Perlombaan Senjata AI Memanas: “Robot Pembunuh” Dikhawatirkan Lepas Kendali
EtIndonesia. Senjata berbasis kecerdasan buatan (AI) kini telah keluar dari ranah fiksi ilmiah dan memasuki medan perang nyata. Pada hari Selasa (13/5), para perwakilan dari berbagai negara berkumpul di Markas Besar PBB di New York untuk membahas langkah-langkah pengawasan baru terhadap teknologi ini. Tujuannya adalah menyusun kerangka pengaturan terhadap sistem persenjataan AI yang semakin kuat dan telah digunakan secara nyata dalam berbagai konflik global.
Para ahli memperingatkan, tanpa pengendalian yang efektif, AI bisa memicu perlombaan senjata baru yang lebih berbahaya dan memunculkan masalah akuntabilitas yang serius.
AI Mengubah Wajah Perang: Senjata Otonom di Medan Tempur
Menurut laporan Reuters pada 13 Mei, sistem senjata otonom dan senjata dengan bantuan AI telah memainkan peran penting dalam Perang Ukraina dan konflik di Gaza. Banyak negara kini juga meningkatkan anggaran pertahanan, yang pada gilirannya mempercepat pengembangan teknologi militer berbasis AI.
Ciri utama senjata AI adalah kemampuannya untuk menyerang target tanpa intervensi langsung manusia. Hal ini menimbulkan dua kekhawatiran besar:
- Perlombaan Senjata yang Tak Terkendali
AI disebut sebagai revolusi militer ketiga setelah penemuan mesiu dan senjata nuklir. Dominasi negara-negara besar dalam teknologi senjata AI memaksa negara lain ikut berlomba, menciptakan kompetisi destruktif berbasis “dilema keamanan”. Teknologi ini juga bisa mengurangi risiko korban dari pihak penyerang, sehingga membuat para pengambil keputusan lebih mudah memutuskan untuk berperang. - Kekosongan Akuntabilitas
Bila senjata AI secara keliru menargetkan warga sipil atau sasaran yang dilindungi, siapa yang bertanggung jawab? Apakah perancang perangkat lunaknya, komandan militer, produsen, atau AI itu sendiri?
Pertanyaan-pertanyaan ini belum memiliki jawaban hukum yang jelas.
Upaya Regulasi Masih Tertinggal Jauh
Sejak tahun 2014, negara-negara anggota Konvensi Senjata Konvensional Tertentu (CCW) telah membahas di Jenewa, Swiss, apakah senjata otonom tanpa kendali manusia harus dilarang, dan bagaimana cara mengatur sistem-sistem semi-otonom lainnya.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres telah menetapkan target:
Pada tahun 2026, seluruh negara harus memiliki kerangka regulasi yang jelas untuk penggunaan senjata AI.
Amnesty International mencatat bahwa banyak negara mendukung kerangka hukum global yang mengikat. Namun demikian, negara-negara seperti Amerika Serikat, Rusia, Tiongkok, dan India lebih memilih pedoman di tingkat nasional atau mengandalkan hukum internasional yang sudah ada.
AI di Medan Perang: Contoh Nyata dari Ukraina hingga Gaza
Di Ukraina, baik pasukan Rusia maupun Ukraina menggunakan drone berkemampuan AI untuk pengintaian, pengawasan, dan serangan presisi. Beberapa sistem bahkan mampu mengidentifikasi dan melacak target secara otomatis, dan tetap beroperasi meski komunikasi terganggu.
Di konflik Gaza, Israel dilaporkan menggunakan sistem AI untuk membantu mengidentifikasi target militer. Walau pihak Israel menekankan bahwa keputusan akhir tetap di tangan manusia, peran AI dalam proses seleksi target dan pengambilan keputusan secara cepat dan masif mengundang pertanyaan tentang masih adanya “kontrol manusia yang bermakna”.
Selain itu, drone kamikaze atau drone bunuh diri yang dilengkapi AI juga semakin sering digunakan dalam berbagai konflik. Kemampuannya untuk beroperasi secara otonom terus meningkat seiring dengan kemajuan teknologi.
Semua contoh ini menunjukkan bahwa AI:
- Meningkatkan kecepatan pengambilan keputusan dalam perang,
- Potensial meningkatkan akurasi serangan,
- Mendorong tren menuju otomatisasi dan perang tanpa awak,
tetapi juga membawa tantangan besar dari sisi hukum dan etika.
Kenapa Pengaturan Global Masih Tertunda?
Kelompok Ahli Pemerintah tentang Senjata Otonom Mematikan (GGE on LAWS) di bawah naungan CCW PBB menjadi forum utama diskusi. Namun hingga kini, belum ada perjanjian yang bersifat mengikat secara hukum. Hambatannya antara lain:
- Perbedaan Definisi
Tidak ada kesepakatan yang jelas dan operasional tentang apa yang dimaksud dengan “senjata otonom mematikan” atau “kontrol manusia yang bermakna”. - Kesulitan Verifikasi
Sifat teknologi AI yang dual-use (militer dan sipil), serta algoritma yang bekerja seperti “kotak hitam” (black box), membuat transparansi dan pengawasan teknis sulit diterapkan. - Perkembangan Teknologi Terlalu Cepat
Kecepatan inovasi di bidang AI melampaui kemampuan diplomasi global dalam menyusun regulasi.
