2. Sosialisme Dystopian dari Partai Komunis Tiongkok
Setelah kepemilikan publik dan ekonomi terencana akhirnya membuat rakyat Tiongkok menjadi miskin, Partai Komunis Tiongkok terpaksa memulai proses “reformasi dan keterbukaan” di mana Partai Komunis Tiongkok memperkenalkan unsur-unsur pasar bebas ke dalam masyarakat Tiongkok. Banyak yang percaya bahwa Partai Komunis Tiongkok telah menjadi kapitalis, tetapi hal ini jauh dari kebenaran.
a. Ekonomi Tiongkok: Tidak Ada Relaksasi Kendali Komunis
Jauh dari kelayakan, Partai Komunis Tiongkok meliberalisasi beberapa aspek ekonomi Tiongkok, seperti mengizinkan bisnis swasta. Tetapi ini tidak berarti bahwa komunis telah melonggarkan cengkeramannya. Sebaliknya, reformasi ekonomi adalah strategi yang digunakan oleh komunis untuk melanjutkan kekuatannya dan menipu dunia.
Model komunis Tiongkok adalah kombinasi sosialisme, statisme, dan ekonomi pasar yang mengerikan. Meskipun ada perusahaan swasta, Partai Komunis Tiongkok tidak pernah menjanjikan hak mendasar kepada rakyat atas properti pribadi. Semua sumber daya dan tanah pada akhirnya tetap berada di tangan Partai Komunis Tiongkok.
Pada saat yang sama, Partai Komunis Tiongkok menggunakan negara untuk memaksakan kendali yang ketat pada masalah ekonomi. Partai Komunis Tiongkok masih menerapkan perencanaan nasional berskala besar dalam apa yang seharusnya dianggap sebagai ekonomi kekuasaan. Pasar hanyalah sarana yang digunakan oleh negara untuk merangsang produksi; jadi pasar tidak benar-benar independen dan tidak ada lembaga yang mendukung pasar bebas.
Tidak ada semangat hukum, dan tidak ada sistem hak properti yang jelas. Nilai tukar tidak diperbolehkan untuk menyesuaikan diri secara alami. Aliran kekayaan masuk dan keluar dari negara dibatasi, dan perusahaan internasional dikendalikan dengan ketat. Partai Komunis Tiongkok menggunakan subsidi pemerintah dan potongan pajak ekspor untuk meningkatkan ekspor dengan tujuan mengalahkan pesaing dengan perlombaan harga. Hal ini telah mengganggu tatanan normal perdagangan dunia.
Di Tiongkok, semua kegiatan ekonomi diarahkan untuk memenuhi kebutuhan politik. Kebebasan ekonomi perusahaan dan individu lebih rendah daripada keinginan negara dan dapat dicabut kapan saja. Justru karena alasan inilah Organisasi Perdagangan Dunia telah lama menolak untuk mengakui Tiongkok sebagai ekonomi pasar.
Banyak pemerintah Barat memendam harapan naif bahwa pembangunan ekonomi akan membawa liberalisasi politik dan demokrasi ke Tiongkok. Malahan, kapitalisme publik Tiongkok digunakan untuk memberi makan organisme sosialis, menghidupkan kembali kepemimpinan Partai Komunis Tiongkok, dan terus melakukan tindak kejahatan.
Dengan sarana keuangan yang lebih besar, Partai Komunis Tiongkok menindas rakyatnya secara lebih brutal dan canggih. Pada bulan Juli 1999, rezim Tiongkok memulai penganiayaan terhadap Falun Gong, dengan menargetkan seratus juta praktisi Falun Gong. Perang melawan prinsip universal Sejati, Baik, dan Sabar masih berlanjut hingga hari ini. Sejak tahun 2009, Partai Komunis Tiongkok telah menghabiskan lebih dari 500 miliar yuan (75 miliar dolar Amerika Serikat) setiap tahun untuk menutupi biaya “menjaga stabilitas,” yaitu, mengawasi rakyat Tiongkok.
b. Kebenaran di Balik Kenaikan Ekonomi Tiongkok
Karena pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tiongkok yang cepat selama 40 tahun terakhir, banyak yang percaya pada keunggulan ekonomi sosialis, sehingga membuat banyak orang Barat, termasuk elit di lingkaran politik dan akademis serta lembaga pemikir, kagum pada efisiensi sistem totaliter.
Faktanya, model ekonomi yang dibangun Partai Komunis Tiongkok tidak dapat diduplikasi. Di satu sisi, alasan kenaikan ekonominya menunjukkan ketidakstabilan internal sistem sosialis. Di sisi lain, model Partai Komunis Tiongkok menunjukkan banyak sifat buruk yang diciptakan oleh kekuatan ekonominya yang tidak bermoral.
