WASHINGTON — Menghormati bertahun-tahun kampanye menentang penindasan Komunis Tiongkok atas kebebasan beragama, Yayasan Korban Komunisme (Victims of Communism Memorial Foundation) yang bermarkas di Washington menghadiahi Kardinal Katolik Roma Joseph Zen Ze-kiun dengan penghargaan bergengsi untuk aktivisme heroiknya.
Uskup mantan pejabat senior Hong Kong tersebut telah menerima Medali Kebebasan Truman-Reagan (Truman-Reagan Medal of Freedom), kehormatan tertinggi dari yayasan, pada seremoni Capitol Hill 28 Januari.
Medali tersebut diberikan setiap tahun pada “perorangan dan institusi-institusi yang telah menunjukkan komitmen seumur hidup terhadap kebebasan dan demokrasi serta oposisi terhadap komunisme dan semua bentuk-bentuk tirani lainnya,” menurut yayasan, sebuah organisasi nirlaba pendidikan dan hak asasi manusia. Paus almarhum, Santo Yohanes Paulus II, yang berani menentang komunisme dunia telah membantu menggulingkan Uni Soviet, adalah penerima medali di masa lampau.
Marion Smith, direktur eksekutif yayasan tersebut, mengatakan Zen telah “memberikan suara kepada mereka yang menolak kebebasan beragama dan telah menentang kolusi Vatikan dengan Partai Komunis Tiongkok tentang masalah penunjukan kegerejaan.”
OTONOMI HONG KONG
Pastur berusia 87 tahun itu mengatakan dia khawatir tentang masa depan Hong Kong karena otonomi yang Beijing telah janjikan untuk tetap dijaga sedang memudar.
Meskipun Marxisme “sejati” tidak lagi ada di daratan Tiongkok, “kediktatoran penganiaya ateis tetap ada,” dan menindas agama di seluruh negeri, termasuk di Hong Kong, yang hak dan kebebasannya sudah ada sebelumnya dan Beijing telah berjanji untuk menghormati selama setidaknya 50 tahun pada tahun 1997, ketika Inggris menyerahkan wilayah tersebut ke Tiongkok.
“Dari otonomi tingkat tinggi yang telah dijanjikan, hanya sedikit yang tersisa,” kata Zen. “Kami segera akan menjadi salah satu dari kota-kota di Tiongkok.”
“Saya ingin mengingat banyak dari para pahlawan yang menderita saat ini di Tiongkok atau Hong Kong karena menyuarakan pernyataan mereka untuk menghormati martabat mereka, untuk kebebasan, dan untuk demokrasi, mereka pahlawan-pahlawan terkenal dan tanpa nama.”
PENINDASAN AGAMA
Beijing berupaya keras untuk menempatkan semua gereja di bawah kendali Partai Komunis dan mempekerjakan pejabat-pejabat yang tugasnya mengawasi lembaga-lembaga keagamaan tersebut. Rezim Tiongkok secara terbuka mencampuri urusan-urusan dari sekitar 12 juta umat Katolik di negara tersebut dan telah menangkap serta menganiaya para pejabat gereja. Zen telah menjadi kritikus utama untuk kebijakan ini.
Pada musim gugur, Vatikan dan Partai Komunis yang berkuasa dilaporkan telah menandatangani perjanjian sementara yang memungkinkan Beijing untuk secara efektif menunjuk sejumlah uskup, sebuah langkah yang telah dikritik oleh umat Kristen di negara tersebut, yang memperingatkan bahwa hal itu hanya akan mendorong lebih banyak penindasan agama yang disetujui secara resmi.
Pada bulan September tahun lalu, Zen menggambarkan perjanjian itu sebagai “penyerahan total” oleh Vatikan, serta “pengkhianatan yang luar biasa” untuk keyakinan Katolik.
Perwakilan AS, Chris Smith (RN.J.), rekan ketua Yayasan Korban Komunisme, menulis dalam editorial opini Washington Post pada bulan Desember 2018 bahwa Partai Komunis Tiongkok sekarang terlibat dalam “upaya paling komprehensif untuk memanipulasi dan mengendalikan, atau pun menghancurkan, komunitas-komunitas keagamaan sejak Ketua Mao Zedong menjadikan pemberantasan agama sebagai tujuan Revolusi Kebudayaannya setengah abad yang lalu.”
