FRANK FANG, EPOCH TIMES
Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa menyerukan pihak berwenang Hong Kong untuk mengatasi krisis kemanusiaan yang terjadi di Polytechnic University (PolyU) Hong Kong.
Rubert Colville, juru bicara Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, mengatakan situasi di universitas itu “jelas memburuk” dan mendesak pemerintah setempat untuk “memfasilitasi solusi damai,” berdasarkan jumpa pers soal Hong Kong pada 19 November di Jenewa, Swiss.
Intensnya bentrokan antara polisi dan pengunjuk rasa di Polytechnic University Hong Kong dimulai akhir pekan ini.
Pada hari Minggu lalu, polisi mengepung kampus itu dan menutup pintu keluar yang mencegah pengunjuk rasa pergi. Bahkan, Orang-orang juga dilarang masuk, selain dari petugas medis dan mediator khusus yang tiba di tempat kejadian.
Setelah polisi menyerang kampus dengan gas air mata dan proyektil, ratusan orang melarikan diri atau secara sukarela menyerahkan diri kepada polisi.
Pada Rabu 20 November pagi, John Lee, sekretaris keamanan Hong Kong, memberikan angka terbaru: setidaknya 900 orang telah meninggalkan Polytechnic University Hong Kong dan menyerah kepada polisi. Di antara mereka, sekitar 300 orang berusia di bawah 18 tahun, menurut laporan media lokal.Â
Dia menambahkan bahwa semua orang dewasa berusia di atas 18 tahun ditangkap karena dituduh melakukan kerusuhan.
Sedangkan presiden Polytechnic University Hong Kong Teng Jin-Guang mengatakan, masih ada sekitar 100 orang di dalam sekolah, dengan sekitar 20 dari mereka adalah pelajar, menurut media Hong Kong. Derek Liu, presiden serikat mahasiswa Polytechnic University Hong Kong, memberikan perkiraan serupa.
Teng menambahkan bahwa kondisi sanitasi di sekolah itu tidak baik, dan bahwa kampus sekolah tidak aman karena adanya “bahan kimia dan barang berbahaya lainnya,” Ia memohon kepada para pengunjuk rasa yang tersisa untuk pergi.
Dia mengklaim, bahwa dirinya telah berkomunikasi dengan polisi, dan diyakinkan bahwa polisi tidak akan memulai penggunaan kekerasan. Dia mendesak orang untuk tidak mengambil metode berbahaya untuk meninggalkan sekolah, dikarenakan seseorang dari pihak universitas atau dirinya sendiri akan menemani mereka yang secara sukarela pergi ke kantor polisi setempat. Sekitar 10 orang pergi bersamanya pada Rabu 20 November sore.
Pernyataan PBB mengimbau kepada orang-orang yang mengambil bagian dalam protes untuk meninggalkan dan mengutuk penggunaan kekerasan.
Dewan HAM PBB menyatakan, pertanggungjawaban atas kekerasan juga penting – baik dalam kasus individu yang melanggar hukum dan melakukan tindakan kekerasan, tetapi juga dalam kasus dugaan penggunaan kekuatan berlebihan dari Polisi.
Pernyataan ini meminta pemerintah Hong Kong untuk menyelesaikan krisis secara damai dan melalui dialog.
Kepala serikat mahasiswa Polytechnic University Hong Kong, Derek Liu menambahkan bahwa tiga staf surat kabar kampus ditangkap Minggu dan Senin lalu. Itu dilakukan setelah mereka melakukan wawancara di kampus, dengan dugaan ikut serta dalam kerusuhan. Dia menambahkan bahwa mereka kemudian dibebaskan dengan jaminan.
Asosiasi Jurnalis Hong Kong dan Asosiasi Fotografer Pers Hong Kong, dalam pernyataan bersama pada 20 November, menyatakan “kekecewaan ekstrem” tentang bagaimana polisi telah menetapkan serangkaian pembatasan yang membatasi kebebasan pers di PolyU dan daerah-daerah sekitarnya.
Pernyataan itu mencantumkan dua contoh khusus : pertama, polisi mengarahkan senjata mereka kepada empat wartawan untuk menakut-nakuti mereka agar tidak memasuki Polytechnic University Hong Kong .
Dalam contoh lain, polisi memaksa jurnalis foto berlutut dan membuka kunci ponselnya. Setidaknya 13 wartawan dari media sekolah dan media online ditangkap, menurut pernyataan itu.
Asosiasi Jurnalis Hong Kong dan Asosiasi Fotografer Pers Hong Kong menyerukan polisi untuk membuka Polytechnic University Hong Kong sehingga pers dapat melakukan wawancara di dalam kampus. (asr)