EtIndonesia. Dunia internasional dikejutkan oleh dua peristiwa besar yang terjadi dalam kurun waktu dua hari terakhir di panggung konflik Rusia-Ukraina. Pada 1 Juni, Ukraina melancarkan serangan drone terbesar sepanjang sejarah konflik ini, yang menghancurkan sekitar sepertiga armada pesawat pengebom strategis Rusia dalam satu malam. Hanya berselang sehari, pada 2 Juni, putaran kedua negosiasi damai Rusia-Ukraina di Istanbul berlangsung sangat singkat dan berakhir tanpa kemajuan berarti, mempertegas betapa rapuhnya harapan akan perdamaian di tengah eskalasi militer yang kian brutal.
Serangan Drone Masif: “Pearl Harbor” Versi Rusia
Pada tanggal 1 Juni, tepat sehari sebelum digelarnya perundingan, militer Ukraina melakukan sebuah operasi militer yang benar-benar mengejutkan militer Rusia dan pengamat dunia. Dalam satu malam, tidak kurang dari 117 unit drone tempur Ukraina terkoordinasi untuk menyerang lima pangkalan udara utama Rusia yang tersebar di lima provinsi, termasuk wilayah terpencil Siberia. Hasilnya: 41 pesawat pengebom strategis milik Rusia hancur, dan kerugian diperkirakan mencapai 7 miliar dolar AS.
Serangan ini langsung dijuluki media-media Rusia sebagai “Pearl Harbor versi Rusia,” menegaskan skala dan dampak besar dari operasi yang melumpuhkan sekitar 34% kekuatan peluncur rudal strategis Angkatan Udara Rusia hanya dalam semalam.
Teknologi, Infiltrasi, dan Keberanian Ukraina
Keberhasilan serangan ini bukan hanya karena kecanggihan teknologi drone, tetapi juga hasil dari operasi infiltrasi yang sangat terencana dan berani. Menurut informasi yang didapatkan dari berbagai sumber intelijen, agen-agen Ukraina telah menyusup jauh ke dalam wilayah Rusia, termasuk ke daerah-daerah yang selama ini dianggap mustahil dijangkau oleh musuh.
Para agen Ukraina mengendarai truk kayu yang telah dimodifikasi secara khusus, menyembunyikan drone serta persenjataan di dalamnya. Mereka berhasil membawa kendaraan ini ke dekat pangkalan-pangkalan militer yang menjadi target. Setelah memastikan posisi strategis, para agen ini segera mundur dan mengoperasikan drone dari jarak jauh, menghindari deteksi radar dan sistem keamanan Rusia yang terkenal ketat.
Lebih mengejutkan lagi, operasi ini membuktikan bahwa alat-alat tempur berteknologi relatif murah seperti drone bisa menembus sistem pertahanan paling inti dan mahal sekalipun milik Rusia. Ini menjadi bukti nyata bahwa paradigma peperangan modern benar-benar telah berubah.
Reaksi Dunia: Peringatan dari AS dan Krisis Negosiasi
Pada 30 Mei, sebelum terjadinya serangan besar tersebut, Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy mengadakan pertemuan penting di Kyiv dengan dua senator senior Amerika Serikat, yakni Lindsey Graham (Republik) dan Richard Blumenthal (Demokrat). Dalam pertemuan itu, kedua senator memperingatkan bahwa Presiden Rusia, Vladimir Putin tengah mempersiapkan “perang besar” dengan berlindung di balik ancaman penggunaan senjata nuklir.
Mereka mendorong agar sanksi terhadap Rusia diperketat dan seluruh jalur keuangan global yang bisa dimanfaatkan Rusia segera diputus. Menurut kedua senator tersebut, dua pekan ke depan akan menjadi periode paling kritis dalam perang Rusia-Ukraina, dan serangan udara Ukraina yang terjadi sehari kemudian membuktikan betapa tingginya tensi konflik yang sedang berlangsung.
Negosiasi Damai di Tengah Api
Meskipun begitu, upaya diplomasi tetap berjalan. Pada 2 Juni, delegasi Rusia dan Ukraina bertemu dalam putaran kedua negosiasi damai di Istanbul, Turki. Namun, harapan dunia terhadap perdamaian pupus setelah pertemuan hanya berlangsung satu jam dan tidak menghasilkan terobosan apa pun.
Ketua delegasi Rusia, Mikhail Medinsky, menyampaikan bahwa Rusia menawarkan gencatan senjata terbatas selama 2–3 hari di beberapa sektor garis depan dan mengusulkan pertukaran tawanan perang yang masih muda atau menderita luka berat. Ukraina, di sisi lain, mengusulkan agar pertemuan lanjutan kembali digelar pada akhir bulan, tanpa menerima atau menolak secara tegas usulan Rusia.
Ketegangan di meja perundingan semakin terasa setelah serangan drone masif itu, yang secara simbolis dan strategis menunjukkan perubahan peta kekuatan di lapangan.
Implikasi Strategis: Dunia Menuju Titik Kritis
Serangan besar-besaran ini memiliki implikasi yang sangat serius, tidak hanya bagi militer Rusia, tetapi juga dalam konteks geopolitik global. Hancurnya puluhan pesawat pengebom strategis yang selama ini menjadi tulang punggung sistem pertahanan dan ancaman nuklir Rusia, telah mengguncang keseimbangan militer kawasan. Serangan ini juga memberikan pesan keras kepada dunia bahwa Ukraina, dengan dukungan Barat, mampu melakukan operasi ofensif berskala besar jauh ke jantung wilayah musuh.
Lebih dari itu, aksi infiltrasi dan keberhasilan serangan tersebut menunjukkan bahwa kekuatan militer konvensional Rusia yang selama ini dianggap “tak tertembus”, ternyata rapuh menghadapi strategi perang asimetris dan teknologi modern.
Penutup: Dunia di Persimpangan Jalan
Situasi Rusia-Ukraina saat ini berada di persimpangan jalan paling genting sejak invasi dimulai. Upaya diplomasi yang berjalan di Istanbul tidak mampu menahan laju eskalasi militer di lapangan. Sementara itu, ancaman perang besar—bahkan ancaman penggunaan senjata nuklir—kian nyata di hadapan dunia.
Bagi masyarakat global, peristiwa 1 Juni akan dikenang sebagai hari di mana wajah peperangan berubah. Keberanian Ukraina, kecanggihan teknologi drone, dan kegagalan pertahanan Rusia bukan sekadar catatan sejarah, melainkan peringatan keras bahwa dunia sedang berjalan di atas bara api, di mana setiap langkah salah bisa membawa bencana yang jauh lebih besar.