Zen mengatakan kepada wartawan 28 Januari bahwa dia khawatir dengan perjanjian tersebut, dimana mengatakan Gereja Katolik di Hong Kong “akan membutuhkan restu dari Beijing” untuk menunjuk para uskup. “Ini menunjukkan prinsip ‘satu negara, dua sistem’ Hong Kong akan segera menghilang,” katanya.
“Saya berharap Vatikan akan berdiri tegak dan menunjuk seorang uskup yang benar-benar dapat memimpin keuskupan kami dan melindungi kehidupan religius kami.”
Zen mengatakan dia berdoa untuk Paus Francis, yang dia temui di Vatikan awal bulan ini, untuk melakukan hal yang benar. Takhta Suci belum menjawab surat-suratnya, di mana ia keberatan dengan perjanjian tentang penunjukan uskup-uskup itu, katanya.
“Mereka membuat penilaian sendiri tentang hal-hal yang tidak saya setujui,” katanya. “Kami umat Katolik berdoa untuk [Paus]. Dengan berkah Tuhan, kami berdoa ia tidak akan membuat kesalahan.”
‘PEMIMPIN LUAR BIASA’
Dalam sebuah wawancara dengan The Epoch Times pada upacara penghargaan tersebut, Smith menjelaskan mengapa kardinal layak dihormati.
“Kardinal Zen, selama bertahun-tahun, bahkan sebelum ia menjadi uskup Hong Kong, telah menjadi pemimpin yang luar biasa bagi semua agama yang percaya bahwa kebebasan beragama adalah hak asasi manusia yang diakui secara fundamental, yang telah disetujui Tiongkok. Dia telah berbicara atas nama semua orang, bukan hanya umat Katolik, dan saya pikir itu membuat perbedaan. Kita semua mewakili keseluruhan bersama-sama.
“Penindasan yang telah dilancarkan tersebut … telah menghancurkan begitu banyak nyawa orang, tidak hanya melalui pembunuhan dan melalui penyiksaan serta hukuman penjara yang panjang, tetapi harapan-harapan dan aspirasi-inspirasi mereka dihalangi karena kediktatoran ini.
“Saya pikir Kardinal Zen menginspirasi kita semua, orang-orang di dalam Tiongkok, dan juga di luar, untuk berbuat lebih banyak demi kebebasan beragama.”
Seorang wakil dari latihan spiritual Falun Gong (juga dikenal sebagai Falun Dafa), dimana Zen telah membelanya, mengatakan kardinal itu layak menerima penghargaan tersebut.
“Kardinal Zen dikenal sebagai sosok yang sangat lurus dan blak-blakan di Hong Kong,” kata Kan Hung-cheung dari Asosiasi Falun Dafa Hong Kong.
Kan ingat bagaimana Zen berbicara ketika rezim Tiongkok memulai penganiayaannya terhadap Falun Gong di daratan Tiongkok pada tahun 1999. Propaganda rezim yang pada awalnya berdampak pada populasi Hong Kong, dan para praktisi Falun Gong menghadapi lingkungan yang tidak bersahabat. Meskipun demikian, Zen telah membelamereka.
“Ketika [Partai Komunis Tiongkok] memulai penganiayaan terhadap Falun Gong pada tahun 1999, Uskup Zen saat itu datang untuk membela nilai-nilai universal Sejati-Baik-Sabar [prinsip inti Falun Gong] dan kebebasan beragama untuk Falun Gong, dan sangat menentang dan mengkritik pemerintah Hong Kong atas penindasan yang drencanakan tersebut.”
Zen telah membantu memperbaiki atas penindasan yang dialami oleh praktisi Falun Gong. “Kami sangat menghargai dukungannya terhadap kami selama bertahun-tahun,” kata Kan.
Zen mengatakan bahwa menerima Medali Kebebasan Truman-Reagan akan memberi harapan kepada sesama umat Katolik Tiongkok.
Zen ditanya oleh The Epoch Times apakah penerimaan penghargaan itu akan berdampak pada kebebasan beragama di Tiongkok dan Hong Kong.
“Tentu,” jawab Zen, “karena saya meminta semua orang berjanji untuk berdoa untuk kami dan saya harap Anda mendapat informasi dan selalu peduli. Itu penting bagi kami, karena kami membutuhkan dukungan semua orang.” (ran)
Video pilihan: