NTD, oleh Li Yun
Pada 24 April, majalah ‘Bitter Winter’ melaporkan bahwa komunis Tiongkok tidak pernah berhenti menganiaya kaum beragama. Setelah virus komunis Tiongkok atau pneumonia Wuhan mewabah, Amerika Serikat menetapkan 15 Maret sebagai Hari Doa Nasional Amerika Serikat. Pemerintah AS menyerukan setiap orang untuk berdoa kepada Tuhan menurut agama masing-masing.
Sebaliknya, pemerintah komunis Tiongkok takut rakyatnya mendekatkan diri dan mencari bantuan kepada Tuhan yang menciptakan alam semesta, justru dengan sekuat tenaga berusaha menghancurkan rumah-rumah ibadah kaum Kristiani dan menghilangkan tanda-tanda keagamaan seperti salib.
Pada tanggal 10 Maret pukul 16:00 waktu setempat, sejumlah aparat dari kepolisian dan Biro Agama Shangqiu Provinsi Henan yang berjumlah lebih dari 200 orang menggunakan 2 buah ekskavator untuk membongkar paksa bangunan Gereja Kristen di Xiazhuang.
Menurut seorang saksi mata setempat, setelah terdengar satu suara keras, gereja senilai lebih dari 300.000 renminbi atau 40.000 dolar AS, yang dibangun dengan dana sumbangan para jemaah telah menjadi reruntuhan. Sedangkan fasilitas dalam gereja senilai puluhan ribu yuan juga hancur tertimpa puing.
Saksi mata itu mengatakan bahwa sebelum melakukan pembongkaran, polisi mendobrak pintu gereja, menggiring para jemaah ke suatu sisi dan merampas 2 ponselnya. Ketika seorang penanggung jawab gereja berusia 70 tahun bertanya kepada polisi mengapa membongkar gereja, ia justru mendapat pukulan bertubi-tubi oleh polisi hingga tulang rusuk di sisi kanannya patah.
Seingat saksi mata bahwa penanggung jawab gereja tersebut juga diperingati oleh polisi ketika itu : “Mati jika kamu menentang Partai Komunis !”
Jaringan Bantuan kepada Tiongkok juga melaporkan bahwa pada Hari Paskah, 12 April, pejabat pemerintah kota Xining di Provinsi Qinghai menggunakan pelanggaran ketentuan terhadap tata ruang kota sebagai alasan, untuk melakukan pembongkaran paksa rumah-rumah ibadah di Donhu.
‘Bitter Winter’ melaporkan bahwa selama epidemi, komunis Tiongkok telah melaksanakan pembongkaran gereja, rumah-rumah ibadah di provinsi Anhui, Jiangsu dan Shandong. Bahkan papan nama, plakat dengan tulisan berbau keyakinan atau gambar salib juga menjadi sasaran pengrusakan.
Para pengkhotbah di rumah-rumah ibadah di Kabupaten Juye, Kabupaten Dongming di Kota Heze, Shandong pada bulan Januari sudah didesak oleh pihak berwenang untuk menghilangkan tulisan-tulisan yang berbau agama. Pihak berwenang juga mengatakan bahwa ini adalah kebijakan nasional. Seorang pendeta yang tidak berdaya mengatakan : “Jika tidak mau mematuhi arahan Partai Komunis, maka gereja akan disegel”.
Pada bulan yang sama, sebuah rumah ibadah di Kabupaten Xiangning, Kota Linfen, Provinsi Shanxi dipaksa oleh polisi setempat untuk menurunkan papan nama yang bertuliskan ‘Gereja Kristen’. Penanggung jawab rumah ibadah tersebut sebelumnya telah berkali-kali dilecehkan oleh pemerintah setempat, memaksanya untuk menurunkan papan nama dengan alasan bahwa pemerintah tidak akan pernah membiarkan papan nama gereja lebih besar dari papan nama lembaga pemerintah.
Pemerintah juga tidak mengizinkan tanda-tanda keagamaan di rumah jemaah gereja. Staf Biro Agama Penglai, Provinsi Shanxi pada 7 Februari telah merobek tulisan yang berkaitan dengan keyakinan di kain bait yang dipasang di kedua sisi pintu rumah jemaah. Pada bulan yang sama, pejabat Kota Yuting, Provinsi Jiangxi, juga merobek kain bait dengan tulisan yang berbau keyakinan dari rumah 11 orang jemaah setempat.
Seorang pejabat berkoar : Partai Komunis tidak mengizinkan warga untuk percaya pada Tuhan ! pasangan bait bertuliskan kata-kata berbau keagamaan di tempat-tempat lain di luar Kabupaten Yugan juga sedang dibersihkan.
Dalam beberapa tahun terakhir, otoritas komunis Tiongkok telah mengintensifkan upaya mereka untuk menekan agama, menghancurkan rumah ibadah dan salib secara paksa. Bahkan, menangkap para jemaah Kristen dalam jumlah besar.
Pada tahun 2017, lebih dari 20 orang jemaah Kristen di Lincang, Chuxiong dan tempat-tempat lain di Yunnan ditangkap oleh polisi dan diserahkan kejaksaan kepada pengadilan setempat dengan dakwaan menggunakan organisasi sesat untuk merongrong hukum. Mereka dituntut karena menemukan Alkitab dalam rumah.
Hingga bulan September 2018, lebih dari 7.000 buah salib gereja di provinsi Henan telah dibongkar paksa oleh aparat pemerintah. Sedangkan kuil-kuil dan berbagai patung dewa dan Buddha yang dihancurkan oleh komunis Tiongkok sudah tidak terhitung jumlahnya.
Li Yuanhua, seorang wakil dosen sebuah universitas di Beijing mengatakan bahwa komunis Tiongkok adalah organisasi ateis, jadi kepercayaan rakyat mana pun harus dihancurkan. Alasan menghancurkan adalah mereka ingin semua rakyat Tiongkok membuang kepercayaan yang mereka miliki di masa lalu. Kemudian mendengarkan pengaturannya, atau melakukan hal-hal sesuai dengan keinginannya, dan hanya percaya kepada komunis Tiongkok.
Keterangan Foto: gereja di Xiazhuang sebelum dan sesudah dihancurkan oleh komunis Tiongkok. (foto Bitter Winter)
(Sin/asr)