Taruhannya: Etika, Keamanan Global, dan Masa Depan Perang
Diskusi PBB ini menyentuh inti dari masa depan perang dan batas etika teknologi. Senjata AI membawa potensi besar, namun juga mengandung risiko yang sama besarnya. Tanpa kerangka tata kelola global yang efektif, dunia bisa melangkah menuju masa depan yang tak terbayangkan—dan mungkin tak terkendali.Kepala Departemen Pengendalian Senjata dari Kementerian Luar Negeri Austria, Alexander Kmentt, menegaskan dalam wawancaranya dengan Reuters:“Waktunya hampir habis. Kita harus segera membangun sistem pengamanan global, sebelum mimpi buruk yang diperingatkan oleh para ahli menjadi kenyataan.” (jhn/yn)
Pemimpin Inggris, Prancis, dan Jerman Dituduh Pakai Narkoba? Video Beberapa Detik Picu Kegemparan di Media Sosial
EtIndonesia. Sebuah video berdurasi beberapa detik yang memperlihatkan Presiden Prancis ,Emmanuel Macron bersama para pemimpin Inggris dan Jerman di atas kereta menuju Kyiv menjadi viral di media sosial pada 11 Mei. Dalam video tersebut, Presiden Macron terlihat mengambil selembar tisu bekas yang tergeletak di atas meja, namun gerakan itu disalahartikan oleh warganet sebagai aksi mengonsumsi narkoba jenis kokain, dan langsung memicu gelombang spekulasi liar di platform seperti X (Twitter).
Video itu menunjukkan Presiden Macron dan Kanselir Jerman, Friedrich Merz sedang berada di dalam gerbong kereta, menyambut kedatangan Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer. Di atas meja tampak barang-barang yang sebelumnya mereka gunakan saat berdiskusi. Ketika duduk kembali, Macron tampak mengambil gulungan tisu putih yang tergeletak di tengah meja, tampaknya untuk menjaga kerapihan tampilan meja dari sorotan media.
Namun, beberapa pengguna media sosial yang tidak bertanggung jawab menyebarkan narasi bohong bahwa benda putih tersebut adalah bungkus kokain, dan bahkan menyebut bahwa Kanselir Merz menyembunyikan sendok kecil yang digunakan untuk menghirup kokain.
Klarifikasi dan Pemeriksaan Fakta dari Media Internasional
Menanggapi hal ini, Istana Kepresidenan Prancis segera membantah tuduhan tersebut pada malam hari tanggal 11 Mei, menyebut bahwa ini adalah kampanye disinformasi dan manipulasi politik.
Dalam pernyataan resminya, Istana Elysée menulis: “Ketika persatuan Eropa membuat pihak-pihak tertentu resah, maka informasi palsu pun menyebar—bahkan tisu sederhana bisa disulap menjadi narkoba. Berita palsu ini disebarkan oleh musuh-musuh dari dalam dan luar negeri. Kita semua harus waspada terhadap manipulasi informasi.”
Pernyataan tersebut disertai foto close-up tisu yang diperdebatkan, dengan keterangan singkat: “Ini adalah tisu bekas untuk membuang ingus.”
Sejumlah media kredibel seperti Libération (Prancis), AFP, dan Associated Press (AP) juga melakukan pemeriksaan fakta, dan menyatakan bahwa benda putih dalam video itu memang tisu yang telah diremas, sementara benda di dekat Merz adalah tusuk gigi atau stik pengaduk minuman.
“Kedua pemimpin tampaknya hanya sedang membereskan meja agar benda-benda kecil itu tidak terekam dan diabadikan dalam dokumentasi pertemuan diplomatik,” tulis media Prancis tersebut.
Upaya Disinformasi untuk Menjatuhkan Kredibilitas Barat
Kejadian ini muncul setelah Macron, Merz, dan Starmer melakukan perjalanan diplomatik penting ke Kyiv pada 11 Mei. Kunjungan ini dilakukan atas dukungan Presiden AS, Donald Trump dan bertujuan untuk mendesak gencatan senjata tanpa syarat selama 30 hari antara Rusia dan Ukraina.
Namun, viralnya video ini dimanfaatkan oleh kelompok pro-Rusia dan pendukung teori konspirasi untuk merusak citra moral para pemimpin Barat. Akun-akun di media sosial mengklaim bahwa “tisu” tersebut adalah “bungkus plastik narkoba,” dan memperbesar detail video dengan rekayasa visual untuk menunjukkan sisa-sisa “serbuk putih”.
Munculnya Tagar “Tissue-Gate” dan Sindiran Warganet
Di media sosial Prancis, kini muncul tagar #MouchoirGate (Tissue-Gate), merujuk pada insiden ini. Warganet merespons dengan kreativitas dan satire, mengunggah foto berbagai jenis tisu dari jalanan hingga supermarket, untuk menyindir absurditas tuduhan tersebut.