Pertumbuhan ekonomi Tiongkok dalam 40 tahun terakhir sebagian besar berasal dari faktor-faktor berikut. Pertama, pelonggaran ekonomi milik negara dan pengabaian perencanaan pusat, serta revitalisasi sektor swasta, telah memberi dorongan produktif yang kuat pada ekonomi Tiongkok. Rakyat Tiongkok adalah pekerja keras dan cerdas, tetapi Partai Komunis Tiongkok menghambat potensi rakyatnya yang rajin selama beberapa dekade. Keinginan untuk mengentaskan diri dari kemiskinan telah menghidupkan kembali motivasi untuk melakukan bisnis dan melepaskan kekuatan ekonomi Tiongkok yang luar biasa.
Faktor kedua adalah masuknya modal dan teknologi Barat secara besar-besaran ke Tiongkok selama era reformasi. Di bawah ekonomi komando, luasnya tanah, banyaknya tenaga kerja, dan luasnya pasar di Tiongkok kurang dimanfaatkan bagai emas yang harganya belum ditentukan. Kombinasi investasi modal dan sumber daya yang belum berkembang memicu kobaran pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Jika bukan karena aturan totaliter Partai Komunis Tiongkok, pertumbuhan ekonomi Tiongkok ini sudah dimulai beberapa dekade sebelumnya, dan dengan cara yang jauh lebih terkendali dan berkelanjutan.
Skala investasi Barat di Tiongkok sangat besar. Menurut angka yang dipublikasikan, investasi langsung Amerika Serikat di Tiongkok mencapai hampir 800 miliar dolar Amerika Serikat antara tahun 2000 hingga 2016. [23] Nilai total modal asing yang masuk ke Tiongkok dari tahun 1979 hingga 2015 berjumlah sekitar 1,64 triliun dolar Amerika Serikat. [24]
Negara-negara Barat bahkan memberi status perdagangan istimewa serta akses pasar yang luas kepada rezim Tiongkok. Pada bulan Mei 2000, pemerintah Amerika Serikat memberikan Hubungan Dagang Normal Permanen kepada Tiongkok. Pada tanggal 11 Desember 2001, Tiongkok secara resmi memasuki Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan bergabung dengan pasar internasional.
Partai Komunis Tiongkok mengembangkan kekuatan ekonominya dengan menggunakan model pembangunan yang tidak etis. Di antaranya adalah penggunaan tenaga kerja di pabrik, eksploitasi ekstrem para buruh dan petani, pembongkaran perumahan dan relokasi penghuninya, dan sejenisnya.
Demi pertumbuhan jangka pendek, Partai Komunis Tiongkok mengabaikan kerusakan lingkungan dan bahaya lainnya, untuk memeras setiap tetes laba terakhir dari tanah, rakyat, dan sumber daya di Tiongkok.
Partai Komunis Tiongkok memanfaatkan modal Barat, teknologi Barat, pasar Barat, status perdagangan yang menguntungkan, dan biaya produksi dalam negeri yang murah untuk menghasilkan cadangan devisa dalam jumlah besar. Defisit perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok naik dari sekitar 80 miliar dolar Amerika Serikat pada tahun 2000 menjadi lebih dari 375 miliar dolar Amerika Serikat pada tahun 2017.
Akhirnya, Partai Komunis Tiongkok membatalkan konvensi perdagangan internasional dan mengambil keuntungan penuh dari peluang yang tersedia baginya terlepas dari keabsahannya. Partai Komunis Tiongkok mengadopsi strategi nasional menjiplak kekayaan intelektual dalam upaya untuk menyalip negara lain dalam bidang industri dan teknologi. Ini merupakan kasus pencurian terbesar sepanjang sejarah.
Laporan 2017 oleh Komisi Pencurian Kekayaan Intelektual Amerika Serikat menyatakan bahwa barang palsu, perangkat lunak bajakan, dan rahasia dagang curian Tiongkok menyebabkan Amerika Serikat kehilangan antara 225 miliar hingga 600 miliar dolar Amerika Serikat setiap tahun, sebuah angka yang belum termasuk kerugian pencurian kekayaan intelektual.
Laporan tersebut menyatakan bahwa selama tiga tahun terakhir, 1,2 triliun dolar Amerika Serikat hilang akibat pencurian intelektual, yang sebagian besar berasal dari Tiongkok. [25] [26] Sebuah laporan oleh Kantor Direktur Layanan Intelijen Nasional menyatakan bahwa 90 persen serangan dunia maya terhadap bisnis Amerika Serikat berasal dari pemerintah Tiongkok, dan diperkirakan menyebabkan kerusakan ekonomi Amerika Serikat total 400 miliar dolar Amerika Serikat setiap tahun. [27]
Pertumbuhan ekonomi Tiongkok didorong oleh relaksasi ideologi sosialis, investasi negara maju di Barat, dan perilaku bisnis yang tidak bermoral yang dilakukan oleh Partai Komunis Tiongkok, yang sama sekali tidak menunjukkan keunggulan sosialisme, ataupun Partai Komunis Tiongkok tidak berkembang di sepanjang jalan kapitalis normal.
