Home Blog Page 33

Israel Serang Pasukan Perdamaian Tiongkok: Ketegangan Baru di Timur Tengah

EtIndonesia. Pada saat Trump menggencarkan kecaman terhadap komunisme, sebuah insiden besar terjadi di Timur Tengah. Menurut laporan media Israel, pada 21 Mei, Pemerintah Israel secara resmi mengirim ultimatum kepada pasukan penjaga perdamaian Tiongkok yang bertugas di Tepi Barat Yordania dan Lebanon. Mereka diperintahkan segera mundur dari lokasi konflik. Tak hanya itu, bahkan sempat terjadi tembakan peringatan yang diarahkan ke diplomat Tiongkok.

Tindakan Israel ini, yang biasanya dikenal sangat serius dalam urusan militer, terbukti bukan sekadar gertakan. Pada 25 Mei, setelah ultimatum diabaikan oleh pihak Tiongkok, Israel melancarkan serangan artileri langsung ke pasukan penjaga perdamaian Tiongkok di Lebanon. Empat personel Tiongkok tewas di tempat, dan fasilitas PBB yang mereka tempati rusak parah.

Insiden ini menjadi sorotan dunia karena pasukan Tiongkok yang diserang berada di bawah mandat PBB. Setelah dilakukan penyelidikan, PBB mengonfirmasi bahwa bom yang digunakan memang milik Israel. Namun, Pemerintah Israel berdalih bahwa serangan itu terjadi akibat “kesalahan pada peta informasi”, dan menolak untuk meminta maaf secara resmi. 

“Jika masih ada serangan salah sasaran, baru nanti kita minta maaf bersama-sama,” begitu narasi yang berkembang.

Di tengah kekacauan, fenomena heroisme seperti dalam film “Serigala Perang” (Wolf Warrior) Tiongkok ternyata hanya sebatas layar kaca. Pada kenyataannya, Pemerintah Tiongkok akhirnya menyerah pada tekanan dan mulai menarik mundur pasukannya dari Lebanon dan Israel pada 27 Mei.

Ramai Netizen Tiongkok: Antara Amarah dan Lelucon

Kabar penarikan mundur ini menjadi topik panas di media sosial Tiongkok. Banyak warganet—yang dijuluki “netizen pink” karena nasionalisme mereka—menyuarakan kekecewaan, bertanya-tanya:

“Benarkah Israel benar-benar menyerang pasukan perdamaian Tiongkok? Kenapa tidak bawa pengacara saja, tuntut ke pengadilan internasional?”

Muncul pula guyonan di kalangan warganet, dengan mengaitkan peristiwa tersebut pada iklan pengacara Yahudi terkenal di New York:

“Jika Anda mengalami kecelakaan, pengacara Yahudi terbaik siap memperjuangkan hak Anda, tanpa biaya jika tak ada ganti rugi.”

Dunia Kian Memanas: Ukraina Terlilit Perang, Tiongkok dan Korea Utara Ikut Bermain Api!

EtIndonesia. Pada akhir pekan lalu, Ukraina mengalami serangan drone terbesar sepanjang sejarah konflik, memicu reaksi keras dari berbagai pihak di dunia internasional. Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, memberikan pernyataan tegas terkait situasi tersebut. Menurut Trump, Rusia di bawah kepemimpinan Vladimir Putin telah menjerumuskan negaranya ke dalam krisis dan “bermain api” dengan kebijakan agresif di Ukraina. Dia memperingatkan bahwa jika Putin terus bertindak tanpa kendali, hal itu hanya akan mempercepat kehancuran Rusia sendiri.

Menanggapi pernyataan tersebut, Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia, Dmitry Medvedev, secara sarkastis menyatakan bahwa bencana besar yang paling nyata hanyalah Perang Dunia Ketiga. Dia berharap Trump memahami konsekuensi fatal jika eskalasi konflik terus berlanjut. Di tengah ketegangan yang kian meningkat, pemerintahan Amerika Serikat kini tengah mempertimbangkan serangkaian sanksi baru yang lebih keras terhadap Rusia. Sementara itu, Trump justru mendorong agar proses negosiasi damai antara Rusia dan Ukraina dimediasi oleh Vatikan. Namun realitas di lapangan menunjukkan bahwa serangan Rusia ke Ukraina justru semakin intens, bahkan di tengah upaya negosiasi.

Senator AS, Lindsey Graham, dalam tulisannya di Wall Street Journal, menegaskan bahwa dia bersama Gedung Putih tengah mempersiapkan undang-undang baru yang akan memperberat sanksi terhadap Rusia. 

Dia menegaskan: “Jika Putin terus bermain-main, Senat tidak akan ragu mengambil tindakan. Semua pihak harus siap menghadapi babak baru sanksi yang lebih berat.”

Isu Pasokan Tiongkok ke Rusia, Swedia Perkuat Dukungan untuk Ukraina

Pada 27 Mei, isu mengenai dugaan keterlibatan Tiongkok dalam memasok bahan kimia khusus, mesiu, serta peralatan mesin ke 20 pabrik militer Rusia menjadi perhatian global. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Mao Ning, dengan tegas membantah tudingan tersebut. 

Dia menegaskan: “Tiongkok tidak pernah memberikan senjata mematikan kepada pihak manapun dalam konflik Rusia-Ukraina.”

Namun, pernyataan ini tak serta-merta meredam kecurigaan. Sejumlah warganet di Ukraina bahkan mengusulkan agar Ukraina, setelah mengalahkan Rusia dan Tiongkok, segera menjalin hubungan diplomatik dengan Taiwan—sebuah langkah simbolis melawan hegemoni Beijing dan Moskow.

Di tengah meningkatnya tensi, Swedia mengumumkan komitmen baru untuk memberikan bantuan senjata jarak jauh kepada Ukraina. Langkah ini menambah panjang daftar negara Eropa yang secara terbuka mendukung Ukraina, menyusul pengumuman serupa dari pemerintah Jerman. Bantuan militer ini diharapkan dapat menekan kekuatan tempur Rusia di garis depan.

Sementara itu, mantan Panglima Tertinggi NATO di Eropa, Jenderal Philip Breedlove, dalam sebuah wawancara radio menyesalkan sikap lamban negara-negara Barat dalam merespons aneksasi Krimea 11 tahun lalu. 

“Jika Barat bertindak lebih tegas sejak awal, perang berdarah ini mungkin bisa dihindari. Ukraina bisa segera mengakhiri konflik asalkan mendapatkan dukungan penuh dan segala kebutuhan militernya terpenuhi,” tegas Breedlove.

Pertukaran Tawanan Rusia-Ukraina dan Isu Tentara Korea Utara Membelot

Sejak pertengahan Mei, Rusia dan Ukraina telah melakukan pertukaran tawanan secara besar-besaran. Rata-rata sekitar 300 tawanan dipertukarkan setiap hari selama beberapa hari berturut-turut. Namun, pada 27 Mei, media Korea Selatan Yonhap News melaporkan bahwa dalam daftar pertukaran tersebut, tidak tercantum dua tentara Korea Utara yang sebelumnya diberitakan ditahan Ukraina.

Anggota parlemen Korea Selatan, Woo Ryong-won, mengungkapkan bahwa kedua tentara Korea Utara itu belum diserahkan ke Rusia karena salah satu di antaranya, yang bernama Lee, telah menyatakan niat untuk membelot ke Korea Selatan. Pemerintah Korea Selatan pun telah menyatakan kesiapannya memberikan perlindungan dan bantuan bagi siapa pun tawanan Korea Utara yang ingin berpindah ke Korea Selatan, dan sudah berkoordinasi langsung dengan otoritas Ukraina mengenai hal ini.

Diketahui, kedua tentara tersebut awalnya dikirim oleh pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un untuk memperkuat pasukan Rusia di Ukraina, namun kemudian ditangkap oleh pasukan Ukraina pada Januari lalu. Insiden ini menambah kompleksitas geopolitik kawasan, sekaligus membuka babak baru dalam hubungan Korea Utara, Rusia, dan Korea Selatan.

Manuver Diplomasi dan Tuduhan Pelanggaran HAM dalam Pertukaran Tawanan

Bersamaan dengan berlangsungnya pertukaran tawanan, dinamika diplomasi antara Amerika Serikat dan Rusia kembali mencuat. Pada pekan lalu, Presiden Trump dan Presiden Putin diketahui sempat melakukan percakapan via telepon. Putin berjanji akan mengirimkan draf nota damai berisi syarat-syarat gencatan senjata Rusia kepada Ukraina. Namun hingga lebih dari satu minggu setelah percakapan tersebut, pihak Amerika menyatakan belum juga menerima dokumen resmi dari Moskow.

Sumber internal Gedung Putih menginformasikan bahwa Trump kini tengah mempertimbangkan opsi sanksi baru sebagai balasan atas sikap Rusia yang dinilai tidak kooperatif. Hingga 27 Mei, tercatat sekitar 4.000 tawanan Ukraina telah berhasil dipulangkan ke negaranya, namun 206 di antaranya meninggal dunia selama masa penahanan. Sebagian besar korban tewas diduga akibat penyiksaan, sementara 245 orang lainnya gugur di medan perang. Pemerintah Ukraina menuding Rusia telah melakukan penutupan informasi dan memanipulasi data mengenai kematian para tawanan tersebut.