Media Libération menambahkan bahwa gambar-gambar yang mendukung teori konspirasi ini telah dimanipulasi secara visual untuk mengelabui opini publik. Banyak dari akun-akun penyebar narasi ini juga merupakan akun yang sering menyebarkan propaganda pro-Putin, dengan tujuan menciptakan kesan bahwa para pemimpin Barat adalah korup, dekaden, dan tidak serius menangani perang.
Kesimpulan
Insiden “Tissue-Gate” ini menunjukkan betapa mudahnya disinformasi menyebar di era digital—hanya dengan secarik tisu, reputasi kepala negara bisa jadi bahan fitnah massal. Pihak berwenang dan media telah membantah dan menjelaskan fakta, namun tantangan terbesar kini adalah membangun ketahanan publik terhadap manipulasi informasi yang semakin canggih dan terorganisir, khususnya di tengah konflik geopolitik besar seperti perang Rusia-Ukraina.(jhn/yn)
MH17 Ditembak Jatuh, 298 Tewas – ICAO Putuskan Rusia Harus Bertanggung Jawab
EtIndonesia. Pada 13 Mei, Pemerintah Belanda dan Australia mengeluarkan pernyataan resmi yang menyatakan bahwa pada 12 Mei, Dewan Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) — badan di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa — telah menjatuhkan putusan bahwa Rusia harus bertanggung jawab atas tragedi penembakan pesawat Malaysia Airlines MH17.
Insiden yang terjadi pada 17 Juli 2014 itu menewaskan seluruh 298 orang di dalam pesawat, termasuk 196 warga negara Belanda dan 38 warga atau penduduk Australia.
Tragedi MH17 dan Proses Hukum Internasional
Menurut laporan Reuters, pesawat MH17 yang terbang dari Amsterdam ke Kuala Lumpur ditembak jatuh di wilayah udara Ukraina timur, yang saat itu sedang menjadi medan pertempuran antara pasukan Ukraina dan kelompok separatis pro-Rusia.
Pada November 2022, pengadilan Belanda menjatuhkan vonis bersalah secara in absentia kepada dua warga Rusia dan satu warga Ukraina atas dakwaan pembunuhan terkait insiden ini. Namun, Rusia menolak putusan tersebut, menyebutnya sebagai “konyol” dan menyatakan tidak akan mengekstradisi warga negaranya.
Putusan ICAO ini merupakan hasil dari pengaduan bersama Belanda dan Australia kepada organisasi tersebut sejak tahun 2022. Meskipun ICAO tidak memiliki kekuatan hukum layaknya pengadilan, lembaga ini berperan penting dalam menetapkan standar penerbangan global dan memiliki otoritas moral tinggi di antara 193 negara anggotanya.
Belanda dan Australia: Ini Kemenangan Moral dan Pesan Kuat bagi Dunia
Menteri Luar Negeri Belanda, Caspar Veldkamp, menyatakan: “Keputusan ICAO ini tidak hanya memberikan harapan bagi keluarga korban, tetapi juga mengirimkan pesan yang sangat jelas kepada dunia: hukum internasional tidak boleh dilanggar tanpa konsekuensi.”
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Australia, Penny Wong menyambut baik keputusan tersebut dan menyerukan agar ICAO segera mendorong mekanisme kompensasi.
Dia juga mendesak Rusia untuk: “Mengakui tanggung jawab dan membayar harga atas tindakan kekerasan mengerikan ini, sesuai dengan hukum internasional.”
ICAO sendiri hingga kini belum memberikan tanggapan resmi atas keputusan tersebut. Namun, tahap selanjutnya kemungkinan akan membahas bagaimana bentuk kompensasi yang harus diberikan Rusia, dan apakah akan dilanjutkan ke tahap negosiasi resmi masih perlu dilihat lebih lanjut.
Penghilangan Bukti dan Tuduhan terhadap Rusia
Saat insiden terjadi, pasukan Pemerintah Ukraina sedang bertempur sengit dengan kelompok separatis pro-Rusia. Setelah pesawat jatuh, milisi pro-Rusia segera membersihkan lokasi kecelakaan, memindahkan jenazah dan puing-puing, serta menghalangi tim penyelidik internasional untuk masuk ke lokasi.
Aksi ini memicu kecaman keras dari negara-negara Barat, yang menuding kelompok separatis berusaha menghilangkan bukti. Namun, Rusia dan pihak separatis menolak semua tuduhan tersebut, bahkan menyalahkan Ukraina atas insiden itu.
Menurut hasil penyelidikan internasional, MH17 ditembak jatuh oleh rudal BUK buatan Rusia, yang diluncurkan dari wilayah Ukraina timur yang dikuasai separatis. Rudal itu diyakini berasal dari Brigade Pertahanan Udara ke-53 Rusia, yang bermarkas di Kursk, Rusia.