Kadang pengamat Barat menggambarkan model bisnis Tiongkok yang tidak bermoral komunis ini sebagai “kapitalisme negara,” yang memberi pujian yang tidak semestinya kepada Partai Komunis Tiongkok. Di bawah pemerintahan totaliter Partai Komunis Tiongkok, ekonomi hanyalah instrumen politik. Mempercantik tampilan ekonomi pasar adalah upaya yang digunakan Partai Komunis Tiongkok untuk menipu dunia.
Model ekonomi Partai Komunis Tiongkok menggunakan otoritas negara untuk mendorong perkembangan ekonomi yang cepat sambil menggunakan trik curang untuk menjadi kompetitif. Hal ini mendorong negara-negara lain untuk mengadopsi intervensi negara yang lebih kuat. Negara-negara ini telah membuat kesalahan besar dengan mengidolakan model Partai Komunis Tiongkok sebagai suatu keberhasilan sambil mengabaikan tragedi kemanusiaan dan moralnya.
c. Konsekuensi Model Ekonomi Tiongkok
Model ekonomi Partai Komunis Tiongkok telah menempatkan masyarakat dalam kejatuhan moral, persis sejalan dengan tujuan roh komunisme untuk menghancurkan umat manusia. Kekuatan ekonomi Partai Komunis Tiongkok sejalan dengan erosi moralitas saat menyeret manusia ke lautan kemewahan tanpa dasar, yang akhirnya menuju penghancuran.
Saat ini Tiongkok dibanjiri dengan barang-barang palsu, makanan beracun, pornografi, narkoba, judi, dan geng. Korupsi dan pelacuran telah menjadi prestasi yang patut dibanggakan, sementara kepercayaan sosial sebenarnya tidak ada. Kesenjangan yang melebar antara kaya dan miskin disertai dengan perselisihan sosial dan penyalahgunaan keadilan. Warga menutup mata terhadap penderitaan rekan senegaranya.
Dalam ekonomi kekuasaan, pejabat Partai Komunis Tiongkok memanfaatkan kekuasaannya untuk mengumpulkan kekayaan. Besarnya hasil korupsi meningkat sesuai dengan tingginya jabatan. Penyalahgunaan miliaran adalah kejadian normal. Belum pernah ada pemerintah yang korup atau merosot secara moral seperti rezim komunis Tiongkok.
Pada bulan Oktober 2011, dunia dikejutkan oleh kematian Yueyue, seorang gadis berusia 2 tahun di Provinsi Guangdong yang ditabrak sebuah truk. Bukannya keluar dari truk untuk membantu, pengemudi truk malah membalikkan truk supaya lebih menghancurkan Yueyue dan untuk memastikan bahwa Yueyue sudah mati.
Selama tragedi tersebut, 18 orang pejalan kaki berlalu tanpa henti, dan Yueyue kemudian meninggal di rumah sakit. Media internasional bertanya-tanya apakah Tiongkok telah kehilangan jiwanya. Mungkin dapat dimengerti bahwa orang enggan datang membantu orang lain bila ada bahaya supaya tidak terlibat, seperti dalam perampokan bersenjata, namun kasus Yueyue tidak menimbulkan ancaman bagi siapa pun ketika ia terbaring sekarat di bawah ban truk yang dikendarai oleh pengemudi yang tidak berperasaan. Masyarakat Tiongkok telah mencapai titik terendah.
Pertumbuhan ekonomi tanpa moralitas adalah kacau, singkat, dan membawa malapetaka. Di bawah kebijakan Partai Komunis Tiongkok yang tidak manusiawi, konflik sosial melimpah, dan lingkungan berada di ambang kehancuran. Konsekuensi kerusakan moral adalah fatal. Tiongkok menyebut dirinya sebagai negara yang kuat, tetapi kekuatannya adalah ilusi. Kemakmurannya yang dangkal, dibangun di atas pengejaran kekayaan yang sembrono, ditakdirkan untuk runtuh dalam gabungan krisis moral dan konflik sosial.
Tiongkok tidak akan memiliki masa depan yang baik bila tidak mampu lepas dari jeratan iblis. Roh komunisme tidak memiliki niat menerapkan pertumbuhan yang sehat dan berkelanjutan, karena tujuannya adalah untuk menghancurkan Tiongkok.