Kesimpulan: Eskalasi Konflik, Dukungan Global, dan Ketidakpastian Perdamaian

Situasi di Ukraina semakin memanas, dengan gelombang serangan yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Di tengah ancaman sanksi baru dan pergeseran dukungan dari berbagai negara Barat, proses negosiasi damai masih berjalan di tempat. Sementara itu, isu pasokan senjata dan bahan baku dari Tiongkok ke Rusia terus menjadi sorotan dan menambah ketegangan geopolitik antara blok Barat, Rusia, dan Tiongkok.

Pertukaran tawanan dalam jumlah besar menjadi salah satu titik terang di tengah konflik, namun kasus tentara Korea Utara yang membelot dan tuduhan pelanggaran HAM selama penahanan menunjukkan bahwa perang ini telah melibatkan lebih banyak pihak dan menyisakan persoalan kemanusiaan yang belum terselesaikan. Ke depan, dunia masih menanti langkah konkret dari para pemimpin global untuk benar-benar menghentikan perang dan menciptakan perdamaian yang berkelanjutan di kawasan tersebut.

Kucing Kesayangan Pendaki Disingkirkan dari Jalur Pendakian Gunung Populer di Philipina, Memicu Kemarahan Pendaki dan Netizen

EtIndonesia. Seekor kucing liar kesayangan para pendaki yang telah menjadi wajah yang tak asing di jalur pendakian gunung populer di Philipina disingkirkan secara paksa oleh pihak berwenang minggu lalu, memicu kemarahan di antara pendaki dan pecinta hewan daring.

Kucing itu — yang dikenal dengan sebutan Pugal — telah merebut hati banyak pendaki melalui Gunung Pulag. Namun, para pejabat mengatakan pemindahan itu diperlukan untuk keanekaragaman hayati dan keselamatan kucing itu.

Menurut Manila Bulletin, Pugal menjadi sensasi viral setelah pendaki berbagi foto dan video kucing itu mendekati dan berinteraksi dengan mereka di sepanjang jalur.

Tetapi apa yang dimulai sebagai konten internet yang sehat segera berubah menjadi perdebatan konservasi yang panas.

Sebuah halaman Facebook yang mengadvokasi pemindahan Pugal dengan cepat mendapat perhatian, dengan banyak yang menyatakan kemarahan atas seruan untuk mengusir kucing itu.

Para komentator dengan cepat membandingkan dampak kucing itu dengan pariwisata manusia yang berlebihan dan kerusakan lingkungan, mempertanyakan standar ganda.

Sebagai tanggapan, seorang influencer keanekaragaman hayati setempat mengunggah sebuah video yang menjelaskan bahwa kucing dianggap sebagai spesies invasif dan dapat mengganggu ekosistem yang rapuh di Gunung Pulag.

Penjelasan itu membuka jalan bagi tindakan.

Pada 17 Mei, Departemen Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Filipina (DENR) mengonfirmasi bahwa Pugal telah dipindahkan dengan aman.

“Pugal sekarang dirawat oleh salah satu staf Kantor Pengelolaan Kawasan Lindung Pulag (PAMO) kami,” mereka berbagi dalam pembaruan Facebook. “Seorang dokter hewan sedang dikirim untuk memeriksa kucing itu.”

Para ahli dari Animal Kingdom Foundation menjelaskan bahwa kucing, bahkan yang ramah seperti Pugal, menimbulkan risiko serius bagi satwa liar asli karena naluri berburu alami mereka.

“Para ahli lingkungan mengatakan kucing tidak boleh dibiarkan berkeliaran bebas di alam liar karena mereka menimbulkan ancaman signifikan bagi satwa liar asli dan ekosistem,” kata Direktur Program organisasi tersebut.

Faktanya, menurut Furvent Animal Rescue and Advocacy, hewan peliharaan domestik secara hukum tidak diizinkan untuk tinggal di kawasan lindung seperti Gunung Pulag.

Selain masalah keanekaragaman hayati, kesejahteraan Pugal juga menjadi pertimbangan.

“Seseorang bercerita kepada saya bahwa bahkan pendaki gunung pun merasa sulit untuk tetap hangat di Gunung Pulag. Bayangkan seekor kucing domestik yang harus menahan dingin setiap hari,” kata Furvent dalam sebuah unggahan di Facebook.

“Tahun lalu Pugal tidak ada di sana, jadi kemungkinan besar dia baru mulai mendaki gunung itu—dan bertahan karena pendaki gunung memberinya makan dan menggendongnya. Itu saja sudah menunjukkan kepada kita apa yang benar-benar dia butuhkan: makanan, kehangatan, dan perhatian.”

Kelompok tersebut juga membagikan kabar terbaru tentang status kucing kesayangan tersebut.

“Dia memiliki tempat berteduh, makanan rutin, dan akan memiliki akses ke perawatan dokter hewan,” kata mereka. “Dia tidak lagi berisiko terkena cuaca buruk atau dianggap sebagai ancaman bagi spesies asli. Kami melihat itu sebagai hasil yang positif.”(yn)

Sumber: mustsharenews

Pria Tiongkok Tersedot Awan Hingga Ketinggian 8.598 Meter, Selamat Secara Ajaib

0

EtIndonesia. Pada 24 Mei 2025, seorang penggemar olahraga paralayang di  daratan Tiongkok secara tidak sengaja tersedot ke dalam awan hingga mencapai ketinggian 8.598 meter di atas permukaan laut saat terbang di Pegunungan Qilian. Meski tubuhnya membeku di beberapa bagian, ia berhasil mengendalikan parasut dan mendarat dengan selamat, memicu kehebohan publik.

Pada hari kejadian, penggemar paralayang yang dikenal dengan nama panggilan “Liu Ge” (Kakak Liu) sedang melakukan penerbangan lintas provinsi di Pegunungan Qilian, yang terletak di perbatasan Provinsi Gansu dan Qinghai. 

Dalam video yang beredar di internet, terlihat bahwa saat kejadian ia tidak mengenakan masker oksigen, wajahnya langsung terkena udara tipis, dan tubuhnya penuh dengan es. Meski begitu, ia tetap sadar dan berhasil mengendalikan parasutnya hingga mendarat dengan selamat.

Ia mengatakan : “Saat itu terasa kekurangan oksigen, tangan saya terus membeku di luar. Tangan saya terbuka di luar terus… lalu saya terus berkomunikasi lewat radio.”

Pada 26 Mei, seorang yang dekat dengan Liu Ge mengatakan kepada media Red Star News bahwa saat ini Liu Ge masih dalam masa pemulihan fisik, sehingga tidak bersedia diwawancarai dan juga berharap netizen tidak terus membesar-besarkan kejadian ini.

Orang dalam tersebut juga menyebut bahwa meski Liu Ge memiliki lisensi resmi paralayang, penerbangannya saat itu tidak dilaporkan secara resmi ke pihak otoritas, termasuk lokasi lepas landas yang juga belum memiliki izin wilayah udara. Saat ini, pihak berwenang telah membuka penyelidikan resmi terkait insiden ini.

Warganet Tiongkok menanggapi dengan beragam komentar:

  • “Setinggi itu, pasti sudah ketakutan setengah mati.”
  • “Benar-benar berbahaya, untung saja selamat.”
  • “Nyawanya memang kuat.”
  • “Benar-benar lolos dari kematian.”
  • “Yang penting selamat pulang, ingat untuk melapor dulu sebelum terbang, keselamatan harus jadi prioritas.”
  • “Terbang ilegal… ya harus diberi sanksi.”

Diketahui bahwa fenomena “tersedot ke dalam awan” dalam paralayang disebut “cloud suck” atau penyedotan awan, yaitu kondisi ketika paralayang tertarik naik secara cepat karena arus udara naik di sekitar awan, terutama awan cumulonimbus atau awan panas (thermal lift).

Liu Ge yang tersedot hingga 8.598 meter telah mencapai ketinggian setara dengan jalur penerbangan pesawat jet komersial, yang bisa berpotensi membahayakan penerbangan sipil. Laporan menyebutkan bahwa kejadian ini bukanlah upaya untuk memecahkan rekor dunia, melainkan murni kecelakaan tidak disengaja. (Hui)

Sumber : NTDTV.com 

Universitas Harvard Dituding Memiliki Hubungan Dekat dengan Partai Komunis Tiongkok, Trump Desak Serahkan Daftar Mahasiswa Asing

EtIndonesia. Pemerintahan Trump kembali menyebut nama Universitas Harvard, menuntut agar pihak universitas menyerahkan daftar mahasiswa asing untuk mencegah potensi infiltrasi dari Partai Komunis Tiongkok (PKT) terhadap keamanan nasional AS. Serangkaian tindakan keras yang diambil oleh pemerintahan Trump terhadap Harvard baru-baru ini telah menarik perhatian publik, terutama karena hubungan erat Harvard dengan PKT menjadi fokus utama.

