AS Larang Tentaranya Gunakan Aplikasi TikTok Karena Mengancam Keamanan Nasional

‘Vektor untuk Sensor’

TikTok mengalami kontroversi pada bulan Desember 2019 lalu. Dikarenakan menangguhkan akun seorang remaja putri Amerika Serikat setelah remaja tersebut memposting video yang menyoroti penindasan rezim Komunis Tiongkok terhadap Uyghur serta minoritas Muslim dan etnis lain di wilayah Xinjiang, Tiongkok.

TikTok juga menghadapi gugatan dari seorang mahasiswa California atas dugaan transfer data pengguna pribadi.

Misty Hong, yang mengajukan pengaduan itu, mengatakan bahwa TikTok membuat akun atas namanya tanpa persetujuannya, dan mengumpulkan informasi pribadi termasuk data biometriknya dari video yang tidak pernah diposkannya.

Pada bulan Februari, TikTok setuju untuk membayar denda sebesar 5,7 juta dolar AS untuk menyelesaikan keluhan Komisi Perdagangan Federal Amerika Serikat, bahwa TikTok mengumpulkan informasi pribadi dari pengguna di bawah usia 13 tahun, yang merupakan pelanggaran hukum federal.

Lembaga Kebijakan Strategis Australia, sebuah lembaga pemikir yang bermarkas di Canberra, memperingatkan dalam sebuah laporan tanggal 28 November 2019, bahwa banyak perusahaan teknologi Tiongkok bukanlah “aktor yang netral secara politik.”

Laporan tersebut menemukan ByteDance berkolaborasi erat dengan aparat keamanan masyarakat Tiongkok di seluruh Tiongkok “sebagai vektor untuk sensor dan pengawasan.”

Selain itu, berperan aktif dalam menyebarluaskan narasi Komunis Tiongkok di Xinjiang.

Tiktok juga menginstruksikan moderatornya untuk menyensor video yang menyebutkan subjek sensitif terkait dengan Lapangan Tiananmen, Tibet, dan disiplin spiritual Falun Gong yang dianiaya. The Guardian melaporkan, mengutip dokumen yang bocor tersebut.

“Beijing menunjukkan kecenderungan untuk mengendalikan dan membentuk media berbahasa Mandarin di luar negeri,” kata laporan itu.

 “Kini pertumbuhan TikTok yang sangat cepat menempatkan Komunis Tiongkok pada posisi di manaKomunis Tiongkok dapat berupaya melakukan hal yang sama pada platform yang sebagian besar tidak berbahasa Mandarin – dengan bantuan algoritma canggih yang didukung kecerdasan buatan.” (vv)


FOKUS DUNIA

NEWS