EpochTimesId – Seorang pilot secara tidak sengaja menemukan sebuah situs prasejarah ketika terbang di atas wilayah Kaapschehoop, Afrika Selatan. Johan Heine, terkagum-kagum melihat susunan batu-batu besar membentuk sebuah formasi pada 2003 silam.
Diagram batu itu membuatnya kagum dan memaksa dirinya berulangkali kembali terbang melewati kawasan tersebut. Kini, gugusan batu itu dikenal sebagai susunan batu berdiri tertua di dunia, seperti dikutip dari NTD.tv.
Situs prasejarah ini diduga kuat adalah sebuah kalender, para peneliti pun memberi nama Kalender Adam. Penelitian lebih lanjut bahkan menyimpulkan bahwa ini bukan sebuah monolit biasa, ini adalah bukti peradaban prasejarah maju.
Ilmu pengetahuan dimasa kalender ini digunakan bahkan sudah memiliki pengetahuan untuk bagaimana menghasilkan energi suara dengan batu-batu ini.
Sang pilot yang menemukan susunan batu besar itu kemudian bekerja sama dengan seorang astronom Bill Hollenbach.
Mereka bersama-sama mengidentifikasi sejumlah keselarasan astronomi. Keselarasan itu menunjukkan bahwa ini adalah kalender kuno yang selaras dengan pergerakan Matahari, titik balik angin, dan ekuinoks.
Monumen Batu Afrika ini, untuk pertama kalinya, menciptakan kaitan dengan reruntuhan batu yang tak terhitung jumlahnya di Afrika bagian selatan. Jadi, keterkaitan dengan situs lain menunjukkan bahwa reruntuhan ini mungkin jauh lebih tua dari yang diperkirakan semula.
Peneliti asal Afrika Selatan bernama Michael Tellinger memperkirakan bahwa ada lebih dari 100.000 reruntuhan batu kuno, atau diagram batu yang tersebar di seluruh Afrika Selatan.
Kalender Adam, juga dikenal sebagai Kalender Enki, adalah yang paling terkenal dari semuanya. Batu-batu dari Kalender Adam ini awalnya diperkirakan oleh para peneliti telah berusia di atas 75.000 tahun.
Namun, para ilmuwan melakukan perhitungan lebih lanjut di tahun 2009, dan memperkirakan bahwa kalender ini berusia 160.000 tahun.
Alasan mengapa susunan batu tersebut disebut sebagai kalender adalah bahwa batu-batu tersebut diposisikan untuk melacak pergerakan matahari.
Saat matahari bergerak, demikian juga bayang-bayang batu akan ikut bergerak.
Selain itu, temuan yang sangat menarik lainnya adalah frekuensi suara yang terdeteksi pada batu. Frekuensi suara disebabkan oleh keterkaitan khusus antara susunan batu dan tanah di bawahnya.
Sebenarnya, saat frekuensi mencapai permukaan dalam lingkaran pembentukan batu, mereka telah terdeteksi terbentuk menjadi bentuk yang mirip dengan bunga geometri keramat. Terlebih lagi, sinyal GPS menghilang ketika berada di dalam lingkaran bebatuan.
Dalam sebuah video di YouTube, Tellinger mengatakan, “Ketika Anda masuk, Anda tidak dapat menggunakan GPS karena sinyalnya hilang.”
Jika Anda melangkah keluar, GPS akan bekerja kembali. Hal ini tampaknya disebabkan oleh medan elektromagnetik dan frekuensi suara yang dihasilkan oleh Kalender Adam sangat kuat.
“Ini hanyalah salah satu pengamatan elektronik sederhana yang pertama kali mengangkat kecurigaan saya bahwa situs itu adalah perangkat penghasil energi. Ini sangat mirip dengan situs megalitik kuno lainnya,” kata Tellinger.
“Struktur batu ini tidak memiliki pintu masuk, karena semuanya menghasilkan jumlah energi suara dan medan EM yang menakjubkan. Mereka semua adalah perangkat penghasil energi yang telah menggunakan pengetahuan hukum alam dan simbolis, resonansi dan frekuensi. Kita berhadapan dengan teknologi maju dari peradaban kuno, yang sekarang baru mulai lumrah kita gunakan,” imbuhnya.
Masing-masing batu dari kalender Adam ini beratnya hampir mencapai 5 ton dan diperkirakan diangkut dari tempat yang jauh. Menariknya, daerah sekitarnya memiliki kandungan emas yang sangat banyak.
Tidak diragukan lagi bahwa foto-foto, artefak dan bukti yang telah dikumpulkan, menjadi bukti peradaban yang hilang dan tidak pernah terlihat sebelumnya. Ini berasal dari, tidak hanya beberapa ratus tahun, atau beberapa ribu tahun, tapi puluhan ribuan tahun silam.
“Penemuan ini sangat mengejutkan sehingga tidak mudah dicerna oleh asosiasi peneliti sejarah dan arkeologi. Dengan penemuan ini, peneliti akan memerlukan perubahan paradigma yang lengkap dalam, bagaimana kita memandang sejarah peradaban kuno,” tutup Tellinger.
Jadi, siapa yang menciptakan formasi batu ini? Siapa pun orang-orang ini, mereka memiliki pengetahuan akustik dan astronomi tertentu. Temuan monolit ini juga bertepatan dengan banyak temuan peradaban prasejarah lainnya di seluruh planet ini, yang kesemuanya jauh mendahului peradaban kita saat ini.
Peradaban prasejarah ini menantang ilmuwan dan sejarawan untuk memikirkan kembali sejarah peradaban manusia di masa lalu. Seiring manusia terus menemukan kembali dirinya sendiri, dan semakin banyak temuan ini muncul, kita mungkin akan mendapati bahwa buku sejarah kita pun akan banyak mengalami perubahan. (int/rp/waa)