PKT Paksa Mahasiswa Ikuti Kurikuler Politik untuk Cuci Otak

EpochTimesId – Partai komunis Tiongkok mengadakan kurikuler politik paksa untuk ‘mencuci otak’ para mahasiswa. Rezim otoriter menggelar program pemupukan paksa ideologi Mao Zedong pada kampus-kampus di Tiongkok, sehingga menimbulkan rasa tidak senang bagi para mahasiswa.

Dalam sebuah kelas ‘Ideologi Mao Zedong dan Sistem Teoretis Sosialisme Berkarakteristik Tiongkok’ di Universitas Tsinghua, pada suatu hari Minggu siang, dosen menunjuk 17 mahasiswa untuk melakukan pembahasan kelompok. Kursus ini merupakan salah satu kursus pendidikan ideologi yang ditentukan oleh PKT, seperti dikutip dari ‘New York Times’ berbahasa Mandarin edisi 29 Juni 2018.

Sebagian mahasiswa menggunakan T-shirt yang bertuliskan beragam kata atau kalimat nakal. Salah satunya berbunyi; “Penyakit Paksaan”. Namun, walau bagaimana pun, dalam kelas 106-B ini mahasiswa harus mengikuti ‘Garis (ideologi) yang diarahkan Partai komunis Tiongkok’.

Laporan menyebutkan bahwa PKT rupanya sedang menghadapi kesulitan untuk menumbuhkan ideologi komunis di kalangan generasi baru. Meskipun mahasiswa pengikut kurukuler secara verbal memuji kurikuler itu di depan umum, tapi secara pribadi banyak siswa mengatakan bahwa kursus ini membosankan.

Mereka juga menilai kursus itu menggunakan materi tidak masuk akal, dan merupakan sarana propaganda PKT untuk melumpuhkan politik rakyat. Namun, mereka pun melakukannya karena tidak ada pilihan lain.

Dalam suatu kelas, ketika dosen di depan kelas sedang menjelaskan tentang pentingnya mendalami ideologi Mao Zedong, sejumlah siswa justru menonton film drama, dan film serial. Ada pula yang justru menjelajahi situs media sosial melalui laptop mereka masing-masing. Di kelas lain, ada pula mahasiswa yang berbincang dengan teman atau membahas materi fisika ketika dosen ideologi sedang menjelaskan materi ‘cuci otak’.

Dalam kelas diskusi mengenai bagian sensitif dari teori Mao Zedong yang diadakan perguruan tinggi Beijing, para mahasiswa memberikan jawaban dengan keheningan panjang. Sebagian siswa bahkan mengaku bahwa mereka memang menyimpang dari teori Mao Zedong.
Dalam beberapa tahun terakhir, PKT telah meningkatkan frekuensi pencucian otak para mahasiswa dan telah dipertanyakan oleh dunia luar.

Sebagai contoh, ketika Universitas Peking merayakan ulang tahun ke 120 pada 4 Mei tahun ini, Dekan Lin Jianhua membuat kesalahan berturut-turut saat membacakan pidato sambutan. Selanjutnya, dalam surat permintaan maafnya menyatakan, “kebimbangan dan kecemasan tidak dapat menciptakan nilai”, kalimat tersebut memicu tanggapan yang lebih memanas.

Hong Yi, seorang kritikus politik dari Hongkong secara terbuka menulis bahwa surat permintaan maaf Lin Jianhua mencerminkan gaya kepemimpinan dan cara mengelola perguruan tinggi yang ketinggalan jaman. Sebagai dekan, tugas yang dipercayakan oleh partai kepadanya adalah menekan kecemasan dan keraguan siswa, mencegah keraguan tidak terbelenggu yang mengakibatkan hilangnya kontrol.

“Tugasnya adalah supaya para siswa menghilangkan atau menurunkan semangat untuk mengkritik, setia kepada partai bersedia menjadi alat partai. Universitas Peking di bawah pimpinan PKT sedang berjalan mundur jika dibandingkan dengan Universitas Peking seabad silam,” ujarnya.