Pengakuan Mengejutkan dari Milisi Pro-Rusia: “Kami Salah Tembak”
Pada 23 Juli 2014, Newsweek melaporkan bahwa seorang milisi pro-Rusia berusia 31 tahun mengaku bahwa pasukannya menembak jatuh MH17, karena mereka salah mengira itu adalah pesawat tempur musuh.
Kepada media Italia Corriere della Sera, milisi tersebut mengatakan bahwa setelah pesawat jatuh, dia ditugaskan menjaga lokasi kecelakaan. Awalnya, dia mengira mereka telah menjatuhkan “pesawat fasis Kiev”, bahkan diperintahkan mencari pilot yang melompat dengan parasut.
Namun, katanya:“Di antara pepohonan, saya justru menemukan jasad seorang gadis kecil, usianya mungkin belum genap lima tahun. Wajahnya tertelungkup di tanah, saya terkejut dan takut. Saat itulah saya sadar, kami tidak menembak jet tempur. Kami menembak pesawat sipil.”
Pada 18 Juli 2024, pihak berwenang Ukraina merilis rekaman intersepsi berisi dua milisi yang secara eksplisit mengakui bahwa mereka telah menembak jatuh sebuah pesawat penumpang.
Kesimpulan
Putusan terbaru dari ICAO menandai tonggak penting dalam perjuangan keadilan untuk para korban MH17. Meskipun tidak mengikat secara hukum, keputusan ini memperkuat tekanan internasional terhadap Rusia dan memberi dasar moral kuat untuk mekanisme kompensasi dan pertanggungjawaban lebih lanjut.
Namun, jalan menuju keadilan masih panjang. Dunia kini menanti: akankah Rusia akhirnya mengaku bertanggung jawab — atau terus menolak? (jhn/yn)
Kremlin dengan Tegas Menolak Ultimatum Gencatan Senjata
EtIndonesia. Pada hari Senin (12/5), Rusia menolak ultimatum dari Kyiv dan sekutu-sekutu Eropanya yang menyerukan gencatan senjata total selama 30 hari sebelum perundingan damai dimulai. Kremlin juga belum memberikan tanggapan atas kesediaan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy untuk bertemu langsung dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin pada hari Kamis di Istanbul.
Juru bicara Istana Kepresidenan Rusia, Dmitry Peskov, mengatakan: “Bahasa ultimatum adalah sesuatu yang tidak dapat diterima oleh Rusia. Tidak bisa berbicara dengan Rusia dengan cara seperti itu.”
Dia menambahkan bahwa Moskow justru berharap terjadinya perundingan yang serius dan bermakna demi mencapai perdamaian jangka panjang.
Sebelumnya, Ukraina dan negara-negara sekutunya di Eropa—termasuk Prancis, Jerman, Inggris, dan Polandia—menyerukan gencatan senjata total tanpa syarat selama 30 hari, dimulai pekan depan. Seruan ini dianggap sebagai prasyarat mutlak sebelum digelarnya pertemuan langsung antara Rusia dan Ukraina di Turki, yang sebelumnya diusulkan oleh Putin sendiri.
Reaksi Eropa dan Eskalasi Serangan Rusia
Kepala urusan luar negeri Uni Eropa, Urmas Karis, menuduh Moskow sedang “bermain-main” dalam konflik ini, dan mendesak bahwa gencatan senjata harus segera dilakukan.
Presiden Prancis, Emmanuel Macron menyatakan bahwa para pemimpin Ukraina dan Eropa akan melakukan pembicaraan melalui telepon pada Senin sore untuk membahas tanggapan terhadap proposal gencatan senjata tersebut.
Sementara itu, serangan udara Rusia dengan drone kembali terjadi pada malam hari, menunjukkan bahwa kekerasan belum mereda.
Sejak invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022, serangan drone hampir terjadi setiap malam, dan konflik ini telah merenggut nyawa puluhan ribu tentara dan warga sipil dari kedua belah pihak.
Trump Dorong Diplomasi, Tapi Proses Mandek
Di sisi diplomatik, inisiatif pertemuan langsung yang diusulkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump saat ini tampak mengalami kebuntuan. Namun perkembangan terbaru menunjukkan dinamika yang terus bergulir cepat.
Pada hari Sabtu lalu, Ukraina dan sekutu Eropanya—bersama Amerika Serikat—mengeluarkan seruan bersama agar Rusia menerima gencatan senjata selama 30 hari. Mereka juga memperingatkan bahwa jika Moskow menolak, maka akan dikenai gelombang sanksi besar-besaran yang baru.
Sebaliknya, Presiden Rusia Vladimir Putin tidak menanggapi ultimatum tersebut, dan justru mengajukan proposal untuk menggelar perundingan langsung antara Moskow dan Kyiv tanpa prasyarat, yang direncanakan akan digelar hari Kamis ini di Istanbul, Turki.
