Reuters melaporkan dengan mengutip laporan pejabat Tiongkok, Wabah Coronavirus di Tiongkok yang telah menewaskan 81 orang. Virus tersebut sudah menyebar ke banyak negara, diperkirakan akan merusak ekonomi Tiongkok, mesin pertumbuhan global.
Meskipun analis mengatakan masih terlalu dini untuk mengukur dampak wabah Coronavirus secara menyeluruh pada bisnis dan konsumen.
Yang disetujui umum adalah dalam jangka pendek, output ekonomi akan terpukul saat pihak berwenang Tiongkok meningkatkan langkah-langkah pencegahan, memberlakukan pembatasan perjalanan dan memperpanjang liburan Tahun Baru Imlek untuk membatasi penyebaran Coronavirus.
Jutaan orang yang biasanya melakukan perjalanan selama liburan Tahun Baru Imlek membatalkan rencananya, di mana pemerintah Tiongkok memerintahkan untuk mengembalikan uang seutuhnya kepada penumpang pesawat dan kereta api.
Pada tanggal 27 Januari 2020, Shanghai mengatakan bahwa perusahaan tidak dapat memulai kembali operasi sebelum tanggal 9 Februari, dan bisnis di pusat manufaktur Suzhou di timur Tiongkok diperintahkan untuk tetap tutup sampai setidaknya tanggal 8 Februari 2020.
Pemerintah Tiongkok memperpanjang tiga hari liburan Tahun Baru Imlek secara nasional hingga tanggal 2 Februari.
Wuhan, sebuah kota berpenduduk 11 juta jiwa dan pusat penyebaran virus di tengah Tiongkok, sudah dikarantina dan batas-batas pergerakan yang ketat berlaku di beberapa kota lainnya di Tiongkok.
Banyak analis merujuk ke Sindrom Pernapasan Akut Parah (SARS), Coronavirus yang berasal dari Tiongkok dan menewaskan hampir 800 orang secara global pada tahun 2002 hingga tahun 2003, untuk lebih memahami dampak jangka panjang yang mungkin terjadi.
“Ekonomi pulih dengan cepat setelah SARS memudar,” kata Larry Hu dari Macquarie Capital, dalam sebuah catatan kepada klien yang dikutip Reuters. Transportasi, restoran, dan penjualan ritel terpukul, tetapi Larry Hu mengatakan secara keseluruhan SARS adalah “hanya sementara yang tidak mengubah tren besar.”
Namun, kali ini, para analis mengatakan peningkatan ketergantungan Tiongkok pada konsumsi untuk menggerakkan ekonomi terbesar kedua dunia dibandingkan dengan awal tahun 2000-an, dapat merusak pertumbuhan ekonomi Tiongkok.
“Di Tiongkok selama tahun 2019, konsumsi menyumbang sekitar 3,5 poin persentase untuk tingkat pertumbuhan riil keseluruhan Produk Domestik Bruto sebesar 6,1 persen. Perkiraan di bawah angka yang sebenarnya menunjukkan bahwa jika pengeluaran untuk layanan tersebut turun 10 persen, pertumbuhan Produk Domestik Bruto secara keseluruhan akan turun sekitar 1,2 poin persentase,” kata analis dari S&P Global Ratings dalam sebuah catatan yang juga dikutip Reuters.
Data awal dibuat untuk pembacaan yang bijaksana.
Perburuan Tahun Baru Imlek yang biasa dilakukan untuk perjalanan, pariwisata, dan hiburan sudah mulai berlangsung. Secara keseluruhan perjalanan penumpang turun hampir 29 persen dari tahun sebelumnya pada hari pertama Tahun Baru Imlek, kata seorang pejabat Kementerian Transportasi Tiongkok.
Karena banyak bioskop ditutup, teater-teater di Tiongkok memperoleh 1,81 juta yuan dari hasil penjualan tiket film pada hari pertama Tahun Baru Imlek, turun lebih dari 99 persen dari hari yang sama tahun sebelumnya, menurut data dari Maoyan, perusahaan tiket film Tiongkok.
Khususnya, kondisi eksternal pada tahun 2002 hingga tahun 2003 adalah menguntungkan, sedangkan wabah Coronavirus adalah “menambah hambatan pertumbuhan yang ada,” kata analis dari Nomura dalam sebuah catatan.
Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tiongkok merosot mendekati posisi terendah selama 30 tahun pada tahun 2019, tertekan oleh permintaan domestik yang lamban dan gesekan perdagangan dengan Amerika Serikat.
Dampak Global
Kini Tiongkok juga berkontribusi lebih banyak terhadap pertumbuhan ekonomi global daripada 17 tahun lalu, yang berarti setiap dampak besar dalam negeri yang berasal dari virus akan menyebar ke seluruh dunia.
Saham dunia jatuh ke level terendah dalam dua minggu pada hari Senin karena kekhawatiran terhadap Coronavirus, di mana permintaan saham melonjak untuk aset yang aman seperti yen Jepang dan obligasi jangka panjang.
Louis Kuijs, Kepala Ekonomi Asia di Economi Oxford, dalam email untuk Reuters menulis, Wilayah yang bergantung pada pariwisata, terutama wisatawan Tiongkok, seperti Hong Kong, Thailand, Vietnam, Singapura, dan Filipina tampaknya paling berisiko terkena dampak akibat Coronavirus.
Novel Coronavirus telah menyebar ke lebih dari 10 negara, termasuk Amerika Serikat, Prancis, Australia, dan Singapura, meskipun sejauh ini 81 kematian semuanya terjadi di Tiongkok.
Singapura, pusat keuangan dan pariwisata Asia Tenggara, sebelumnya memperingatkan pukulan terhadap ekonomi akibat wabah Coronavirus.
“Singapura tentu berharap akan ada dampak baik pada ekonomi, bisnis, dan kepercayaan konsumen Singapura pada tahun ini terutama karena situasi itu diperkirakan akan bertahan selama beberapa waktu,” kata Menteri Perdagangan Singapura Chan Chun Sing. (vv/asr)
Video Rekomendasi :