Trump dalam unggahannya di Truth Social pada Senin, 26 Mei, menyatakan bahwa ia masih menunggu Harvard menyerahkan daftar mahasiswa asing untuk mencegah kelompok radikal kembali mengancam keamanan nasional. Ia juga menegaskan bahwa meskipun menghadapi hambatan hukum di pengadilan, pemerintah pada akhirnya akan menang.

Menurut laporan, hubungan antara Harvard dan PKT sudah berlangsung lama, mencakup kerjasama penelitian, pendirian pusat studi Tiongkok, dan lain-lain. Hubungan ini telah membawa dana sumbangan besar dan pengaruh internasional bagi Harvard.

Beberapa anggota Kongres AS telah memperingatkan bahwa PKT mungkin menggunakan infiltrasi ke Harvard untuk memperoleh teknologi canggih dan membungkam suara-suara kritis di AS. Seorang pejabat Gedung Putih bahkan menyebut bahwa Harvard mengabaikan aksi intimidasi di kampus yang dilakukan oleh pihak yang diduga terafiliasi dengan PKT.

Pada tahun 2020, Universitas Harvard sempat memberikan pelatihan kesehatan masyarakat kepada pejabat dari Korps Produksi dan Konstruksi Xinjiang (XPCC), yang telah dijatuhi sanksi oleh AS karena pelanggaran hak asasi manusia terhadap etnis Uighur dan kelompok Muslim minoritas lainnya. Kontak ini disebut berlangsung hingga tahun 2024, menurut Departemen Keamanan Dalam Negeri AS.

Mantan ketua Departemen Kimia Harvard, Charles Lieber, pernah dihukum pada 2021 karena menyembunyikan transaksi keuangan dengan Tiongkok. Pada 2024, Lieber kemudian diketahui menjadi profesor penuh waktu di sebuah universitas di Tiongkok, memicu kontroversi luas.

Anggota parlemen lintas partai juga menyuarakan kekhawatiran mengenai organisasi mahasiswa berlatar belakang PKT di kampus-kampus AS yang mengawasi dan menekan para pembangkang. Harvard juga dituduh melakukan penelitian transplantasi organ bersama akademisi Tiongkok. Masyarakat internasional telah lama mempertanyakan dugaan bahwa PKT mengambil organ dari praktisi Falun Gong, narapidana hukuman mati, serta kelompok minoritas dan agama tertentu.

Pada April 2024, Departemen Pendidikan AS meminta Harvard menyerahkan ulang catatan donasi asing, karena ditemukan ketidaksesuaian dan data yang tidak akurat dalam laporan sebelumnya.

Selama dua dekade terakhir, kerja sama antara akademisi Barat dan PKT meningkat secara signifikan. Mahasiswa Tiongkok juga telah menjadi sumber pendapatan besar bagi banyak universitas. Namun, banyak pihak meragukan apakah kerja sama semacam ini mengancam keamanan nasional dan kepentingan strategis negara-negara Barat. (Hui)

Laporan dari Liu Jiajia, NTD News, Amerika Serikat

Perubahan Kekuasaan di Zhongnanhai: Kabar Menyebut Xi Jinping Sudah Lama Kehilangan Kekuasaan, Serangan Baliknya  Gagal

Sejak naik ke tampuk kekuasaan, pemimpin Partai Komunis Tiongkok (PKT) Xi Jinping telah membawa politik dan ekonomi Tiongkok ke dalam krisis serius. Penolakan terhadap Xi dari kalangan birokrat maupun masyarakat terus bermunculan. Menurut sumber terpercaya, Xi sebenarnya telah kehilangan kekuasaan sejak April tahun lalu. Kini, mantan Perdana Menteri Wen Jiabao dan Wakil Ketua Komisi Militer Zhang Youxia yang memegang kendali atas situasi politik Tiongkok.

EtIndonesia. Baru-baru ini, Epoch Times mendapatkan informasi dari sumber terpercaya bahwa meskipun Xi Jinping masih tampak menjabat secara formal, pada kenyataannya ia sudah kehilangan kekuasaan. Wen Jiabao, Zhang Youxia, dan tokoh-tokoh lainnya kini menjadi faktor kunci yang menentukan arah politik Tiongkok.

Informasi menyebutkan bahwa sejak April tahun lalu, Xi mulai kehilangan pengaruh. Ia sempat mencoba melakukan perlawanan, bahkan melibatkan senjata, namun semuanya berujung kegagalan. Saat ini, Xi hanya “berakting” sesuai naskah. Apa pun yang diperintahkan kepadanya, ia lakukan—termasuk kunjungan ke Rusia. Namun, elite partai belum punya arah jelas untuk langkah berikutnya.

Mantan pejabat di Komisi Pusat Disiplin PKT, Wang Youqun, menulis dalam Epoch Times pada 27 Mei bahwa setelah Xi tiba-tiba jatuh sakit dan dirawat pada Juli tahun lalu, terjadi gejolak dalam lingkaran kekuasaan. Kabar mengenai hilangnya pengaruh Xi terus bermunculan. Disebutkan bahwa karena Xi terus-menerus “membersihkan” lawan politiknya, ia telah memusuhi hampir semua faksi dalam PKT. Kepemimpinannya telah menyebabkan kekacauan dalam urusan dalam negeri dan luar negeri, memperparah krisis ekonomi, sosial, dan politik.

Beberapa tokoh senior PKT serta sejumlah jenderal berpangkat tinggi, bersama Zhang Youxia, dikabarkan mengambil langkah tegas untuk melemahkan kekuasaan Xi, khususnya dalam bidang militer.

Penulis artikel tersebut menyimpulkan bahwa kehilangan kendali atas militer berarti Xi juga kehilangan kekuatan untuk menentukan arah kebijakan dalam negeri dan luar negeri, serta kekuasaan dalam pengangkatan pejabat tinggi. 

Statusnya sebagai “inti kepemimpinan” PKT pun lenyap, menjadikannya seorang tokoh yang terisolasi. Kini, Xi yang masih melakukan kegiatan di dalam dan luar negeri hanyalah seorang “aktor” yang menjalankan peran sesuai skenario yang telah ditulis.

Sejak naik ke tampuk kekuasaan pada 2012, Xi Jinping melakukan kompromi dengan faksi Jiang menjelang Kongres Nasional PKT ke-19 pada 2017 demi mempertahankan kekuasaan dan partai. Hal ini menyebabkan politik Tiongkok bergerak tajam ke kiri dan menjerumuskan masyarakat Tiongkok ke dalam bencana besar.

Selama masa pemerintahan Xi, terlalu banyak keputusan besar yang salah dalam bidang dalam negeri dan diplomasi. Ketidakpuasan terhadap Xi meluas ke semua lapisan masyarakat. Saat ini, ekonomi Tiongkok terus memburuk dan faksi dalam elit PKT pun tercerai-berai. Selama beberapa tahun terakhir, banyak loyalis yang dipromosikan oleh Xi di pemerintahan, partai, dan militer telah tersingkir.

Sebelumnya, kebijakan “zero-COVID” selama tiga tahun yang dijalankan langsung oleh Xi merusak ekonomi Tiongkok dan memicu “Revolusi Kertas Kosong.” Rakyat menyerukan slogan politik seperti “Turunkan Partai Komunis” dan “Turunkan Xi Jinping.” Sejak Desember 2024, surat terbuka yang menuntut pengunduran diri Xi terus menyebar luas di internet.

Berbagai tanda menunjukkan bahwa posisi Xi semakin terancam. Pada 2 April 2025, anggota Politbiro dan Menteri Departemen Front Persatuan, Shi Taifeng, dipindahkan menjadi Menteri Departemen Organisasi. Sementara itu, Li Ganjie—yang dikenal sebagai loyalis Xi—dipindahkan dari posisi Menteri Organisasi menjadi Menteri Front Persatuan. Pergeseran ini dianggap sebagai bukti bahwa Xi telah kehilangan kendali atas penempatan pejabat penting.

Pada 14 April, pengamat politik keturunan Tionghoa yang berkewarganegaraan Jepang, Shi Ping, menulis di Modern Finance bahwa setelah rapat rutin politik bulanan PKT pada 31 Maret, terdapat kejanggalan dalam halaman utama People’s Daily pada 1 April. Dalam pemberitaan rapat, muncul lima kali frasa “Komite Sentral Partai,” namun ungkapan khas “Komite Sentral Partai dengan Xi Jinping sebagai inti” tiba-tiba hilang.

Shi Ping menilai, hal ini merupakan sinyal bahwa PKT mulai secara bertahap “menghilangkan sentralitas” Xi melalui perubahan bahasa, dan berupaya menurunkannya dari posisi “inti partai” menjadi hanya salah satu anggota dari kepemimpinan kolektif.

Pada 15 April, seorang pemuda pemberani berusia 27 tahun bernama Mei Shilin di Sichuan, menggantungkan tiga spanduk anti-komunis berukuran besar di atas jembatan dekat Terminal Bus Cha Dian Zi di Chengdu. Isi spanduk antara lain: “Tanpa reformasi sistem politik, tidak akan ada kebangkitan bangsa,” “Rakyat tidak butuh partai yang kekuasaannya tidak terkendali,” dan “Tiongkok tidak perlu diarahkan oleh siapa pun, demokrasi adalah arah yang sesungguhnya.”

