Frank Fang – The Epochtimes
Epochtimes.id- Sehari setelah lebih dari 1 juta rakyat Hong Kong turun ke jalan-jalan sebagai bentuk protes agar dibatalkannya RUU Ekstradisi yang memungkinkan tersangka dikirim ke daratan Tiongkok, sejumlah usaha kecil dan toko turut memprotes dengan aksi tutup usaha.
Sementara itu, Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam mengatakan pada konferensi pers pada 10 Juni tetap mengajukan RUU ekstradisi untuk diperdebatkan di hadapan Dewan Legislatif (LegCo) kota pada 12 Juni, sesuai jadwal. Untuk diketahui kursi dewan sebanyak 70 kursi dikendalikan oleh mayoritas pro-Beijing, RUU itu kemungkinan akan disahkan jika dibawa ke pemungutan suara.
Pemerintah Hong Kong pertama kali mengusulkan amandemen undang-undang ekstradisi pada bulan Februari, yang akan memungkinkan kepala eksekutif – pejabat tinggi kota – untuk menandatangani permintaan ekstradisi, termasuk dari daratan Tiongkok, tanpa persetujuan dari LegCo.
Dalam beberapa bulan terakhir, gerakan oposisi yang luas telah mengorganisir pawai dan petisi menolak RUU Ekstradisi. Pasalnya, rezim komunis Tiongkok dinilai mengabaikan aturan hukum. Bahkan amandemen tersebut memungkinkan Komunis Tiongkok untuk menuntut dan mengekstradisi para pengritiknya dengan impunitas.
Berbeda dengan aksi damai yang digelar hanya sehari sebelumnya, polisi anti huru hara sempat bentrok pada 10 Juni dengan kelompok sempalan yang hanya terdiri ratusan massa mencoba memaksa masuk ke gedung LegCo.
Seruan Shutdwon secara spontan di antara berbagai sektor masyarakat Hong Kong adalah bentuk protes terbaru.
Partai Civic, sebuah partai politik pro-demokrasi lokal, menambahkan momentum itu dengan postingan di Facebook yang menyerukan “tiga penskoran: berhenti bekerja, berhenti kelas, dan hentikan pasar” pada 12 Juni. Partai Civic menyerukan partai akan menunda operasi di kantor pusat dan kantor legislator daerah.
Posting Facebook menyertakan tautan ke Google spreadsheet yang mengumpulkan nama-nama perusahaan, toko, organisasi, dan grup yang ditutup pada 12 Juni. Pada saat dirilis, ada sebanyak 178 entitas masuk dalam daftar.
Media lokal Stasiun Radio Hong Kong melaporkan bahwa berbagai perusahaan telah mengumumkan rencana untuk mogok, termasuk gerai ritel, toko buku, kafe dan restoran, firma hukum, klinik pengobatan Tiongkok, dan firma teknik dan teknologi informasi.
Beberapa toko, seperti Le Sean Seasons Florist, mengatakan menutup semua lokasi mereka di Hong Kong pada 12 Juni.
CALL4VAN, sebuah perusahaan yang berbasis di Hong Kong yang menawarkan layanan penyewaan van melalui aplikasi mobile, membuat pengumuman dengan posting Facebook di halaman resminya, dan mendesak perusahaan lain dan pekerja mereka untuk bergabung dengan shutdown tersebut.
Serikat Artis Hong Kong juga mengunggah di halaman Facebook resminya mengatakan mereka turut mogok sebagai protes terhadap RUU ekstradisi. Sebuah posting hanya menyatakan “Seniman Mogok di 6.12.” Di posting lainnya, perguruan tinggi seni dan universitas di kota turut membatalkan wisuda dan pameran mahasiswa sebagai bentuk solidaritas.
Selain itu, serikat mengatakan menjangkau instruktur di sekolah untuk mendukung tindakan mahasiswa mereka. Kelompok-kelompok lain di Hong Kong juga menggelar aksi protes.
Good Neighbor North North Church di halaman Facebook-nya bahwa mereka telah menangguhkan beberapa layanan sosialnya selama tiga hari, mulai 10 Juni. Kelompok ini mengatakan, “moto kami adalah untuk memungkinkan ‘komunitas berubah, untuk memberi harapan kepada orang miskin.’ Amandemen akan menyebabkan orang miskin tidak pernah memiliki suara lagi. Jadi kami akan dengan tegas menolak.”
Pihak Gereja menambahkan bahwa mereka akan memutuskan apakah akan melanjutkan penangguhan setelah debat pada 12 Juni. Di Chinese University of Hong Kong, komite eksekutif mahasiswa di Departemen Filsafat menulis di halaman Facebook-nya bahwa mereka tidak akan menghadiri kelas, dan mendesak semua warga Hongkong untuk tidak pergi bekerja dan sekolah pada tanggal 12 Juni. Kelompok Mahasiswa ini menilai pemerintah Hong Kong “berulang kali mengabaikan keinginan rakyat untuk secara paksa mendorong amandemen.”
Kepedulian Suara AS
Sementara itu, para pejabat dan anggota parlemen AS telah menyatakan keprihatinan atas erosi otonomi Hong Kong setelah aksi protes damai.
Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengatakan dalam jumpa pers pada 10 Juni, “erosi berkelanjutan pada ‘satu negara, kerangka kerja dua sistem’ berisiko membahayakan status khusus Hong Kong yang telah lama terjalin dalam urusan internasional.”
Menurut Morgan Ortagus, Amerika Serikat memiliki banyak keprihatinan di Hong Kong terkait kurangnya perlindungan prosedural dalam amandemen yang diusulkan dapat merusak otonomi Hong Kong. Bahkan, berdampak negatif terhadap perlindungan hak asasi manusia, kebebasan fundamental, dan nilai-nilai demokrasi.
Hong Kong dipindahtangankan dari pemerintahan Inggris ke Tiongkok pada tahun 1997. Perjanjian serah terima Inggris-Tiongkok telah memasukkan jaminan tegas bahwa kota itu akan menikmati otonomi tingkat tinggi dan kebebasan yang tidak diizinkan di daratan Tiongkok — kebijakan yang dikenal sebagai “satu negara, dua sistem “
Senator Amerika Serikat, Eliot Engel dalam sebuah pernyataan pada 10 Juni, mengatakan RUU yang diusulkan akan “melakukan kerusakan serius pada supremasi hukum dan pemerintahan di Hong Kong.” (asr)
Kepala Eksekutif Carrie Lam mengadakan konferensi pers di Hong Kong pada 10 Juni 2019. (Anthony Wallace / AFP / Getty Images)