EtIndonesia. Ketegangan di kawasan Timur Tengah terus meningkat usai Israel melancarkan serangan udara presisi terhadap peluncur rudal dan sejumlah fasilitas strategis milik Iran pada Jumat dini hari. Tidak hanya menimbulkan dampak militer, serangan ini juga memicu krisis komunikasi nasional di Iran. Pemerintah Iran, melalui Kementerian Komunikasi, secara resmi mengumumkan pemadaman akses internet nasional secara besar-besaran. Kebijakan ini disebut-sebut sebagai upaya “pengamanan” terhadap potensi gelombang protes dan sabotase digital, namun secara praktis memutus komunikasi digital bagi puluhan juta warga Iran.
Pemadaman Internet: Iran Mengisolasi Diri dari Dunia Luar
Langkah drastis ini diambil setelah fasilitas militer dan nuklir Iran menjadi sasaran serangan Israel. Otoritas Iran menyatakan pembatasan akses internet bersifat “sementara”, dan hanya akan dicabut setelah situasi kembali normal. Namun, pembatasan yang dilakukan sangat ketat; akses ke media sosial, platform komunikasi internasional, serta berbagai aplikasi pesan populer benar-benar diblokir total. Ribuan bisnis daring terganggu, warga kehilangan jalur komunikasi dengan dunia luar, dan arus informasi dari dan ke luar negeri terhenti mendadak.
Pakar keamanan siber di Teheran menyebut kebijakan ini sebagai upaya mencegah penyebaran “informasi destruktif” serta menutup celah bagi aktivitas perlawanan sipil dan koordinasi demonstrasi. Namun, dampaknya dirasakan sangat luas.
“Bukan hanya aktivis, tapi juga warga biasa—pelajar, pekerja, hingga tenaga medis—terputus dari informasi penting,” ujar seorang pengamat teknologi Iran yang mewanti-wanti namanya tidak disebut.
Elon Musk Mengaktifkan Starlink di Iran: “Beams are Live”
Di tengah pemadaman yang nyaris total ini, muncul kabar yang menjadi sorotan dunia: Elon Musk, CEO SpaceX, mengumumkan bahwa layanan internet satelit Starlink kini resmi diaktifkan di atas wilayah Iran. Melalui pernyataan di platform X (dahulu Twitter), Musk menegaskan “beams are live”, menandakan jaringan Starlink kini bisa diakses oleh masyarakat Iran yang memiliki perangkat penerima.
Langkah ini, menurut banyak pihak, membawa harapan baru bagi rakyat Iran yang selama ini dikontrol ketat oleh rezim. Dengan infrastruktur berbasis satelit rendah orbit, Starlink sanggup menembus blokade pemerintah, memberikan akses internet yang relatif stabil dan sulit untuk dimatikan dari pusat. Berbagai kelompok aktivis dan diaspora Iran segera menyerukan distribusi perangkat Starlink secara diam-diam ke dalam negeri, menyebut jaringan ini sebagai “oksigen baru” bagi kebebasan komunikasi.
Rakyat Iran: Dari Pemadaman Hingga Perayaan Jalanan
Pemadaman internet justru memperkuat solidaritas di antara kelompok perlawanan di Iran. Di berbagai kota, terutama di Teheran dan Shiraz, warga dilaporkan menggelar aksi turun ke jalan, mengibarkan spanduk bertuliskan “Rakyat Iran menyambut serangan terhadap rezim diktator, berharap pembebasan, dan siap berdiri bersama Israel melawan tirani.”
Beberapa video yang beredar memperlihatkan warga menari, menyanyikan lagu-lagu kebebasan, bahkan menyemangati serangan Israel terhadap fasilitas-fasilitas yang selama ini dianggap sebagai simbol penindasan rezim.
Situasi ini memunculkan fenomena baru: Israel kini tidak hanya menargetkan militer, tapi juga secara psikologis berkomunikasi langsung dengan rakyat Iran. Dua hari sebelum pemadaman, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sempat mengirim pesan terbuka, “Hari pembebasan kalian dari tirani kini semakin dekat.” Pesan ini, menurut banyak analis, memperlihatkan Israel sengaja melewati jalur pemerintah dan membangun komunikasi langsung dengan rakyat, strategi yang disebut-sebut dapat menjadi pola baru dalam konflik modern.
Pakar: Model Baru Komunikasi di Era Konflik
Menanggapi perkembangan ini, Luo Xiang, pakar hukum dari Universitas Peking, menyatakan bahwa “strategi Israel untuk langsung menyasar rakyat dan memutus garis antara pemerintah serta masyarakat akan menjadi norma baru dalam peradaban modern.”
Dia berpendapat, di era teknologi tinggi, jalur komunikasi tidak lagi sepenuhnya bisa dimonopoli oleh negara.