Pada 21 dan 23 April, Ho Ching—istri mantan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong—secara mengejutkan membagikan dua artikel kritik terhadap Xi di Facebook. Dalam unggahan keduanya, ia menambahkan foto Xi yang sedang duduk sendiri dengan ekspresi murung, mengenakan masker. Publik menduga kuat ini adalah bentuk sindiran yang menegaskan kabar turunnya pamor Xi.

Sebelumnya, sebuah sumber terpercaya menyebutkan bahwa Xi Jinping mempercayai ramalan, dan sangat khawatir beberapa nubuat kuno Tiongkok tentang kudeta dan pembunuhan politik akan menimpa dirinya, bahkan sampai meramalkan ia akan meninggal dunia saat masih menjabat. (Hui)

Laporan oleh Li Enzhen | Editor: Li Quan – NTDTV.com 

  • Zhongnanhai : Pusat dan Komplek Partai Komunis Tiongkok di Beijing

Kongo dan Niger Kompak ‘Mengkhianati’ Tiongkok—Pertanda Bencana Baru Bagi Beijing?

EtIndonesia. Peta geopolitik investasi global kembali berguncang setelah Pemerintah Kongo secara resmi meninjau ulang perjanjian investasi raksasa senilai 7 miliar dolar AS dengan Tiongkok. Langkah berani ini diiringi pernyataan terbuka pemerintah Kongo bahwa mereka kini mengundang Amerika Serikat untuk turut berinvestasi, sebagai strategi menyeimbangkan dominasi ekonomi dan industri Tiongkok di negara tersebut.

Evaluasi Kritis: Kongo Tuntut Keadilan Ekonomi dari Tiongkok

Menurut laporan eksklusif dari Dabaikan Finance pada 27 Mei 2025, Pemerintah Kongo menyoroti bahwa selama ini proyek-proyek pertambangan dan infrastruktur yang didanai Tiongkok hanya memberikan manfaat besar bagi pihak Tiongkok. Sementara itu, kontribusi ekonomi bagi Kongo dinilai sangat minim—hanya berupa pajak dan sedikit pembagian laba. Akibat ketimpangan ini, Kongo tidak segan-segan menegosiasikan ulang seluruh kontrak dengan Tiongkok dan tengah membuka pintu lebar-lebar untuk investasi Amerika, termasuk di sektor pertambangan strategis seperti tembaga, kobalt, dan emas.

Pejabat Pemerintah Kongo menargetkan, kesepakatan kerja sama baru dengan Amerika bisa tercapai sebelum akhir Juni 2025. Upaya ini juga didorong oleh situasi dalam negeri, di mana pemerintah ingin memperkuat stabilitas ekonomi sekaligus mendukung penyelesaian konflik berdarah di perbatasan Rwanda yang telah berkecamuk selama 30 tahun.

Dominasi Tiongkok di Afrika Mulai Ditantang

Tiongkok selama dua dekade terakhir memang dikenal sebagai investor terbesar di Afrika, terutama dalam pembangunan infrastruktur, energi, dan penguasaan sumber daya mineral. Namun, di balik masifnya aliran dana investasi, negara-negara Afrika, termasuk Kongo, mulai mempertanyakan keadilan dan transparansi perjanjian tersebut.

Kondisi ini diperparah oleh tren deindustrialisasi di Amerika, sehingga sebagian besar hasil tambang dari negara-negara Afrika justru diekspor ke Tiongkok. Data menunjukkan, Tiongkok kini mengimpor hampir 80% komoditas tambang utama dari seluruh dunia. Sikap baru Kongo yang berbalik arah dan mulai berpihak pada Amerika diyakini berpotensi membuat seluruh investasi Tiongkok di negeri itu, senilai 7 miliar dolar AS, hangus begitu saja—sebuah pukulan telak bagi strategi “One Belt One Road” milik Beijing.

Tak heran, kebijakan Kongo ini langsung memicu kecemasan dan kemarahan di kalangan pejabat pemerintah Tiongkok, yang melihat keputusan tersebut sebagai sinyal awal efek domino pergeseran geopolitik di Afrika.

Niger, Tiongkok, dan Potensi Efek Domino di Afrika

Tidak hanya di Kongo, ketegangan serupa kini mengemuka di Niger. Berdasarkan laporan Radio France Internationale, Menteri Perminyakan Niger, Mahaman Moustapha Barke Bako, secara resmi mengirimkan surat kepada CEO perusahaan minyak Tiongkok yang beroperasi di negaranya. Dalam surat itu, Barke Bako menuntut agar seluruh agen, kontraktor, dan penyedia jasa yang bekerja sama dengan Tiongkok segera menghentikan semua operasi dan meninggalkan Niger sebelum akhir bulan.

Langkah tegas ini mengancam investasi Tiongkok senilai 4,6 miliar dolar AS yang sudah digelontorkan ke sektor minyak Niger. Chen Gong, pendiri lembaga riset Anbound di Tiongkok, menyebut di media sosial bahwa dana miliaran dolar tersebut besar kemungkinan tidak akan pernah kembali.

“Jika negara-negara Afrika mulai berani mengambil langkah terang-terangan seperti ini, efek domino akan sulit dihindari. Negara-negara lain bisa saja meniru kebijakan Kongo dan Niger, memaksa Tiongkok keluar dari berbagai proyek strategis,” ujarnya.

Pertanyaan besar pun mengemuka: Akankah militer Tiongkok turun tangan jika aset-aset nasional mereka di Afrika benar-benar dirampas secara masif? Situasi ini menjadi perhatian serius para analis geopolitik dunia.

Amerika Perkuat Sistem Pertahanan di Afrika dan Kutub Utara

Di tengah memanasnya kompetisi investasi di Afrika, Amerika Serikat juga mulai mengambil langkah-langkah strategis di bidang pertahanan dan keamanan. Menurut laporan Defense News, akhir Mei lalu militer Amerika Serikat untuk pertama kalinya mengerahkan sistem rudal pertahanan udara Stinger dan Avenger ke dua kawasan strategis: Arktik (Kutub Utara) dan Tunisia di Afrika.

Latihan Militer Besar di Arktik

Di wilayah Arktik, AS menggelar latihan militer besar-besaran di sekitar perairan Norwegia, yang berfokus pada pengujian pertahanan terhadap serangan drone rendah dan rudal jelajah. Langkah ini secara kasat mata ditujukan untuk menghadapi ancaman dari Rusia, namun para analis percaya bahwa Amerika juga sedang mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan ekspansi strategis Tiongkok di kawasan udara Rusia bagian utara.

Avenger di Afrika: Respons atas Ekspansi Ekonomi Tiongkok

Di Afrika, sistem rudal Avenger Amerika ditempatkan di Tunisia—negara yang kini dianggap strategis dalam menghadapi pengaruh ekonomi dan teknologi Tiongkok di Benua Afrika. Penempatan sistem pertahanan ini dinilai sebagai sinyal tegas bahwa Amerika tidak hanya bersaing di bidang ekonomi, tetapi juga memperkuat posisi militer dan keamanannya untuk mengimbangi dan, jika perlu, membendung penetrasi Tiongkok.

Para pengamat menilai, penempatan sistem pertahanan di dua wilayah vital secara bersamaan merupakan bagian dari skenario besar Amerika untuk menghadapi kemungkinan “benturan kepentingan” global. Langkah ini juga sejalan dengan rencana “Golden Dome” era Trump serta adopsi teknologi baru, seperti drone canggih dan jaringan satelit militer “kill chain”, yang telah diterapkan di kawasan Indo-Pasifik.

Kesimpulan: Peta Baru Persaingan Global di Afrika

Rangkaian peristiwa yang terjadi di Kongo dan Niger menunjukkan bahwa Afrika sedang memasuki babak baru dalam perebutan pengaruh global antara Tiongkok dan Amerika Serikat. Keputusan Kongo yang secara terbuka menantang dominasi Tiongkok, serta langkah tegas Niger terhadap investasi minyak Tiongkok, berpotensi menciptakan efek domino di seluruh Benua Afrika.

Sementara itu, langkah Amerika memperkuat sistem pertahanan di Afrika dan Kutub Utara merupakan sinyal bahwa rivalitas kedua raksasa dunia ini akan semakin sengit, tidak hanya di bidang ekonomi tetapi juga pada aspek keamanan dan militer.

Bagaimana akhir dari drama geopolitik ini? Dunia tengah menunggu babak berikutnya, di mana Afrika bukan lagi sekadar “ladang investasi”, melainkan arena pertarungan utama kepentingan global abad ke-21.

