BEIJING — Tiongkok meningkatkan jangkauan diplomatiknya atas kamp-kamp kontroversial di wilayah Xinjiang yang berpenduduk mayoritas Muslim, sedang mengundang lebih banyak diplomat asing untuk berkunjung karena berusaha mencegah kritik dari negara-negara mayoritas Muslim dan PBB.
Sejak Desember, Tiongkok telah membawa setidaknya tiga kelompok diplomat asing untuk mengunjungi apa yang disebutnya fasilitas pendidikan dan pelatihan, akan tetapi kelompok-kelompok hak asasi mengatakan itu adalah kamp-kamp penahanan. Kelompok keempat dijadwalkan untuk mengunjungi bulan ini.
Kementerian luar negeri negara tersebut mengatakan pada 16 Februari bahwa para diplomat yang berbasis di Jenewa dari Pakistan, Venezuela, Kuba, Mesir, Kamboja, Rusia, Senegal, dan Belarus sedang telah mengunjungi Xinjiang dalam perjalanan yang berakhir pada 19 Februari.
Enam sumber diplomatik mengatakan kepada Reuters bahwa Beijing telah mengundang untuk kunjungan berikutnya para diplomat yang berbasis di Tiongkok dari Arab Saudi, Aljazair, Maroko, Lebanon, Mesir, Singapura, Vietnam, Laos, Myanmar, Kamboja, Bangladesh, Rusia, Turkmenistan, Georgia, Hongaria dan Yunani .
Dua sumber mengatakan bahwa perjalanan dijadwalkan untuk minggu depan.
Pejabat-pejabat dari Myanmar, Laos, Vietnam, Rusia, Hongaria, Maroko, Mesir, Aljazair, Arab Saudi, dan Yunani tidak menanggapi permintaan komentar. Pejabat dari Singapura, Bangladesh, dan Turkmenistan menolak berkomentar. Para pejabat Kamboja mengatakan mereka tidak mengetahui kunjungan itu.
Sebuah sumber di kementerian luar negeri Libanon mengatakan Libanon tidak akan berpartisipasi, sementara para diplomat Georgia telah menerima sebuah undangan, tetapi tidak akan bisa hadir, kata layanan pers kementerian luar negerinya.
Kementerian Luar Negeri Tiongkok, dalam tanggapan melalui faks kepada Reuters, mengkonfirmasi bahwa pemerintah Xinjiang mengundang para diplomat yang berbasis di Tiongkok untuk berkunjung dalam beberapa hari mendatang, tetapi tidak memberikan perinciannya.
Pejabat Xinjiang tidak menanggapi permintaan komentar.
Secara terpisah, pejabat pemerintah pada 22 Februari akan memberi penjelasan singkat pada utusan-utusan asing di Beijing tentang situasi di Xinjiang, kata empat diplomat. Kementerian Luar Negeri Tiongkok tidak segera menanggapi permintaan komentar tentang pertemuan itu.
‘SANGAT TERGUNCANG’
Sumber-sumber diplomatik mengatakan Tiongkok menjadi semakin khawatir tentang serangan di luar negeri terhadap kamp-kamp tersebut, terutama ancaman sanksi-sanksi AS, dan telah berupaya untuk menangkisnya dengan dorongan publik untuk narasi yang ramah.
“Mereka sangat terguncang,” kata seorang diplomat senior, yang telah membahas Xinjiang dengan para pejabat Tiongkok, kepada Reuters, yang berbicara dengan syarat anonim.
Negara-negara Muslim umumnya menunda mengkritik Tiongkok, setidaknya di depan umum.
Namun pada bulan Februari, Turki meminta Tiongkok untuk menutup kamp-kamp itu, dengan mengatakan semua itu sebuah “penghinaan besar bagi umat manusia,” yang memicu reaksi marah dari Beijing.
“Tiongkok tidak ingin negara-negara Muslim lain bergabung dengan Turki dalam mengkritik kamp-kamp itu,” kata seorang diplomat kedua yang berbasis di Beijing.
Semua diplomat yang berbicara dengan Reuters meminta anonimitas karena mereka tidak berwenang untuk berbicara kepada media.
Rezim Tiongkok juga telah membawa wartawan-wartawan asing ke kamp-kamp tersebut, termasuk satu kelompok kecil pada Januari dimana termasuk Reuters. Kunjungan yang dikoreografikan dan dikawal dengan ketat ini menandai pertama kali media non-Tiongkok diberikan akses ke kamp-kamp tersebut.
