oleh Emel Akan dan Sun Yunyuan
Demi kepentingan keamanan nasional, banyak negara telah memperkenalkan mekanisme baru dalam akuisisi perusahaan dalam negeri oleh pihak asing, (terutama terhadap perusahaan milik Tiongkok). Karena itu, akuisisi perusahaan dalam negeri oleh pihak asing menjadi semakin sulit.
Laporan PBB : Negara cenderung memperketat tinjauan investasi asing
Menurut sebuah studi yang dilakukan Konferensi PBB tentang Perdagangan dan Pembangunan (United Nations Conference on Trade and Development -UNCTAD), bahwa hampir 12% dari investasi asing langsung global pada tahun 2018 diblokir oleh pemerintah karena berkaitan dengan masalah keamanan nasional.
UNCTAD dalam sebuah laporannya menyebutkan : Dalam beberapa tahun terakhir, banyak negara telah menolak investasi asing karena alasan keamanan nasional dan keprihatinan publik terhadap masalah terkait.
Dengan memperluas ruang lingkup dan kedalaman proses peninjauan terhadap investasi asing dan kewajiban pihak asing untuk mengungkapkan informasi yang terkait, negara-negara di seluruh dunia cenderung memperketat tinjauan terhadap investasi asing.
UNCTAD memastikan bahwa setidaknya 20 kasus akuisisi asing yang terjadi antara tahun 2016 hingga bulan September 2019 telah ditolak atau dibatalkan. Dan 16 di antaranya terkait dengan investasi Tiongkok. Nilai transaksi keseluruhan yang ditolak itu melebihi USD. 162,5 miliar.
Selain itu, tinjauan terhadap investasi asing yang terkait dengan keamanan nasional juga terus diperkuat.
Menurut laporan UNCTAD : Sebagai contoh, jumlah tinjauan untuk investasi asing di Italia pada tahun 2018 telah meningkat 255% dibandingkan dengan tahun 2015. Di Amerika Serikat, jumlah tinjauan tahun 2018 meningkat 160% dibandingkan tahun 2015.
Meskipun tinjauan investasi dulu lebih relevan dengan industri militer dan pertahanan, namun sekarang telah diperluas hingga mencakup teknologi kunci dan eksklusif. Teknologi-teknologi itu seperti kecerdasan buatan, robotika, semikonduktor, 5G, bioteknologi, satelit, dan kedirgantaraan. Ini juga dapat digunakan untuk mengontrol akses orang asing ke data sensitif warga negara mereka.
Karena kepedulian terhadap masalah keamanan nasional, baik negara maju maupun negara berkembang telah mengambil tindakan untuk memperkuat mekanisme tinjauan investasi.
Dalam kurun waktu hampir 8 tahun terakhir, setidaknya 13 negara telah memperkenalkan kerangka peraturan baru, termasuk melakukan amandemen terhadap hukum investasi asing milik mereka.
Menurut UNCTAD, ada banyak alasan untuk meningkatkan mekanisme peninjauan terhadap investasi asing. Negara-negara ingin memastikan bahwa teknologi mutakhir dan eksklusif berada di tangan perusahaan mereka, karena mereka adalah kunci daya saing suatu negara. Selain itu, negara-negara juga berusaha mencegah perusahaan atau dana milik negara asing yang terlibat dalam kegiatan investasi.
Pemerintah negara asing menggunakan perusahaan milik negara untuk mengakuisisi perusahaan lokal di luar negeri sebagai cara untuk memperoleh teknologi kunci dan kepemilikan. Akibatnya, negara-negara Barat menyaring secara ketat investasi semacam ini (terutama Tiongkok) demi kepentingan keamanan mereka sendiri.
Seperti pemerintah Kanada pada bulan Mei 2018 telah memblokir rencana akuisisi yang diajukan oleh sebuah BUMN Tiongkok terhadap perusahaan konstruksi Kanada Aecon senilai USD. 1,5 miliar.
Pemerintah Kanada menyatakan bahwa meskipun pemerintah membuka lingkungan investasi internasional untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan rakyat, tetapi tidak dengan mengorbankan keamanan nasional.
Presiden Trump mengeluarkan perintah eksekutif pada bulan September 2017 yang isinya mencegah dana modal pemerintah Tiongkok mengakuisisi perusahaan Lattice Semiconductor Corp. Trump mengadopsi rekomendasi dari Komite Investasi Asing di Amerika Serikat (Committee on Foreign Investment in the United States. CFIUS) dan menentang kesepakatan itu karena alasan keamanan nasional.