Putin Nyaris Tewas Dibunuh? 46 Drone Ukraina Serang Helikopter Kepresidenan — Media Rusia Ungkap Fakta Mengejutkan

EtIndonesia. Di tengah kritik keras dari Presiden AS, Donald Trump terhadap serangan udara besar-besaran Rusia ke Ukraina, sebuah laporan dari situs televisi Rusia pada 25 Mei mengungkap kabar mengejutkan: Komandan pertahanan udara Rusia, Yuri Dashkin, mengungkap bahwa helikopter yang membawa Presiden Vladimir Putin menjadi target serangan drone berskala besar oleh militer Ukraina saat kunjungannya ke wilayah Kursk awal pekan ini.

Media Rusia: Helikopter Kepresidenan Putin Diserang oleh 46 Drone Ukraina di Dekat Garis Depan

Dalam wawancara eksklusif yang ditayangkan di saluran “Russia-1” pada 25 Mei, Yuri Dashkin menjelaskan bahwa ketika Presiden Putin melakukan kunjungan ke wilayah Kursk, helikopternya berada “tepat di pusat upaya pertahanan melawan serangan drone besar-besaran dari musuh.”

Pada malam 20 Mei waktu setempat, Putin mengunjungi wilayah Kursk dan meninjau lokasi pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir Kursk 2 di Kota Kurchatov. Ini adalah kunjungan pertamanya ke Kursk sejak wilayah tersebut direbut kembali oleh pasukan Rusia dari Ukraina.

Dashkin menjelaskan bahwa selama kunjungan tersebut, Ukraina meluncurkan serangan drone yang disebutnya sebagai “yang belum pernah terjadi sebelumnya.” Dia menyebutkan bahwa pasukan pertahanan udara Rusia berhasil menembak jatuh sebanyak 46 drone bersayap tetap yang diluncurkan oleh Ukraina.

“Pasukan pertahanan udara lokal harus melakukan dua tugas sekaligus: mempertahankan wilayah udara dan menjamin keselamatan helikopter Presiden di langit. Misi ini berhasil dituntaskan. Seluruh drone yang menyerang berhasil dihancurkan,” jelas Dashkin.

Menurut laporan media Rusia pada 25 Mei, tepat di hari yang sama — yang juga disebut sebagai momen krusial dalam negosiasi damai Rusia-Ukraina — pasukan Ukraina dikabarkan meluncurkan serangan drone mendadak terhadap Putin yang berada di dekat garis depan. Saat Putin tengah berdialog dengan pemuda lokal dan baru saja lepas landas dengan helikopter, militer Ukraina secara tiba-tiba mengerahkan drone kamikaze dan melakukan manuver berputar di jalur penerbangan presiden, dengan maksud melakukan serangan langsung terhadap pesawat kepresidenan.

Rusia Menuduh Ukraina Meningkatkan Skala Serangan Drone

Pihak Rusia menuduh bahwa dalam sepekan terakhir, Ukraina telah secara drastis meningkatkan intensitas serangan drone terhadap wilayah dalam negeri Rusia.

Kementerian Luar Negeri Rusia menyatakan bahwa sejak tanggal 20 hingga 23 Mei, pasukan Rusia telah berhasil mencegat sebanyak 764 unit drone Ukraina. Kementerian Pertahanan Rusia juga melaporkan bahwa skala serangan masih sangat tinggi. Pada tanggal 24 dan 25 Mei saja, ratusan drone lainnya berhasil dihancurkan.

Dalam laporan pagi hari tanggal 25 Mei, Kementerian Pertahanan Rusia mengungkap bahwa dari pukul 00:00 hingga 07: 00 waktu setempat, sistem pertahanan udara berhasil mencegat 110 drone Ukraina di berbagai wilayah, termasuk di wilayah Moskow dan Kursk.

Serangan Balasan: Rusia Luncurkan Serangan Udara Terbesar di Akhir Pekan

Pada 24 Mei, pihak Ukraina menuduh bahwa pasukan Rusia telah meluncurkan serangan udara mendadak pada malam 23 Mei hingga dini hari 24 Mei.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengungkapkan bahwa dalam serangan tersebut, Rusia menembakkan hampir 70 rudal, termasuk 14 rudal balistik, serta mengerahkan hampir 300 unit drone.

Militer Ukraina mengklaim berhasil menembak jatuh 245 drone Rusia. Di ibu kota Kiev saja, sistem pertahanan udara Ukraina berhasil mencegat enam rudal.

Disebutkan bahwa Rusia menggunakan jenis rudal “Iskander” dalam serangan kali ini. Rudal ini dikenal dengan kemampuan canggihnya karena dilengkapi sistem pengelabuan radar dan memiliki lintasan terbang yang tidak bisa diprediksi, tidak mengikuti jalur balistik standar, dan mampu bermanuver di udara.

Selain Kiev, pabrik penerbangan Antonov yang terletak di dekat ibu kota, serta sebuah kapal kargo militer dan gudang logistik, turut menjadi sasaran serangan brutal dari pasukan Rusia.(jhn/yn)

Tak Mau Jadi “Pembunuh Tanaman”? Pakar Berkebun Ajarkan Cara Menghindari 6 Kesalahan Umum

EtIndonesia. Merawat tanaman adalah aktivitas yang menyenangkan—tanaman yang tumbuh subur tidak hanya mempercantik lingkungan, tetapi juga menyegarkan hati. Namun, sebagian orang merasa bahwa merawat tanaman itu sulit. Tanaman mudah mati, dan akhirnya yang tersisa hanya rasa frustasi. Padahal, situasi ini bisa dihindari jika memahami beberapa pengetahuan dasar dalam berkebun.

Majalah Real Simple melaporkan bahwa menurut para ahli taman, penyebab utama kegagalan merawat tanaman biasanya berasal dari 6 kesalahan umum berikut, beserta cara untuk menghindarinya:

1. Memilih Tanaman yang Salah

Jika Anda ingin menanam bunga hortensia yang mekar indah di taman, tapi Anda sering bepergian selama 3–4 minggu dalam sebulan, maka impian itu mungkin tidak realistis.

Dr. Amy Enfield, ahli taman senior dari ScottsMiracle-Gro, mengatakan bahwa terkadang orang memilih tanaman yang tidak sesuai dengan gaya hidup dan lingkungan tempat tinggal mereka.
“Sebelum membeli tanaman, pikirkan berapa banyak waktu yang bisa Anda luangkan untuk merawatnya, serta perhatikan suhu, pencahayaan, dan kelembaban di rumah Anda.”

Untuk pemula, disarankan memilih tanaman yang mudah dirawat seperti lidah mertua, sirih gading, atau pothos.

2. Menggunakan Pot yang Salah

Dr. Enfield menyebutkan bahwa kesalahan umum dalam menanam tanaman dalam pot adalah menggunakan media tanah yang tidak sesuai, serta pot yang terlalu besar atau terlalu kecil.

Ia menyarankan untuk menggunakan pot yang diameternya hanya lebih besar 1–2 inci dari pot sebelumnya.

 “Misalnya, jika Anda membeli tanaman dalam pot 4 inci, maka gunakan pot berdiameter 5–6 inci.”

Jika pot dekoratif yang dibeli tidak memiliki lubang drainase, maka sebaiknya pindahkan tanaman ke dalam pot pembibitan, dan setiap kali menyiram, keluarkan tanaman dari pot dekoratif agar air berlebih bisa mengalir keluar.

3. Tidak Mengganti Pot

Tidak mengganti pot juga merupakan kesalahan umum. Seiring pertumbuhan tanaman, akar akan semakin padat dan sulit menyerap air dan nutrisi secara optimal.

Ciri-ciri tanaman yang butuh ganti pot: akar mulai tumbuh keluar dari lubang pot, tanaman tumbuh lambat, layu terus-menerus, atau air langsung mengalir keluar karena tanah terlalu padat.

Untuk sebagian besar tanaman dalam ruangan, ganti pot setiap 1–2 tahun sekali.

 “Waktu terbaik untuk mengganti pot adalah musim semi hingga awal musim panas, saat tanaman tumbuh paling cepat,” ujar Enfield.

4. Penyiraman Tidak Tepat

Penyiraman yang berlebihan adalah pembunuh utama tanaman dalam ruangan. Terkadang pemilik tanaman terlalu perhatian hingga menyiram terlalu sering.

Jika hal ini terjadi, biarkan tanah benar-benar kering dahulu. Jika tanaman sudah terlanjur layu, periksa akarnya—jika sudah busuk, potong bagian yang rusak dan ganti dengan tanah baru.

Sebaliknya, kekurangan air juga menjadi masalah umum. Tanaman bisa layu, ujung daun menguning, dan pertumbuhannya terganggu.
Saat menyiram, pastikan air mengalir hingga keluar dari lubang pot.

Jika tanah sudah sangat kering, Anda bisa merendam dasar pot dalam nampan berisi air selama maksimal satu jam, agar tanah menyerap air melalui lubang bawah.

5. Mengabaikan Kebutuhan Cahaya

Enfield menekankan bahwa banyak pemilik tanaman lupa memperhatikan kebutuhan cahaya tanaman.

 “Tanaman yang disebut tahan cahaya rendah bukan berarti bisa hidup tanpa cahaya sama sekali. Cahaya matahari langsung bisa membakar daun banyak tanaman dalam ruangan.”