Trump: Pertemuan Kamis di Turki Jadi Titik Penentu
Presiden Trump, dalam pernyataan pada hari Minggu, mengatakan bahwa pertemuan di Istanbul nanti: “Setidaknya akan membantu mengetahui apakah sebuah kesepakatan bisa tercapai. Jika tidak, para pemimpin Eropa dan Amerika Serikat akan memahami posisi masing-masing pihak dan dapat mengambil langkah yang sesuai,” katanya. (jhn/yn)
PKK Umumkan Pembubaran, Akhiri Konflik Bersenjata Selama Lebih dari 40 Tahun dengan Turki
EtIndonesia. Menurut laporan dari kantor berita Firat (ANF) yang pro-Kurdi, organisasi Kurdi “Partai Pekerja Kurdistan” (PKK) hari Senin (12/5) mengumumkan pembubarannya, mengakhiri perjuangan bersenjata melawan pemerintah Turki yang telah berlangsung lebih dari 40 tahun.
Pada bulan Februari lalu, PKK menyatakan akan segera melakukan gencatan senjata dengan Pemerintah Turki sebagai tanggapan atas seruan perlucutan senjata dari pemimpin mereka yang dipenjara, Abdullah Öcalan.
Menurut laporan AFP, PKK merilis pernyataan setelah mengadakan kongres pekan lalu, yang menyatakan: “Kongres ke-12 PKK memutuskan untuk membubarkan struktur organisasi PKK dan mengakhiri metode perjuangan bersenjata.”
Kantor berita Firat melaporkan pada tanggal 9 bahwa PKK telah berhasil menyelenggarakan Kongres ke-12 yang bertujuan untuk melakukan pelucutan senjata dan pembubaran organisasi.
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, dalam pidatonya pada tanggal 10 sempat menyiratkan bahwa PKK sewaktu-waktu bisa mengumumkan pembubaran.
Pengumuman pembubaran PKK ini merupakan tanggapan terhadap seruan pendirinya, Abdullah Öcalan. Öcalan telah dipenjara sejak tahun 1999 di sebuah pulau dekat Istanbul. Pada Februari tahun ini, dia mendesak para pejuang PKK untuk meletakkan senjata dan membubarkan organisasi tersebut.
Dalam sebuah surat, Öcalan menyerukan agar kongres digelar untuk secara resmi mengambil keputusan ini.
Beberapa hari kemudian, pimpinan PKK pun menerima seruan Öcalan dan mengumumkan gencatan senjata.
Sekitar 20% dari 85 juta penduduk Turki adalah warga Kurdi. PKK awalnya bertujuan untuk mendirikan negara bangsa Kurdi. Sejak melancarkan pemberontakan bersenjata pada tahun 1984, konflik ini telah menyebabkan lebih dari 40.000 kematian. Organisasi ini dikategorikan sebagai organisasi teroris oleh Turki, Amerika Serikat, dan Uni Eropa (UE). (hui/yn)
AS dan Tiongkok Sepakat Turunkan Tarif Hingga 115%, Harga Minyak Dunia Melonjak Lebih dari 3%
EtIndonesia. Setelah dua hari perundingan dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok di Swiss, kedua belah pihak pada Senin (12/5) mengeluarkan pernyataan bersama yang menyatakan sepakat untuk sementara menurunkan tarif tinggi yang sebelumnya diberlakukan satu sama lain. AS akan menurunkan tarif terhadap barang-barang Tiongkok menjadi 30%, sementara Tiongkok akan menurunkan tarif balasan terhadap barang-barang AS menjadi 10%. Sebagai respons, harga minyak dunia, indeks saham Hong Kong, dan nilai tukar dolar AS langsung melonjak.
Dalam konferensi pers setelah pertemuan dengan pejabat Tiongkok di Jenewa, Swiss, Menteri Keuangan AS, Scott Bessent mengatakan bahwa kedua negara telah mencapai kesepakatan untuk menurunkan tarif timbal balik sebesar 115% selama 90 hari guna meredakan ketegangan perdagangan.
Menurut pernyataan bersama yang dirilis Gedung Putih pada hari ini (12/5), AS akan menurunkan “tarif timbal balik” dari sebelumnya 125% menjadi sementara hanya 10%. Namun, tarif sebesar 20% yang diberlakukan sejak awal Februari terhadap Tiongkok terkait isu fentanyl akan tetap diberlakukan.
Dengan demikian, tarif yang sebelumnya dikenakan oleh AS terhadap barang-barang Tiongkok sejak awal tahun ini sebesar 145% diturunkan menjadi 30%.
Sementara itu, Beijing juga menurunkan tarif balasan terhadap produk AS dari 125% menjadi 10%.
Menurut laporan AFP, kabar bahwa AS dan Tiongkok sepakat menurunkan tarif secara signifikan membuat harga minyak dunia pada 12 Mei melonjak lebih dari 3%.
Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik 3,6% menjadi 63,24 dolar per barel; sedangkan minyak mentah Brent melonjak 3,4% menjadi 66,11 dolar per barel.
Indeks Hang Seng di pasar saham Hong Kong juga melonjak tajam, naik 762,94 poin atau 3,34%, mencapai 23.630,68 poin.