Pada bulan Februari tahun lalu, PKT mengeluarkan usulan tentang kerja politik pendidikan ideologi di perguruan tinggi dan universitas Tiongkok. Sekretaris Komite Partai Universitas Barat Daya, mengatakan bahwa perguruan tinggi dan universitas harus lebih banyak mendirikan fakultas pendidikan Marxisme dan bahkan perlu membangun lembaga khusus untuk melaksanakan pendidikan ideologis dan politik bagi para dosennya.

Sun Wenguang, seorang pensiunan profesor dari Universitas Shandong mengatakan bahwa sejumlah Sekretaris Komite Partai dari perguruan tinggi di Tiongkok terus mencegah nilai-nilai universal Barat masuk kampus.

“Mereka juga menginstruksikan agar kampus tidak tersentuh oleh nilai-nilai demokrasi, kebebasan, sistem hukum termasuk pernyataan anti-partai. Ini jelas bertentangan dengan arus sejarah, merupakan hasil cuci otak rezim PKT. Sangat ironis, sesungguhnya segala opini PKT terhadap perguruan tinggi dalam negeri sudah kehilangan fungsi kontrolnya,” ujar Wenguang.

Pada 19 November 2014, blog bernama ‘Pemrograman dan Pemikiran’ mempublikasikan artikel panjang berjudul “Berbagai indikasi menunjukkan, corong partai secara bertahap kehilangan posisi opininya.”

Artikel itu mengacu laporan ‘Harian Liaoning’ yang mengatakan bahwa dosen mengkritik mahasiwa yang menyebarkan berita negatif tentang PKT di dalam kelas. Hal tersebut mengungkapkan kepada kita bahwa setidaknya kritik dan komentar negatif terhadap PKT sudah menjadi fenomena biasa dalam kampus di Tiongkok.

Pada tahun 2013, media memaparkan ‘7 Butir Larangan Bahasan’ yang dikeluarkan PKT. Larangan itu adalah, “Tidak membahas : Nilai-nilai universal, Kebebasan pers, Masyarakat madani, Hak-hak sipil dan politik, Kesalahan PKT dalam perjalanan sejarah, Kapitalisme kroni, dan Kemerdekaan yudisial.”

Media kemudian mempublikasikan ‘Laporan Situasi Bidang Ideologi Saat Ini’ (juga disebut Dokumen no. 9 Kantor PKT) dan ‘Beberapa Saran tentang Penguatan dan Peningkatan Pekerjaan Ideologis dan Politik bagi Dosen Muda di Perguruan Tinggi dan Universitas’ (juga dikenal sebagai Dokumen Departemen Pendidikan no. 16).

Artikel ‘Pemrograman dan Pemikiran’ menyebutkan bahwa paling tidak PKT sejak tahun 2013 sudah menyadari akan opininya bakal kehilangan tempat di perguruan tinggi. Atau dengan kata lain, PKT tidak lagi mampu mengontrol perguruan tinggi. Larangan tinggal larangan, para mahasiswa dan dosen dalam kelas menggunakan partai sebagai bahan olokan.

Baru-baru ini, ada banyak dosen di universitas Tiongkok telah diberhentikan atau dipindahkan dari pos pengajaran karena ucapannya yang dilaporkan oleh siswa kepada pihak yang berwenang.

Beberapa hari yang lalu, Wu Xiaoqiu, wakil dekan Renmin University of China, dalam pidato memberikan wejangan bagi mahasiswa yang akan di wisuda. Dia mengatakan bahwa mahasiswa harus berpegang pada tiga garis dasar kehidupan moral, yakni tidak bohong, tidak menguak rahasia, dan tidak mencari keuntungan pribadi.

“Tanpa garis bawah kehidupan tersebut maka cita-cita akan menjadi mimpi buruk, dan hasilnya akan membahayakan masyarakat dan orang lain,” ujar Wu Xiaoqiu.

Kini, warga Tiongkok bahkan dari mereka yang terlibat dalam sistem pemerintahan sampai masyarakat biasa, sudah lumrah menjelekkan atau ‘meludahi PKT’. Hal itu kini sudah menjadi tren umum. (Yang Yifan/ET/Sinatra/waa)

Simak juga, Pengakuan Dokter yang Dipaksa Panen Organ Hidup :

https://youtu.be/0x2fRjqhmTA