Ia menyarankan untuk mempelajari kebutuhan cahaya tiap tanaman—apakah butuh cahaya langsung terang, cahaya terang tidak langsung, cahaya sedang, atau cahaya rendah.

6. Lupa Memberi Pupuk

Melupakan pemupukan adalah kesalahan besar, terutama untuk tanaman dalam pot, karena nutrisi di tanah terbatas dan perlu diisi ulang secara rutin.

 “Setiap musim semi, saya menambahkan kompos organik ke bedeng sayuran. Untuk tanaman dalam ruangan, saya memberi pupuk cair setiap dua bulan sekali, dicampur dengan air,” lata Kessler, seorang penggemar tanaman. 

Bagi yang sering lupa memberi pupuk, ia menyarankan menggunakan pupuk butiran yang larut perlahan dan bertahan lebih lama. (Hui)

Laporan oleh: Jin Jing – NTD

Misteri Bola Logam yang Jatuh di Kolombia: Jauh Melampaui Tingkat Teknologi Manusia Saat Ini 

EtIndonesia. Apakah kamu percaya pada keberadaan alien dan UFO? Dari jejak lingkaran tanaman yang misterius, citra kabur benda terbang di langit, hingga laporan penampakan di berbagai belahan dunia, keberadaan objek terbang tak dikenal (UFO) dan kemungkinan adanya peradaban luar bumi terus menjadi daya tarik global selama bertahun-tahun.

Baru-baru ini, sebuah bola logam misterius jatuh di dekat kota kecil Buga di Kolombia. Bola logam ini menarik perhatian luas karena permukaannya dihiasi dengan pola ukiran artistik yang tidak biasa. Peristiwa tersebut memicu kehebohan di kalangan warga setempat dan kembali memanaskan perdebatan global soal UFO dan kehidupan luar angkasa.

Bola Logam Misterius dengan Ukiran Simbol Kuno

Menurut laporan akun media sosial @Truthpolex, pada 2 Maret 2025, beberapa warga menyaksikan sebuah bola logam terbang tidak stabil di langit sebelum akhirnya jatuh ke tanah. Bola logam tersebut memiliki berat sekitar 2 kilogram. Warga yang menemukan bola ini melaporkan bahwa benda tersebut terasa sangat dingin saat disentuh, berbeda dengan logam biasa yang telah lama berada di luar ruangan.

Pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan bahwa bola tersebut memiliki struktur tiga lapis kulit luar tanpa sambungan las, dan di bagian dalamnya terdapat 18 bola kecil yang mengelilingi sebuah inti pusat. Dr. José Luis Velásquez, seorang ahli radiologi yang ikut memeriksa benda tersebut, menyatakan bahwa teknik pembuatan logam tanpa sambungan seperti ini “jauh melampaui kemampuan manufaktur manusia saat ini.”

Yang membuat bola ini semakin menarik perhatian adalah keberadaan simbol-simbol misterius di permukaannya, mirip dengan huruf-huruf rune Nordik kuno serta simbol-simbol dari peradaban Mesopotamia. 

Beberapa peneliti mencoba menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk mengurai makna simbol-simbol tersebut, dan mengklaim bahwa simbol-simbol ini mengandung pesan tentang “asal-usul kehidupan, siklus energi, dan transformasi kesadaran kolektif.” Bahkan, sebagian pihak menganggapnya sebagai bentuk peringatan terhadap krisis lingkungan global yang tengah dihadapi Bumi.

Di Balik Kehebohan, Muncul Juga Suara Skeptis

Meski penemuan ini menimbulkan decak kagum, banyak pihak juga menyuarakan keraguan. Dr. Julia Mossbridge, fisikawan dari University of San Diego sekaligus pendiri Institute for Love and Time, menyatakan bahwa bola tersebut bisa jadi hanyalah karya seni yang dibuat dengan sangat teliti, bukan artefak dari peradaban luar angkasa. Dia menekankan pentingnya bersikap skeptis dan tidak langsung menyimpulkan asal-usul benda tersebut tanpa bukti ilmiah yang kuat.

Faktanya, sejumlah organisasi seperti Proyek Galileo dan Aliansi Ilmiah untuk Studi Fenomena Udara Tak Terjelaskan (UAP) tengah berupaya meneliti kasus-kasus semacam ini dengan metode ilmiah yang ketat. Mereka berusaha mencari titik temu antara skeptisisme dan keyakinan untuk mengungkap kebenaran di balik fenomena misterius ini.

Pengingat dari Masa Lalu: Kasus “Mumi Alien” di Peru

Penemuan bola logam ini mengingatkan publik pada kasus “mumi alien” yang dipamerkan di Kongres Meksiko setahun lalu. Saat itu, dua jasad humanoid kecil diklaim sebagai makhluk luar angkasa berusia ribuan tahun. Namun, setelah dilakukan penelitian ilmiah selama tiga bulan, para ahli menemukan bahwa jasad-jasad tersebut sebenarnya adalah rakitan tulang manusia dan hewan yang dilapisi bahan khusus, lalu disusun sedemikian rupa agar terlihat seperti fosil kuno.

Karena adanya kasus-kasus rekayasa semacam itu di masa lalu, tidak mengherankan jika masyarakat kini lebih berhati-hati dalam merespons insiden bola logam misterius di Kolombia. Meski hingga kini belum ada kesimpulan resmi, struktur bola yang sangat aneh dan adanya ukiran menyerupai simbol kuno membuat sebagian orang tetap yakin bahwa benda ini kemungkinan merupakan bukti keberadaan teknologi non-Bumi.

Pentagon: Belum Ada Bukti Kontak dengan Alien

Pada tahun 2024 lalu, Pentagon dalam laporan resminya menyatakan bahwa hingga saat ini belum ditemukan bukti yang meyakinkan bahwa manusia pernah melakukan kontak dengan kehidupan luar angkasa. Untuk itu, Departemen Pertahanan AS mendirikan All-domain Anomaly Resolution Office (AARO), sebuah lembaga khusus yang bertugas mengumpulkan dan menyelidiki data terkait fenomena tak dikenal, termasuk UFO dan UAP (fenomena udara tak dikenal). Tujuannya adalah mencari penjelasan ilmiah yang dapat dipercaya atas berbagai misteri luar angkasa yang masih belum terpecahkan.(jhn/yn)

Menolong Orang Lain Ternyata Menyelamatkan Diri Sendiri — Kisahku di Malam Tragedi Tiananmen “6 Juni”

0

EtIndonesia. “Anak laki-laki itu mengangkat segumpal pakaian yang berlumuran darah dan berkata, ‘Ini semua darah.’ Aku terdiam tak bisa berkata-kata. Meski sepuluh hari sebelumnya aku sudah melihat tentara dan tank di pinggiran Beijing, aku tetap tak bisa membayangkan bahwa militer benar-benar menembaki rakyat sipil.”

Saat itu, gadis di sampingnya dengan penuh emosi menceritakan: “Tadi malam tank-tank masuk ke lapangan, tentara menembaki orang-orang. Kami tak tahu berapa banyak yang tewas.” 

Aku tak bisa mendengar lagi kelanjutan cerita mereka, tubuhku seperti membeku. Tanpa sadar aku kembali ke kamar dan jatuh terduduk di kursi.

Sejak kecil aku selalu diajari bahwa Partai dan pemerintah adalah pelayan rakyat. Bahkan peristiwa Tiananmen pada bulan April dulu pun dijelaskan sebagai perbuatan jahat “Kelompok Empat”. Partai tetap disebut “agung, mulia, dan benar”. Tapi saat itu, aku—mahasiswa baru yang baru menginjak dunia kampus—dilanda ketakutan luar biasa: apakah selama ini aku telah dibohongi?

Ketika kesadaran kembali, seluruh punggungku terasa dingin. Kupikir, seandainya tadi malam aku tidak pulang karena terlalu lelah, mungkin aku telah menemui ajal. Hidup dalam masa damai, kami para pemuda tidak pernah menyangka bahwa kematian bisa sedekat itu.

Malam Itu: Niat Membantu yang Tanpa Sadar Menyelamatkan Nyawaku

Tanggal 3 Juni 1989, mahasiswa di kampus Tsinghua sudah hampir habis. Sahabat dekatku, Dou Dou, hendak pulang ke rumah malam itu naik kereta. Tapi transportasi umum telah dihentikan; bus tidak beroperasi, dan jalur metro hanya berfungsi sebagian. Jalanan sepi dari manusia maupun kendaraan. Tak tahu di mana bisa dapat taksi.

Aku memutuskan saat itu juga untuk mengantarnya naik sepeda ke Stasiun Qianmen agar dia bisa naik metro ke stasiun kereta. Setelah itu aku berencana menginap di Lapangan Tiananmen. Aku memang terbiasa berkeliling Beijing naik sepeda karena tak suka berdesakan. Membawa Dou Dou yang bertubuh mungil juga terasa bukan masalah.

Setelah makan malam, kami mengobrol sepanjang jalan dan akhirnya tiba di Qianmen. Setelah menurunkannya, aku langsung melanjutkan perjalanan ke lapangan. Langit sudah gelap, dan jumlah orang serta tenda di lapangan jauh berkurang. Banyak mahasiswa sudah pulang. Pengeras suara mengumumkan kabar darurat militer.