Nilai tukar dolar AS terhadap yen Jepang menguat 1,5% menjadi 147,62 yen per dolar AS; sementara terhadap euro naik 1,2% menjadi 1,1113 dolar per 1 euro.(hui/yn)
Perayaan Hari Falun Dafa Sedunia Dirayakan Secara Global, Puluhan Penghargaan Diterima oleh Falun Gong
EtIndonesia. Pada hari Minggu (11/5), ribuan praktisi Falun Gong dari wilayah New York Raya berkumpul di Union Square, Manhattan, untuk melakukan latihan bersama dan menampilkan pertunjukan seni dalam rangka merayakan Hari Falun Dafa Sedunia yang jatuh pada 13 Mei. Mereka juga mengungkapkan rasa terima kasih kepada Kongres AS, anggota parlemen New York, dan berbagai tingkat pemerintahan atas dukungan serta penghargaan yang terus diberikan kepada Falun Gong.
Reporter NTDTV, Yu Liang, melaporkan: “Tanggal 13 Mei akan menandai Hari Falun Dafa Sedunia yang ke-26, sekaligus hari ulang tahun pendiri Falun Gong, Mr. Li Hongzhi. Tiga puluh tiga tahun lalu, Master Li mulai menyebarkan Falun Dafa dari Changchun, Tiongkok, ke seluruh dunia. Jutaan orang telah merasakan manfaat secara fisik dan mental.”
Praktisi Falun Gong, Sara mengatakan: “Saya berlatih bersama putri saya yang berusia 14 tahun, ini sangat luar biasa.”
Praktisi Falun Gong, Milene mengatakan: “Falun Gong berlandaskan prinsip Sejati, Baik, dan Sabar. Saya selalu menjunjung tinggi nilai-nilai ini dalam kehidupan saya sehari-hari.”
Diiringi musik yang menyentuh kalbu, ratusan praktisi Falun Gong melakukan latihan bersama di Union Square. Banyak warga yang hadir juga mulai belajar latihan Falun Dafa di tempat.
Warga yang belajar di lokasi, Miguel Loyola mengatakan: “Saya tertarik karena gerakannya sangat anggun.”
Hingga saat ini, Kongres AS dan berbagai tingkat pemerintahan serta anggota dewan di New York telah memberikan puluhan penghargaan untuk perayaan Hari Falun Dafa Sedunia 2025, dengan harapan prinsip Sejati, Baik, dan Sabar dapat membawa lebih banyak kebaikan bagi dunia.
Juru bicara Pusat Informasi Falun Dafa, Zhang Erping: “Hanya di Amerika Serikat saja, selama bertahun-tahun kami telah menerima lebih dari 3.000 penghargaan dari berbagai tingkatan pemerintahan.”
Sara: “Saya sangat berterima kasih kepada anggota DPR AS yang telah meloloskan ‘Undang-Undang Perlindungan Falun Gong’. Saya berharap Senat juga dapat meloloskannya tahun ini, dan setelah menjadi undang-undang, dapat membantu mengakhiri penganiayaan di Tiongkok.”
Warga New Jersey, Barry mengatakan: “Kalau dukungan terhadap Falun Gong bisa membantu menghentikan penganiayaan, saya sangat mendukung.”
Beberapa praktisi Falun Gong yang telah berlatih selama bertahun-tahun juga menyampaikan rasa terima kasih mereka kepada Master Li.
Praktisi Chen Liyan mengatakan: “Kakak saya dulu ikut kelas ceramah Master. Dia punya banyak penyakit – jantung, hati – dan berat badannya sekitar 180 pon. Setelah mulai berlatih, hanya dalam dua-tiga bulan, berat badannya turun menjadi sekitar 120-130 pon dan kesehatannya pulih. Itu membuat kehebohan di lingkungan kami saat itu.”
Praktisi Milene mengatakan: “Terima kasih Master, sungguh terima kasih.”
Praktisi Gu Hongwei mengatakan: “Ayah saya juga berlatih, jadi saya ikut berlatih dengannya. Sekarang sudah lebih dari 30 tahun.”
Praktisi Xing Kebin mengataka: “Selamat ulang tahun untuk Master! Falun Dafa baik, Sejati-Baik-Sabar itu baik!”
Pertunjukan dari para praktisi Falun Gong seperti marching band Tian Guo, tarian naga dan singa, genderang pinggang, tari klasik Tiongkok, serta paduan suara dari Sekolah Teratai Kecil mendapat sambutan hangat dari penonton.
Warga New York, Wesley mengatakan: “Pertunjukannya luar biasa, tarian dan lagunya sangat indah. Ini komunitas yang luar biasa.”
Warga New Jersey, Barry mengatakan: “Saya senang bisa menyaksikan pertunjukan ini.”(hui/yn)
Menjelang Kunjungan Trump ke Timur Tengah, Hamas Umumkan Pembebasan Sandera Warga AS
EtIndonesia. Untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas serta memungkinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza, organisasi gerakan Islam Palestina Hamas pada 11 Mei mengumumkan bahwa mereka akan membebaskan sandera warga negara AS keturunan Israel, Edan Alexander, yang ditahan di Jalur Gaza.