Luo bahkan melontarkan pertanyaan retoris: “Jika suatu saat ada negara beradab yang menawarkan ‘ranting zaitun’ kepada rakyat Tiongkok, kira-kira bagaimana reaksi masyarakatnya?”
Analisis Luo didukung oleh tren global saat ini: komunikasi massa dan propaganda tidak lagi bergantung pada media negara, melainkan berpindah ke jalur-jalur alternatif berbasis satelit, peer-to-peer, dan aplikasi terenkripsi yang sulit dipantau otoritas.
Starlink: Oksigen bagi Kebebasan Informasi
Di mata rakyat Iran, Starlink kini berperan sebagai “oksigen komunikasi”—sebuah istilah yang menandakan betapa vitalnya akses informasi bebas di tengah cengkeraman rezim otoriter. Di berbagai grup aktivis dan komunitas diaspora, upaya pengadaan dan distribusi terminal Starlink kian masif, meski harus dilakukan secara diam-diam agar tidak terdeteksi aparat keamanan.
Sejumlah pakar menilai, kehadiran Starlink berpotensi mengubah peta pertarungan informasi di negara-negara represif. Tidak hanya bagi Iran, namun juga bagi banyak rezim otoriter lain di seluruh dunia yang selama ini mengandalkan isolasi digital untuk mempertahankan kekuasaan.
Penutup: Pertarungan Masa Depan Ada di Ruang Siber
Situasi di Iran saat ini memperlihatkan babak baru dalam perang informasi global. Di satu sisi, rezim berupaya menutup akses dan membatasi arus informasi demi kelangsungan kekuasaan. Di sisi lain, kemajuan teknologi satelit seperti Starlink memberikan “jalan tikus” bagi rakyat untuk memperoleh dan menyebarluaskan kebenaran.
Seperti dikatakan oleh seorang aktivis Iran di pengasingan: “Kini, harapan akan kebebasan tidak lagi bisa diputus dengan satu tombol shutdown.”
Dengan layanan Starlink yang kini aktif di langit Iran, pertarungan antara tirani dan kebebasan memasuki babak baru yang penuh harapan—dan juga tantangan baru—bagi masa depan demokrasi di kawasan tersebut.
EtIndonesia. Seorang pekerja konstruksi menemukan kompleks makam berusia 1.500 tahun saat membersihkan puing-puing dari reruntuhan yang dilanda perang.
Penemuan luar biasa dari kompleks makam Bizantium kuno ditemukan di Provinsi Idlib, Suriah, di utara negara itu.
Makam itu ditemukan oleh seorang pekerja konstruksi yang sedang membersihkan puing-puing di Maarat al-Numan, – sebuah kota dengan kepentingan strategis yang terletak di antara Aleppo dan Damaskus.
Maarat al-Numan mengalami banyak konflik selama perang Suriah. Kota itu direbut kembali oleh pasukan mantan presiden Bashar al-Assad pada tahun 2020 dan banyak rumah dijarah dan dihancurkan.
Sejak rezim Assad runtuh pada tahun 2024, penduduk telah kembali ke sisa-sisa rumah mereka dan membangun kembali dan inilah yang menyebabkan penemuan bersejarah itu.
Seorang kontraktor menemukan lubang batu saat menjalani proyek rekonstruksi. Pihak berwenang kemudian dihubungi dan tim ahli dipanggil untuk memeriksa dan mengamankan area tersebut.
Gambar-gambar memperlihatkan bagaimana sebuah lubang di dekat bangunan yang rusak mengarah ke lubang dua ruang pemakaman. Setiap ruang tersebut berisi enam makam batu. Ada tanda salib di bagian atas kolom batu.
Direktur barang antik di Idlib, Hassan al Ismail, menjelaskan “berdasarkan keberadaan salib dan pecahan tembikar serta kaca yang ditemukan, makam ini berasal dari era Bizantium”.
Kekaisaran Bizantium dimulai pada abad ke-4 Masehi sebagai kelanjutan dari Kekaisaran Romawi. Agama resminya adalah Kristen dan ibu kotanya adalah Konstantinopel, yang sekarang menjadi Istanbul, Turki.
Dia menambahkan bahwa Idlib “memiliki sepertiga dari monumen Suriah, yang berisi 800 situs arkeologi selain sebuah kota kuno”.
Penduduk setempat Ghiath Sheikh Diab mengatakan kepada Associated Press bahwa, di bawah rezim Assad, penemuan arkeologi akan ditutup-tutupi oleh warga Suriah karena khawatir properti mereka akan disita.
Warga setempat lainnya, Abed Jaafar, mengatakan: “Dulu, banyak turis asing yang datang ke Maarat hanya untuk melihat reruntuhannya.
“Kita perlu merawat barang-barang antik tersebut dan merestorasinya serta mengembalikannya ke kondisi semula… dan ini akan membantu memulihkan pariwisata dan perekonomian.” (yn)
Sumber: indy100