Aku berjalan sebentar di lapangan dan merasa kakiku mulai lelah. Meski Dou Dou hanya seberat 40 kg, bersepeda lebih dari satu jam tetap melelahkan. Setelah menyelesaikan “misi”, tubuhku benar-benar terasa lunglai. Lapangan tampak cukup tenang malam itu. Aku pun berpikir untuk pulang ke kampus dan kembali keesokan pagi.

Sepeda kugowes pelan-pelan kembali ke asrama. Gedung asrama perempuan hampir kosong dan sangat sunyi. Di kamar, hanya ada aku seorang. Setelah mencuci muka, aku naik ke tempat tidur dan langsung tertidur lelap.

Jeritan Tengah Malam: “Jangan Tidur! Ada Pembunuhan!”

Dalam tidurku yang nyenyak, tiba-tiba terdengar suara perempuan menjerit: “Jangan tidur! Ada pembunuhan!” 

Awalnya kukira itu hanya mimpi, tapi suara jeritan terus terdengar. Aku akhirnya tersadar dan melompat turun dari ranjang tingkat. Koridor asrama panjang dan semua kamar terhubung satu sama lain.

Saat keluar kamar, beberapa gadis lain yang juga masih mengenakan piyama berjalan keluar dengan wajah mengantuk. Di tengah koridor berdiri sepasang mahasiswa, laki-laki dan perempuan, wajah mereka tampak sangat lelah—jelas mereka baru kembali dari Tiananmen.

Gadis itu dengan penuh semangat berkata: “Tadi malam tank-tank masuk ke lapangan. Tentara melepaskan tembakan. Kami tidak tahu berapa banyak yang tewas.” Anak laki-laki itu mengangkat seonggok pakaian yang basah darah dan berkata: “Ini semua darah.”

Aku membeku. Meski aku sendiri pernah melihat tentara dan tank di pinggiran Kota Beijing, aku masih tidak bisa percaya bahwa tentara benar-benar menembaki rakyat. Mereka terus bercerita, tetapi aku sudah tidak bisa mendengar apa pun. Aku kembali ke kamar dan jatuh terduduk di kursi.

Tak Ada Lagi Kata “Agung dan Mulia” di Hatiku

Sejak kecil, kami diajari bahwa Partai itu mulia, bahwa pemerintah mencintai rakyat. Peristiwa Tiananmen di bulan April pun dulu kami pikir hanyalah ulah para penghianat. Tapi malam itu, semua bayangan “kejayaan” itu runtuh dalam sekejap.

Aku mulai menyadari bahwa selama ini mungkin aku hanya hidup dalam kebohongan. Ketika akhirnya aku sadar sepenuhnya, aku merasa punggungku sedingin es. Kalau saja aku tak terlalu lelah malam itu dan memilih tetap di lapangan, mungkin aku tak akan bisa menceritakan kisah ini hari ini.

Hari-Hari Setelah Tragedi

Pada siang hari tanggal 4 Juni, versi resmi pemerintah menyatakan bahwa militer telah “membersihkan lapangan” dan “memadamkan kerusuhan kontra-revolusioner.” Dosen-dosen kami tak berkata apa pun, hanya memberi tahu bahwa pihak fakultas akan menyediakan mobil untuk membawa kami—mahasiswa dari luar kota—ke stasiun kereta secepatnya.

Pagi hari tanggal 6 Juni, aku dan empat mahasiswa lainnya naik mobil minibus kampus menuju Stasiun Metro Yonghegong. Katanya, hanya di situ metro masih beroperasi. Jalanan benar-benar sunyi, hanya mobil kami yang melintas.

Aku merasa gelisah, seakan belum sepenuhnya menyadari bahwa kami sedang “melarikan diri dari kematian”. Di tengah perjalanan, tiba-tiba terdengar suara seperti petasan. Seseorang di dalam mobil berteriak: “Itu suara tembakan!”

Sopir tidak berkata apa-apa. Dia langsung memutar balik arah dan mencari jalan lain. Di kejauhan terdengar lagi satu-dua letusan, lalu kembali senyap seperti mati. Suara tembakan itu membangunkanku dari semua penyangkalan: tragedi Tiananmen memang benar-benar terjadi.(jhn/yn)

PKT Tingkatkan Infiltrasi ke Luar Negeri, Gunakan Media Sosial untuk Pengaruhi Amerika Serikat

Selama bertahun-tahun, Partai Komunis Tiongkok (PKT)  menggunakan “pasukan lima mao” dan propaganda luar negeri untuk mempengaruhi komunitas Tionghoa di luar negeri melalui YouTube. Baru-baru ini, pengaruh tersebut bahkan mulai merambah ke ranah budaya berbahasa Inggris. 

Para komentator menilai bahwa PKT memanfaatkan kebebasan berbicara dan celah hukum di Amerika Serikat untuk menyusup, mengganggu, dan menyerang kelompok-kelompok seperti Falun Gong, aktivis demokrasi Tiongkok, pendukung Taiwan, dan masyarakat Tibet. Tujuan akhirnya adalah mengguncang tatanan dunia bebas dan memperluas penindasan hingga ke luar negeri

EtIndonesia.  Selama bertahun-tahun, PKT aktif di platform YouTube, membentuk sistem propaganda luar negeri dengan bantuan “pasukan lima mao” untuk mempengaruhi komunitas Tionghoa di luar negeri.

Zhou Ziding, pembawa acara program militer terkenal di YouTube “Exploration Time”:
“Strategi front persatuan PKT dimulai sejak masa perang saudara antara Nasionalis dan Komunis. Saat itu banyak intelektual diundang ke Yan’an oleh PKT. Beberapa disuap dengan uang, yang lain secara diam-diam bekerja untuk PKT. Sistem front persatuannya memiliki berbagai tingkatan, dan pola ini tetap digunakan hingga sekarang.”

Kini, PKT telah memperluas pengaruhnya ke wilayah berbahasa Inggris di YouTube, menyusup ke budaya berbahasa Inggris, menyebarkan kebohongan, dan mempromosikan propaganda mereka secara global. Para ahli menyebut bahwa upaya propaganda PKT untuk mempengaruhi masyarakat Amerika telah menjadi “semakin kompleks dan berbahaya.”

Zhou Ziding melanjutkan:  “Secara keseluruhan, perang propaganda besar-besaran oleh PKT ini telah menjadi kebijakan konsisten selama beberapa dekade. Hanya saja, dalam konteks meningkatnya ketegangan antara Tiongkok dan Barat, propaganda ini akan semakin intens dan menjadi isu utama dalam hubungan Tiongkok-Amerika di masa depan.”

YouTuber terkenal Tim Pool pernah mengungkap bahwa PKT menggelontorkan uang besar untuk menyuap influencer internasional dan media Barat, agar menyerang Falun Gong dan Shen Yun Performing Arts di dunia maya.

Tim Pool:  “Waktu itu mereka menawarkan saya 200 dolar untuk mengunggah video seorang pria kulit putih yang mengkritik Falun Gong di saluran saya. Saya langsung menolaknya tanpa ragu, tapi banyak orang yang menerima tawaran semacam itu.”

Selain menekan kelompok kepercayaan Falun Gong, di media sosial AS PKT juga gencar menyebarkan fitnah terhadap aktivis demokrasi Tiongkok, pendukung Taiwan, serta aktivis Tibet dan Uighur.

Pengamat politik Lan Shu:  “Amerika Serikat adalah pemimpin dunia bebas Barat, dan kebijakannya terhadap Tiongkok sangat berpengaruh terhadap arah kebijakan negara-negara Barat lainnya. Maka dari itu, PKT sangat agresif dalam mencemarkan, merusak, dan menyusupi semua kelompok oposisi di wilayah AS.”

Mark, blogger militer Amerika terkenal, mengatakan:  “Karena PKT telah melanggar hak asasi manusia dan melakukan berbagai tindakan tidak manusiawi, termasuk subsidi ekonomi tidak adil dan ekspansi ekonomi yang bersifat perampasan, hal ini telah banyak diungkap oleh media Barat. Masyarakat Barat sangat muak, termasuk kasus pencurian organ dan transplantasi paksa. Ini semakin membuka mata dunia bahwa PKT adalah organisasi jahat. Dalam situasi ini, PKT berusaha membalikkan citra buruk tersebut.”

Namun, sebagian besar konten propaganda berbahasa Inggris di YouTube yang mendukung PKT tidak mengungkap bahwa sumbernya berasal dari pemerintah PKT.

