oleh Lin Yan
Perang dagang antara Tiongkok dengan Amerika Serikat dan jatuhnya pasar saham Tiongkok telah membuat pembeli mobil potensial mengurungkan niatnya.
Sebagai pasar penjualan mobil terbesar di dunia, penjualan mobil Tiongkok untuk pertama kalinya dalam 2 dekade lebih telah mengalami penurunan.
Penurunan ini membuat pembuat mobil asing ragu-ragu untuk berinvestasi di masa depan. Ada juga penelitian yang memprediksikan bahwa penjualan mobil Tiongkok akan turun 7% pada tahun 2019.
Asosiasi Mobil Penumpang Tiongkok pada Rabu (9 Januari) mengatakan bahwa penjualan mobil Tiongkok pada tahun 2018 turun 6% menjadi 22,7 juta unit kendaraan.
Ketegangan perdagangan telah sangat memukul permintaan mobil domestik Tiongkok dan mendorong pemerintah Tiongkok untuk mengembangkan langkah-langkah stimulus agar penjualan tidak terus menurun.
“Situasi semakin menekan pembuat mobil” kata Cui Dongshu, sekretaris jenderal Asosiasi Mobil Penumpang Tiongkok.
“Penurunan penjualan mobil mungkin dapat mempercepat proses pendesakan terhadap perusahaan atau mereka yang dengan kekuatan yang tidak memadai untuk keluar dari persaingan. Kita mungkin dapat melihat beberapa dari perusahaan pembuat mobil keluar dari pasar”.
Seperti bidang ekonomi Tiongkok lainnya, kebijakan pemerintah sangat menentukan nasib industri otomotif. Agensi melacak data pasar ritel mobil Tiongkok dan memprediksikan bahwa penjualan mobil Tiongkok akan tumbuh 1,2% pada tahun 2019.
Mereka mengatakan bahwa pembatasan kendaraan dan kebijakan lotre di kota-kota besar seperti Beijing telah menekan permintaan mobil, dan jika melonggarkan pembatasan tersebut mungkin dapat membantu meningkatkan penjualan mobil pada tahun 2019.
Namun, pandangan investor asing justru semakin pesimistis. Goldman Sachs, sebuah bank investasi pada pekan ini meramalkan bahwa penjualan mobil Tiongkok tahun 2019 akan turun sebanyak 7 % karena pasar mobil memasuki beberapa kuartal penurunan berturut-turut. Volume mobil baru akan pulih kembali pada tahun 2020, dan penjualan diharapkan meningkat 3% pada tahun 2020.
Pada bulan Desember 2018, penjualan ritel mobil sedan, MPV dan SUV di pasar Tiongkok mengalami penurunan sebesar 19%, ini adalah penurunan berturut-turut bulan ketujuh.
Sebagian besar analis percaya bahwa situasi pasar mobil Tiongkok sebenarnya adalah manifestasi komprehensif dari situasi global, termasuk faktor-faktor seperti kenaikan harga, gejolak politik, mengurangi kendaraan diesel dan lainnya akan mengurangi permintaan mobil di pasar.
Pembuat mobil sekarang perlu memutuskan apakah akan berinvestasi dalam rencana ekspansi atau revisi. Dalam beberapa dekade terakhir, pembuat mobil asing telah menginvestasikan miliaran dolar dalam ekspansi pabrik dan jalur produksi di Tiongkok, tetapi sekarang mereka tidak yakin apakah volume penjualan dan kapan penjualan mobil akan kembali.
Pembuat mobil asing ini sekarang perlu membuat pilihan – melanjutkan ekspansi agresif dapat membuat kesulitan perusahaan karena kelebihan kapasitas produksi, dan praktik yang terlalu hati-hati dapat membahayakan kemampuan untuk merespons ketika konsumsi meningkat.
Seorang juru bicara GM lewat email menyikapi bahwa GM akan terus berinvestasi secara cerdik dan mengelola kapasitas produksinya di Tiongkok untuk memenuhi kebutuhan pasar otomotif Tiongkok di tahun-tahun mendatang.
Namun, beberapa pembuat mobil telah mengurangi operasi mereka. Suzuki Motor Corporation Jepang mengumumkan penarikan resminya dari pasar Tiongkok pada 2018 karena penjualan mobil kecil yang tidak kunjung membaik.
Laporan Morgan Stanley juga menunjukkan bahwa permintaan domestik Tiongkok adalah kunci yang menyeret turunnya pasar mobil.
Diperkirakan bahwa pelemahan pasar mobil akan memiliki dampak yang lebih besar pada penjualan mobil buatan domestik Tiongkok, karena target pelanggan mereka lebih sensitif terhadap siklus ekonomi. Dengan kata lain, dampak dari pasar mobil yang melemah akan lebih memukul pasar mobil buatan domestik yang kelas menengah dan yang murah. (Sin/asr)
Video Rekomendasi :Â
https://www.youtube.com/watch?v=Rb4g35uRHf0