Menurut laporan Reuters, kepala perunding Hamas, Khalil al-Hayya, menyatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Qatar, Mesir, dan Turki telah bekerja sama mendorong pembebasan Edan Alexander.
Hayya juga mengatakan: “Hamas mengkonfirmasi bahwa mereka siap memulai negosiasi intensif segera, dan berkomitmen serius untuk mencapai kesepakatan akhir guna mengakhiri perang serta melakukan pertukaran tahanan secara disepakati.”
Menurut laporan Associated Press (AP), utusan Presiden AS Donald Trump untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, pada malam 11 Mei mengkonfirmasi kepada AP bahwa Hamas telah menyetujui pembebasan Edan Alexander, satu-satunya warga negara AS yang masih hidup dan ditahan di Gaza.
Pada 6 Mei lalu, Trump menyatakan bahwa masih ada 21 sandera warga Israel yang diyakini selamat di Gaza, yang mengejutkan keluarga mereka. Sementara pada 7 Mei, pejabat Israel menyebutkan bahwa masih ada 24 sandera yang masih hidup.(hui/yn)
Video: Muncul Sekelompok Ikan Raksasa Aneh di Bendungan Dalian, Bertubuh Hitam dan Berkumis
EtIndonesia. Baru-baru ini, kemunculan sekelompok ikan raksasa aneh di Bendungan Xishan, Dalian, Provinsi Liaoning, Tiongkok, menarik perhatian publik.
Menurut laporan media daratan Tiongkok, pada 6 Mei, seorang warga Dalian bermarga Wang sedang berjalan-jalan di sekitar Bendungan Xishan ketika ia menemukan sekelompok ikan besar yang aneh. Ikan-ikan tersebut berwarna hitam pekat, tidak bersisik, dan bertubuh besar — yang paling besar panjangnya hampir satu meter.
Wang menceritakan bahwa saat itu permukaan air tiba-tiba bergelombang deras, dan ketika dilihat lebih dekat, ternyata itu adalah sekelompok ikan besar yang belum pernah dia lihat sebelumnya.
“Seluruh tubuhnya hitam pekat, berenangnya sangat cepat, dan yang paling aneh adalah tubuhnya tidak bersisik sama sekali,” ujarnya.
Sebagai seseorang yang cukup mengenal jenis-jenis ikan di wilayah perairan Dalian, Wang merasa ikan-ikan ini sangat asing baginya. Dia kemudian berhasil menangkap salah satu dari mereka. Ikan tersebut memiliki panjang lebih dari 50 cm dan berat sekitar 2,5 hingga 3 kg. Tubuhnya licin, tidak bersisik, dan di sekitar mulutnya tumbuh beberapa “kumis”.
近日,遼寧大連西山水庫發現成群超大怪魚。該魚種為革鬍子鯰,也稱埃及塘鯴。 pic.twitter.com/9H9A5SwbNF
— 甜甜 (@tiantian108) May 12, 2025
Jadi, ikan apakah ini sebenarnya? Menurut Li Honglong, peneliti asosiasi di Museum Alam Dalian, ikan ini adalah Clarias gariepinus atau biasa disebut lele Afrika/Egyptian catfish (ikan patin Mesir). Ikan ini berasal dari sebagian besar wilayah perairan tawar di Afrika dan tergolong ikan air tawar tropis/subtropis.
Lele Afrika ini dikenal bersifat invasif — tidak hanya bersaing dengan spesies lokal di habitat yang sama, tetapi juga memangsa berbagai organisme air lainnya, sehingga dapat menguras sumber daya ekosistem. Ikan ini paling cocok hidup di suhu antara 25°C hingga 30°C, dan tidak bisa bertahan hidup di musim dingin secara alami di wilayah utara Tiongkok.
Li Honglong memperkirakan bahwa ikan lele Afrika yang ditemukan di Bendungan Xishan kemungkinan merupakan hasil dari tindakan pelepasan liar oleh seseorang.
Warganet Tiongkok pun berkomentar:
“Jenis ikan ini memakan telur-telur ikan, ikan lokal di sungai bisa punah dengan cepat!”
“Ikan dari Mesir ini tidak bisa dimakan, penuh dengan racun!”
Sebelumnya, seorang wanita bernama Xu dari Changzhou, Jiangsu, secara ilegal melepaskan 12,5 ton lele Mesir — yang berasal dari Sungai Nil — ke Danau Changdang. Pada Februari 2023, dia dikenai denda sebesar 58.000 yuan , dan seorang pedagang ikan bernama Liu juga diwajibkan menanggung tanggung jawab ganti rugi secara bersama.(hui/yn)
Pejabat AS: Tak Ada Satupun Kapal Kargo dari Tiongkok di Pelabuhan – Dampak Tarif Melebihi Pandemi
EtIndonesia. Penerapan tarif tinggi oleh Amerika Serikat terhadap barang-barang dari Tiongkok telah menyebabkan dampak serius pada ekspor Tiongkok. Pejabat pelabuhan di Pantai Barat AS baru-baru ini menyatakan bahwa dalam 12 jam terakhir, tidak ada satu pun kapal kargo dari Tiongkok yang berlabuh — sesuatu yang belum pernah terjadi bahkan sejak pandemi COVID-19 meletus.