YouTuber Taiwan terkenal, “Ba Jiong”, tahun lalu bekerja sama dengan pihak lain memproduksi film dokumenter tentang bagaimana PKT menyusup melalui media sosial. Film ini menimbulkan dampak besar di Taiwan. Dalam wawancara dengan Epoch Times Taiwan, Ba Jiong menyatakan bahwa semua orang harus bangkit untuk mengungkap infiltrasi dan agenda propaganda PKT. (Hui)

Laporan oleh Tang Rui, wartawan NTD

Putin Serukan Pembatasan Terhadap Microsoft, Jerman, Inggris, Prancis dan AS Cabut Larangan Bantuan Rudal ke Ukraina

  • Perkembangan terbaru dalam konflik Rusia-Ukraina: Rusia meluncurkan serangan drone terbesar dalam sejarah terhadap Ukraina. Presiden AS Donald Trump mengecam keras serangan tersebut sebagai tindakan gila yang mengorbankan nyawa. Namun pada  Senin (26 Mei), Presiden Rusia Vladimir Putin justru menyerukan pembatasan operasi perangkat lunak Barat seperti Microsoft. 
  • Kanselir Jerman Friedrich Merz menyatakan bahwa negara-negara Barat telah mencabut pembatasan jarak tembak untuk senjata bantuan ke Ukraina, yang kini diperbolehkan menyerang target militer di dalam wilayah Rusia. 
  • Media AS melaporkan bahwa Presiden Trump tengah mempertimbangkan untuk menjatuhkan sanksi baru terhadap Rusia, kemungkinan secepatnya minggu ini.

EtIndonesia. Perang antara Rusia dan Ukraina terus berlanjut, kini hubungan antara Rusia dan negara-negara Barat semakin memburuk. Pada 26 Mei, Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan bahwa operasi perangkat lunak Barat seperti Microsoft dan Zoom seharusnya dibatasi di Rusia, karena menurutnya perusahaan-perusahaan tersebut merugikan kepentingan nasional Rusia.

 “Kita seharusnya membatasi mereka. Saya sepenuhnya setuju dan saya tidak malu mengatakannya, karena mereka mencoba membatasi kita, maka kita harus membalas mereka. Sesederhana itu,” kata presiden Rusia Vladimir Putin pada 26 Mei 2025. 

Di sisi lain, negara-negara Eropa mulai meningkatkan dukungannya terhadap Ukraina. Dalam sebuah wawancara, Kanselir Jerman Friedrich Merz menegaskan bahwa kini tidak ada lagi batasan jarak tembak untuk senjata bantuan ke Ukraina. Dengan demikian, Ukraina dapat melakukan serangan jarak jauh ke target-target militer di dalam wilayah Rusia.


“Sekarang, tidak ada lagi batasan jarak tembak untuk senjata. Apa yang kami berikan kepada Ukraina—baik dari Inggris, Prancis, Jerman, maupun Amerika Serikat—tidak lagi memiliki batasan. Ini berarti Ukraina kini dapat mempertahankan diri, misalnya dengan menyerang fasilitas militer di dalam wilayah Rusia,” ujar Kanselir Jerman Friedrich Merz pada 26 Mei 2025. 

Pernyataan Merz kembali memunculkan perhatian publik terhadap kemungkinan Jerman akan menyediakan rudal jelajah Taurus yang memiliki jangkauan hingga 500 kilometer kepada Ukraina. 

Sebelum menjabat sebagai Kanselir, Merz pernah beberapa kali menyatakan kesediaannya untuk mengirimkan rudal Taurus. Namun sejak pecahnya perang, parlemen Jerman belum mencapai kesepakatan mengenai isu ini, dan hingga kini belum berhasil meloloskan paket bantuan tersebut. (Hui)

Laporan oleh Zhang Kexin dan Li Yihong, NTD Asia Pasifik

Longsor Besar Permafrost di Pegunungan Alpen Swiss, 300 Warga Dievakuasi Darurat

Kanton Valais di Swiss dikenal sebagai destinasi wisata terkenal. Pada 19–20 Mei 2025, terjadi longsoran besar berupa batuan dan permafrost (tanah beku permanen) di desa Blatten, Lembah Lötschental. Peristiwa ini mempercepat pergerakan gletser. Beruntung, seluruh 300 penduduk desa beserta ternak seperti sapi berhasil dievakuasi tanpa adanya korban jiwa.

EtIndonesia. Ketidakseimbangan kondisi tanah dan air melanda di daerah pegunungan Swiss yang membuat fenomena longsor besar semakin sering terjadi.  Ini  menjadi berita umum di Pegunungan Alpen dalam beberapa tahun terakhir. 

Penyebab awal bencana kali ini diduga karena kenaikan suhu yang mencairkan batuan dan tanah yang membeku secara permanen selama bertahun-tahun. Ketika daya ikat antar lapisan batu melemah, terjadilah longsoran besar, diperkirakan sekitar 1,5 juta meter kubik batuan meluncur ke bawah.

Batuan yang longsor tersebut jatuh ke Gletser Unterer Birch, mempercepat pergerakan gletser. Saat ini, gletser tersebut meluncur ke bawah dengan kecepatan sekitar 4,5 meter per hari, menyebabkan aliran lumpur dan batu di sekitar desa Blatten dan memaksa evakuasi total desa.

Situasi hingga hari ini masih genting. Gletser terus mengalami tekanan dan dapat runtuh sewaktu-waktu. Para ahli geologi dan tim penyelamat bencana alam sedang memantau situasi dengan ketat. 

 “Semua warga ingin pulang, tetapi kami hanya bisa kembali ke rumah jika ada jaminan keamanan yang diawasi oleh teknologi,” ujar Kepala Desa Blatten mengatakan kepada stasiun radio dan televisi Swiss pada 25 Mei. 

Dalam proses evakuasi darurat, rekaman pemindahan sapi-sapi Alpen menggunakan helikopter menjadi sorotan utama di pemberitaan. 

Sistem pemantauan dan peringatan dini bencana alam di pegunungan Swiss merupakan hasil kerja sama antara pemerintah, industri, dan akademisi. Keberhasilan evakuasi tepat waktu warga desa kali ini berkat sistem peringatan dini yang berfungsi dengan baik. 

 “Menghadapi bencana alam yang semakin tak terduga, sistem pemantauan berbasis teknologi harus terus ditingkatkan,” ujar seorang insinyur sistem kepada stasiun televisi Swiss. (Hui/asr)

Dikutip dari Kantor Berita Sentral/Central News Agency

Melebihi Ambang Batas Hampir 8 Kali Lipat, Prancis Sita Mainan Boneka Impor dari Tiongkok yang Mengandung Racun

EtIndonesia. Bea Cukai Prancis wilayah Marseille pada hari Senin (26/5) mengumumkan bahwa mereka telah menyita sekitar 6.000 boneka mainan berbentuk domba impor dari Tiongkok. Boneka berbulu halus tersebut diketahui mengandung kadar logam berat berbahaya yang jauh melebihi batas aman yang ditetapkan Uni Eropa, sehingga dianggap berisiko terhadap kesehatan anak-anak.

Dalam pernyataan resminya, pihak bea cukai menjelaskan bahwa boneka-boneka ini sedianya akan dikirim ke sebuah perusahaan grosir mainan di wilayah Pyrénées-Atlantiques, Prancis, untuk kemudian didistribusikan lebih lanjut. Namun hasil pengujian menunjukkan bahwa mainan tersebut “sebenarnya mengandung risiko nyata terhadap kesehatan anak-anak.”

Kadar Logam Beracun Melebihi Batas Aman Uni Eropa

Insiden ini terjadi pada akhir Februari 2025 di kantor bea cukai Fos-sur-Mer, wilayah Bouches-du-Rhône. Saat melakukan pemeriksaan rutin terhadap sebuah kontainer, petugas bea cukai mencurigai adanya ketidaksesuaian terhadap peraturan keselamatan. Pemeriksaan fisik lanjutan serta uji laboratorium pun segera dilakukan.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa label tekstil pada boneka-boneka tersebut mengandung kromium heksavalen (Chrome VI) dalam kadar yang sangat tinggi—yakni hampir 8 kali lipat dari ambang batas maksimum yang diperbolehkan oleh regulasi Uni Eropa.

Kromium VI: Racun Karsinogenik yang Sangat Berbahaya

Bea Cukai Prancis menekankan bahwa kromium VI merupakan logam berat yang sangat beracun. Zat ini diketahui memiliki sifat karsinogenik (menyebabkan kanker), mutagenik (menyebabkan mutasi genetik), serta toksik terhadap sistem reproduksi. Anak-anak yang cenderung memasukkan mainan ke dalam mulut saat bermain menjadi kelompok yang paling rentan terhadap paparan zat ini.

Atas temuan ini, pihak berwenang memutuskan untuk menyita dan memusnahkan seluruh mainan tersebut guna mencegah dampak yang lebih luas terhadap masyarakat.

Fenomena Mainan Impor Berbahaya Terus Terjadi

Menurut statistik dari Bea Cukai Prancis, selama tahun 2024 saja, total 5,75 juta unit mainan, permainan, dan perlengkapan olahraga telah disita di seluruh Prancis. Sebagian besar penyitaan dilakukan karena alasan keselamatan produk, pemalsuan label, atau ketidaksesuaian dengan peraturan Uni Eropa.

Kasus ini sekali lagi menyoroti perlunya pengawasan ketat terhadap produk impor, khususnya yang ditujukan bagi anak-anak, serta urgensi transparansi dalam rantai distribusi global.(jhn/yn)