Kasus-kasus akhir-akhir ini profesor-profesor Tiongkok dihukum karena komentar yang mereka buat telah mengungkapkan kepanjangan lengan kontrol rezim Tiongkok atas kampus-kampus universitas.
You Shengdong, seorang profesor ekonomi di Xiamen University di Xiamen, sebuah kota di Provinsi Fujian, Tiongkok selatan, diberhentikan setelah seorang mahasiswa memberi tahu otoritas kampus tentang komentar politik You selama mengajar di bulan Juni. Universitas yang lebih tinggi menganggap pidatonya terlalu “ekstrim.” Sejak itu, ratusan mahasiswa Universitas Xiamen yang marah telah membawanya ke Weibo, sebuah platform media sosial yang mirip dengan Twitter, yang meminta You untuk diterima kembali.
Partai Komunis Tiongkok sering menggunakan label “ekstremis” atau “radikal” untuk membenarkan penganiayaan terhadap para pembangkang dan yang lainnya yang mengkritik rejim tersebut.
Berbicara dengan Voice of America, You mengatakan dia tidak akan terhalang oleh hukumannya dan akan terus mengatakan yang sebenarnya.
“Saya sangat berdedikasi pada pengajaran saya karena para mahasiswa ini berasal dari seluruh negeri dan mereka menggunakan uang hasil jerih payah dari orang tua mereka untuk mengabdikan masa muda mereka untuk pendidikan,” kata You.
“Bagi saya, melakukan sesuatu atau berbicara tentang sesuatu yang bertentangan dengan hati nurani saya adalah dosa.”
Sejak paruh kedua tahun 2014, Universitas Xiamen memberlakukan tindakan untuk melarang para profesor dan staf universitas membuat komentar kritis terhadap konstitusi Tiongkok, kebijakan Partai Komunis Tiongkok (PKT), atau nilai sosialisme, menurut VOA. You mengatakan dia mempelajari tentang peraturan-peraturan kampus tersebut setelah seorang mahasiswa secara diam-diam memberi tahu dia tentang rencana kampus untuk mulai memantau apa yang dikatakan para dosen di ruang kuliah.
Di bawah rezim Tiongkok, apa yang diizinkan untuk mahasiswa pelajari dan apa yang dapat dikatakan oleh para dosen semuanya dikontrol dengan ketat. Bagian dari kontrol tersebut diberlakukan melalui budaya informan (pelapor) yang berawal dari Revolusi Kebudayaan, ketika anak-anak dan siswa mengkhianati orang tua dan guru mereka menyebabkan tindakan mereka dianggap “kontra-revolusioner.”
Sun Wenguang, mantan profesor di Universitas Shandong di Provinsi Shandong, mengatakan dia khawatir tentang apa yang dia rasakan adalah telah berkurangnya kebebasan akademik di kampus. Dosen hanya diperbolehkan mengajarkan apa yang dianggap “benar” oleh rezim, dan dengan demikian mereka menjadi corong bagi PKT, katanya kepada Radio Free Asia dalam sebuah wawancara.
“Semua perguruan tinggi dan universitas telah menggunakan cara yang berbeda untuk memperkuat kepemimpinan Partai [di kampus],” kata Sun, menambahkan bahwa “mahasiswa yang juga anggota Partai akan merekam ucapan-ucapan dosen mereka, terutama komentar-komentar yang lebih sensitif secara politik.”
Sun menambahkan bahwa di bawah lingkungan yang represif seperti itu, mahasiswa akan kurang bersedia untuk mengeksplorasi hal-hal baru dan mengutarakan pikiran mereka.
Seorang profesor Tiongkok baru-baru ini memutuskan untuk secara terbuka mengkritik budaya informan beracun yang telah terbentuk di kampus-kampus universitas.
Wu Xiaoqiu, asisten kepala di Universitas Renmin di Beijing, mengatakan selama upacara wisuda pada 27 Juni bahwa ada garis dasar moral yang harus dijunjung tinggi oleh para mahasiswa, termasuk tidak berbohong dan memberi informasi terhadap rekan-rekan atau mentor-mentor mereka, menurut media Tiongkok.
Wu mengatakan bahwa tanpa hati nurani moral, “impian-impian akan menjadi mimpi buruk, dan itu akan menyebabkan kerusakan pada masyarakat dan orang lain.”
Berbicara dengan RFA, Gao Xin, penulis lepas dan analis politik yang berbasis di AS, mengatakan Partai Komunis Tiongkok telah memupuk masyarakat agar mendorong orang-orang untuk menjadi informan.
“Orang-orang tidak melaporkan kejahatan yang terjadi di masyarakat. Sebaliknya, Partai berbicara tentang para informan dan mengkritik orang lain sebagai cara untuk mengamankan kekuatannya sendiri,” kata Gao. (ran)
ErabaruNews