Orang-orang Uighur dan Muslim lainnya yang ditahan di fasilitas seperti kamp konsentrasi, yang dikenal sebagai pusat “pendidikan ulang”, dilarang menggunakan sapaan-sapaan Islam, harus belajar bahasa Mandarin, dan menyanyikan lagu-lagu propaganda, menurut laporan oleh Human Rights Watch.
Anak-anak Uighur dari para orang tua yang menjadi tahanan di kamp-kamp “pendidikan ulang politik” atau tinggal di pengasingan sedang ditempatkan di “panti asuhan” yang dikelola pemerintah di Xinjiang oleh otoritas setempat, kata seorang ayah yang trauma pada The Epoch Times.
Berita itu mengikuti perintah Chen Quango, Sekretaris Partai Komunis Tiongkok (PKT) di Xinjiang, untuk memindahkan semua “anak yatim” di Xinjiang ke fasilitas negara pada tahun 2020.
Mantan tahanan tersebut juga mengatakan pada The Epoch Times bahwa warga Uighur disiksa, diperkosa, dan dibunuh di dalam kamp-kamp “pendidikan-politik” rahasia.
Para pejabat Partai Komunis Tiongkok mengatakan penahanan massal di kalangan penduduk Uighur, yang mayoritasnya menjalankan Islam, adalah bagian dari langkah-langkah untuk menindak terorisme, ekstremisme agama, dan separatisme di negaranya. PKT telah menggunakan alasan potensi “ancaman ekstremis” untuk membenarkan pengawasan ketat dan tindakan keras terhadap orang-orang Uighur dan kelompok minoritas Muslim lainnya di wilayah tersebut.
PERTEMUAN PBB
Tiongkok berharap membungkam kritik terhadap kebijakan-kebijakan Xinjiang-nya di dua acara mendatang, kata para diplomat.
Salah satunya adalah Dewan HAM PBB, yang dimulai pada hari Senin di Jenewa; yang lainnya adalah KTT Belt and Road (OBOR) pada akhir April di Beijing, di mana para pemimpin dari beberapa negara Muslim diharapkan datang.
Bulan ini, aktivis-aktivis HAM mendesak negara-negara Eropa dan Muslim untuk membentuk investigasi PBB ke dalam kamp-kamp Xinjiang.
Swiss, Jerman, Inggris, dan Amerika Serikat adalah di antara yang paling kritis terhadap kebijakan-kebijakan Tiongkok atas Xinjiang pada Tinjauan Berkala Universal oleh Dewan HAM PBB pada bulan Januari.
Yang Shu, kepala Institut Studi Asia Tengah di Universitas Lanzhou di barat laut Tiongkok, mengatakan kepada Reuters bahwa penting untuk membawa pengunjung asing ke Xinjiang, tetapi efeknya mungkin tidak akan terlihat jelas.
“Untuk negara-negara yang memiliki hubungan baik dengan Tiongkok dan memiliki masalah serupa, mudah bagi keduanya untuk mencapai konsensus tentang masalah Xinjiang,” kata Yang, seorang pakar keamanan dan terorisme.
“Untuk negara-negara lain, penjelasan tidak akan banyak berpengaruh. Amerika Serikat dan negara-negara lain telah lama mengkritik Tiongkok karena masalah Xinjiang, dan sebuah penjelasan tidak akan mengubah pikiran mereka,” katanya.
Beberapa diplomat Barat mengatakan kepada Reuters dalam beberapa pekan terakhir bahwa mereka merasa frustrasi atas keengganan negara-negara Muslim untuk berbicara dengan bebas tanpa rasa takut tentang Xinjiang.
Sekelompok sekitar belasan duta besar dari negara-negara Barat telah menulis tahun lalu untuk meminta pertemuan dengan pejabat tinggi Xinjiang, ketua Partai Komunis Chen Quanguo, untuk membahas keprihatinan mereka. Tidak ada pertemuan yang dijadwalkan.
Surat itu telah diedarkan secara luas, tetapi tidak ada negara Muslim yang menandatanganinya, kata diplomat-diplomat tersebut.
Ledakan Turki, bagaimanapun, telah memberikan beberapa harapan bahwa dunia Islam yang lebih luas dapat segera mulai membuat komentar kritis tentang Xinjiang. (ran)
Video pilihan:
Tiongkok Memoles Kamp Penahanan Uighur, untuk Hindari Inspeksi Internasional
https://www.youtube.com/watch?v=Uv1RJYlnXnE