AS memprketat tinjauan terhadap investasi asing terutama terkait dana Tiongkok
Amerika Serikat telah memperketat proses peninjauan terhadap investasi asing untuk mencegah timbulnya ancaman keamanan nasional melalui akuisisi perusahaan terutama terkait modal Tiongkok.
Dengan dukungan bipartisan yang luar biasa, Kongres AS mengesahkan Rancangan Undang-Undang Modernisasi Tinjauan Risiko Investasi Asing (Foreign Investment Risk Review Modernization Act. FIRRMA) dan ditandatangani menjadi undang-undang oleh Presiden Trump pada tahun 2018.
UU tersebut memperkuat CFIUS dengan memasukkan transaksi M&A (merger dan akuisisi) baru ke dalam otoritas peninjauannya, memungkinkan CFIUS untuk meninjau dan memblokir transaksi yang melibatkan transfer saham milik perusahaan pengendali dan transfer saham minoritas di perusahaan infrastruktur atau teknologi yang kritis.
Jerman, Inggris dan Negara Lainnya Memperketat Peninjauan Akuisisi Oleh Perusahaan AsingÂ
Pemerintah Jerman juga memperkuat peninjauan akuisisi perusahaan asing yang mungkin dapat mengancam keamanan nasional.
Pada Desember 2018, pemerintah Jerman telah menurunkan ambang batas kepemilikan saham pihak asing dari 25% menjadi 10% untuk menghalangi akuisisi perusahaan dalam negeri mereka oleh pihak asing.Â
Pejabat pemerintah Jerman mengatakan, mereka harus menurunkan ambang batas untuk memantau merger dan akuisisi asing di sektor yang sensitif secara ekonomi.
Setelah produsen peralatan rumah tangga Tiongkok mengakuisisi perusahaan pembuat robot Jerman Kuka AG pada tahun 2016, sentimen proteksionis Jerman mulai meningkat.
Transaksi akuisisi tersebut telah meningkatkan kekhawatiran Jerman tentang kemungkinan komunis Tiongkok membeli teknologi canggih yang strategis bagi ekonomi Jerman.
Pada tahun 2019, Inggris menerbitkan sebuah laporan kebijakan setebal 120 halaman untuk memperkuat wewenang pemerintah mencegah akuisisi asing atas aset Inggris dan menyebabkan bahaya tersembunyi bagi keamanan nasional. Kebijakan Inggris tersebut untuk mencegah akuisisi atau merger perusahaan mereka oleh investor dari Tiongkok dan Rusia yang dapat mengancam keamanan nasional.
Menurut laporan UNCTAD, beberapa negara yang akhir-akhir ini meningkatkan kualitas peninjauan terhadap akuisisi perusahaan mereka oleh pihak asing adalah Australia, Kanada, Italia dan New Zealand.
Komunis Tiongkok menunjukkan ambisinya untuk mendominasi dunia melalui rencana ‘Made in China 2025’, mereka berharap untuk mendudukan 10 industri teknologi tinggi dalam posisi terdepan di dunia, proyek ambisius itu termasuk teknologi informasi canggih, robot, penerbangan dan kendaraan energi baru.
Demi mencapai tujuan tersebut, komunis Tiongkok menggunakan segala cara : termasuk kegiatan spionase industri, pencurian lewat dunia maya, memaksa usaha patungan dengan imbalan akses pasar, dan mengakuisisi perusahaan asing demi mendapatkan teknologi sensitif.
Menurut sebuah laporan dari Dewan Hubungan Luar Negeri AS (Council on Foreign Relations), niat komunis Tiongkok itu bukan untuk bergabung dengan ekonomi teknologi tinggi seperti Jerman, Korea Selatan, dan Jepang, tetapi untuk menggantikan mereka sepenuhnya.
Rencana ‘Made in China 2025’ menguraikan bahwa tujuan Tiongkok pada tahun 2025 adalah mencapai 70% swasembada komponen inti dan bahan dasar untuk industri teknologi tinggi mereka. (Sin/asr)
FOTO : Bank of China yang berada di New York. (Inggrid Longauer/Epoch Times)
Video Rekomendasi :