribusi pada gaya hidup sedentari, yang meningkatkan risiko penyakit jantung dan masalah kesehatan lainnya. Satu jam atau kurang—itulah batas aman menonton TV bagi kesehatan jantung Anda, menurut penelitian terbaru.
Menonton lebih dari itu meningkatkan risiko serangan jantung, stroke, dan penyakit pembuluh darah lainnya, terutama bagi orang dengan kecenderungan genetik terhadap diabetes tipe 2.
Bahaya Gaya Hidup Sedentari
Penelitian yang baru-baru ini dipublikasikan dalam Journal of the American Heart Association ini menunjukkan bahwa gaya hidup sedentari yang ditandai dengan duduk terlalu lama—terutama menonton TV lebih dari dua jam per hari—dapat meningkatkan risiko penyakit serius pada jantung dan pembuluh darah.
Para peneliti mengikuti lebih dari 300.000 orang dewasa di Inggris selama hampir 14 tahun dan menemukan lebih dari 21.000 kasus penyakit kardiovaskular aterosklerotik—kondisi yang disebabkan oleh penumpukan plak di arteri. Mereka menemukan bahwa semakin lama seseorang menonton TV, semakin besar risikonya terkena penyakit, terlepas dari predisposisi genetik terhadap diabetes tipe 2.
Menonton TV dua jam atau lebih setiap hari dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular aterosklerotik sebesar 12%, tanpa memandang risiko genetik seseorang terhadap diabetes tipe 2.
Namun, orang dengan risiko genetik sedang hingga tinggi tidak mengalami peningkatan risiko penyakit jantung selama mereka membatasi waktu menonton TV hanya satu jam per hari. Bahkan, di antara mereka yang berisiko tinggi, orang yang menonton TV satu jam atau kurang per hari memiliki risiko yang sedikit lebih rendah dibandingkan orang dengan risiko rendah tetapi menonton TV lebih dari dua jam setiap hari.
Perilaku sedentari meningkatkan risiko penumpukan plak di arteri dengan cara merusak sel-sel yang melapisi pembuluh darah, memicu peradangan, dan menyebabkan resistensi insulin—“semuanya berdampak buruk pada kesehatan pembuluh darah dan dapat mendorong terbentuknya plak di arteri,” kata Michelle Routhenstein, ahli gizi kardiologi dan pemilik Entirely Nourished, kepada The Epoch Times.
“Studi kami memberikan wawasan baru tentang pentingnya membatasi waktu menonton TV dalam upaya pencegahan penyakit kardiovaskular aterosklerotik untuk semua orang, terutama bagi mereka yang memiliki kecenderungan genetik tinggi terhadap diabetes tipe 2,” ujar Youngwon Kim, profesor di The University of Hong Kong dan penulis utama studi ini, dalam siaran pers.
Kurangi Waktu Menonton TV demi Kesehatan Jantung
Mengyao Wang, penulis pertama studi ini, dan Kim menyampaikan melalui pernyataan email kepada The Epoch Times bahwa membatasi waktu menonton TV harus menjadi strategi utama dalam mencegah kejadian kardiovaskular—baik pada populasi umum maupun mereka yang memiliki risiko genetik tinggi terhadap diabetes tipe 2.
“Meski berbagai jenis perilaku sedentari, termasuk menonton TV dalam waktu lama, telah dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular dalam literatur sebelumnya, temuan kami menambahkan dimensi baru yang penting,” kata mereka.
Para peneliti menekankan bahwa temuan mereka menunjukkan pentingnya gaya hidup dalam menurunkan risiko penyakit jantung, bahkan bagi orang yang secara genetik berisiko tinggi.
Namun, mereka juga mencatat bahwa studi ini hanya melibatkan partisipan kulit putih asal Inggris, sehingga hasilnya mungkin tidak bisa digeneralisasikan untuk kelompok etnis lain.
Meskipun peneliti menggunakan waktu menonton TV sebagai indikator perilaku sedentari, sebenarnya masih banyak hal lain yang perlu dipertimbangkan, kata Dr. Basel Ramlawi, kepala sistem bedah kardiotoraks dan co-director Lankenau Heart Institute di Main Line Health, kepada The Epoch Times.
Seseorang yang tidak bergerak setidaknya 10 hingga 15 menit sehari sudah dikategorikan sebagai sedentari, ujarnya. “Itu sudah cukup untuk membuat perbedaan, dan kalau seseorang tidak melakukan itu pun, mereka sudah berada pada risiko tinggi penyakit jantung.”
Memilih naik lift daripada tangga, menyetir untuk jarak dekat, atau kesulitan melakukan aktivitas fisik sehari-hari adalah tanda-tanda gaya hidup sedentari, tambah Ramlawi. “Semakin sedikit aktivitas Anda, semakin besar dampaknya.”
Bagi mereka yang bekerja di meja sepanjang hari, Ramlawi menyarankan untuk menyelipkan gerakan dalam rutinitas harian—baik dengan berjalan sejenak, menggunakan meja berdiri, atau berolahraga sebelum atau setelah bekerja.
Banyak perusahaan kini menyediakan gym di tempat kerja atau mendorong istirahat untuk bergerak sebagai bagian dari upaya mendukung kesehatan karyawan, katanya.
“Bahkan 30 menit aktivitas fisik di suatu waktu dalam sehari—baik saat makan siang, sebelum atau sesudah kerja—sudah sangat membantu mengurangi risiko gaya hidup sedentari.”