Pada 9 Mei waktu setempat, pejabat pelabuhan di Pantai Barat AS mengatakan kepada CNN bahwa enam hari sebelumnya, tercatat ada 41 kapal kargo yang dijadwalkan berangkat dari Tiongkok menuju wilayah pelabuhan Teluk San Pedro, yang mencakup Pelabuhan Los Angeles dan Long Beach di California. Namun, pada tanggal 9, tidak ada satu kapal pun dari Tiongkok yang tiba di pelabuhan-pelabuhan tersebut.
CEO Pelabuhan Long Beach, Mario Cordero, menyebutkan: “Ini sangat mengkhawatirkan. Jumlah pembatalan pesanan dan kapal yang datang sekarang melebihi masa pandemi.”
Lebih dari 63% barang di Pelabuhan Long Beach berasal dari Tiongkok — proporsi tertinggi di antara semua pelabuhan di AS.
Sejak AS menerapkan tarif tinggi sebesar 145% terhadap Tiongkok pada bulan April, ekspor barang dari Tiongkok ke AS turun drastis.
Perusahaan pelayaran terbesar kedua di dunia, Maersk, mengatakan kepada CNN bahwa volume pengiriman barang antara AS dan Tiongkok turun 30% hingga 40% dibandingkan level normal.
Sementara itu, data dari Administrasi Umum Kepabeanan Tiongkok yang dirilis pada 9 Mei menunjukkan bahwa ekspor barang ke AS pada bulan April mengalami penurunan 21% dibandingkan tahun sebelumnya — penurunan terbesar sejak Juli 2023 (23%). Proporsi ekspor Tiongkok ke AS juga turun dari 12,8% di bulan Maret menjadi 10,5%, level terendah dalam sejarah.
Tarif tinggi telah memberikan pukulan besar bagi perusahaan-perusahaan perdagangan luar negeri Tiongkok. Menurut laporan Tencent News, seorang pengusaha swasta di Jinhua, Zhejiang, bernama Wu Yue, menerima pemberitahuan pembatalan pesanan. Pabriknya semula hendak mengirim lebih dari 10.000 meja kerja elektrik ke AS, namun kini semuanya menumpuk di gudang tanpa kejelasan kapan bisa dikirim.
Di Yiwu, Zhejiang, Qiao Feng dan ayahnya mengelola pabrik pohon Natal. Pelanggan dari AS awalnya menjanjikan pesanan senilai 10 juta yuan tahun ini, tetapi setelah tarif diberlakukan, pesanan itu langsung dibatalkan bahkan sebelum produksi dimulai.
Bagi pabrik-pabrik di Tiongkok yang sudah mulai memproduksi pesanan untuk AS, kerugiannya lebih nyata. Sebuah pabrik kantong plastik di Quanzhou, Fujian, menumpuk lebih dari 80 ton produk di gudang karena belum tahu kapan bisa dikirim ke AS.
Setelah menghentikan produksi selama tiga hari, pemilik pabrik Wu Jiankang akhirnya terpaksa menerima pesanan untuk pasar domestik dengan harga “seperti tulang ayam” — hanya 6.500 yuan per ton, dengan keuntungan kurang dari 1%. Padahal untuk ekspor ke AS, harga per tonnya lebih dari 10.000 yuan .
Di media sosial Tiongkok, banyak video beredar yang menunjukkan tumpukan kontainer ekspor di berbagai pelabuhan yang belum jelas kapan bisa dikirim.
Menurut Reuters, perusahaan konsultan maritim menyebutkan bahwa kebijakan tarif AS terhadap Tiongkok telah menyebabkan “keruntuhan perdagangan”. Sejumlah perusahaan pelayaran kontainer besar telah menangguhkan sedikitnya enam jalur pelayaran reguler mingguan antara Tiongkok dan AS, dengan volume bisnis terdampak lebih dari 25.000 kontainer ukuran 40 kaki.
Beberapa pengusaha AS menyatakan bahwa mereka mulai membatalkan pesanan ke pabrik-pabrik Tiongkok, sambil menunggu kejelasan tarif di Tiongkok dan negara lain.
Pada 11 Mei, perundingan dagang putaran pertama antara AS dan Tiongkok berakhir di Jenewa, Swiss. Secara tidak biasa, PKT mengirim Menteri Keamanan Publik sebagai bagian dari delegasi, kemungkinan sebagai respons terhadap perhatian AS pada isu fentanyl. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent menyatakan bahwa perundingan telah mencapai “kemajuan substansial.”
Penasihat ekonomi Gedung Putih, Hassett, sebelumnya mengatakan kepada Fox News bahwa pihak Tiongkok sangat ingin memulai kembali hubungan dagang dengan AS.
“Kelihatannya mereka (Tiongkok) benar-benar, sangat ingin kembali ke kondisi normal,” kata Hassett.(hui/yn)