Departemen Pertahanan AS dalam laporannya pada Selasa 1 September 2020 menyebutkan bahwa Komunis Tiongkok berupaya membangun jaringan logistik yang dapat mencakup sebagian besar Samudra Hindia termasuk mempertimbangkan membangun pangkalan logistik militer di Indonesia. Hal demikian disampaikan dalam laporan wajib tahunannya kepada Kongres AS tentang kekuatan militer Tiongkok.
Laporan Kementerian Pertahanan AS setebal 200 halaman yang berjudul “Military and Security Developments Involving The People’s Republic of China 2020” menyebutkan bahwa “Tiongkok” mungkin menganggap” Myanmar, Thailand, Singapura, Indonesia, Pakistan, Sri Lanka dan negara-negara lain di Afrika dan Asia Tengah sebagai lokasi fasilitas logistik militer. AS dalam laporan itu berkali-kali juga menyebutkan tentang Partai Komunis Tiongkok.
Melansir dari Nikkei Asian Review, Zack Cooper, seorang peneliti di lembaga think tank American Enterprise Institute yang berbasis di Washington, mengatakan bahwa laporan ini merupakan yang pertama kalinya muncul mengenai fasilitas logistik militer dalam pengamatan AS.
Laporan itu menyebutkan bahwa Tiongkok telah membuat penawaran kepada Namibia, Vanuatu dan Kepulauan Solomon.
Zack Cooper menilai laporan terbaru menekankan pada “keinginan Tiongkok untuk bertindak secara global.”
Keyakinan Washington tentang ambisi proyeksi kekuatan Komunis Tiongkok di seberang Samudra Hindia berasal dari bagaimana Tiongkok membuka pangkalan militer secara permanen pertamanya di luar negeri pada tahun 2017 di Djibouti, di pinggiran Afrika.
Pangkalan militer Djibouti sejauh ini adalah satu-satunya pangkalan militer luar negeri Komunis Tiongkok. Beijing mengklaimnya hanya sebagai basis dukungan untuk tujuan seperti bantuan kemanusiaan dan misi pengawalan.
Kehadiran militer Komunis Tiongkok di Djibouti memberikan Beijing “kemampuan untuk mendukung respon militer terhadap kemungkinan yang memengaruhi investasi Tiongkok dan infrastruktur di kawasan” dan sekitar 1 juta warga Tiongkok di Afrika dan 500.000 di Timur Tengah, kata laporan Pentagon.
AS juga percaya bahwa Kamboja telah menandatangani perjanjian rahasia dengan Beijing untuk mengizinkan angkatan bersenjata Tiongkok, menggunakan salah satu pangkalan angkatan lautnya – namun dibantah oleh kedua negara Asia secara terbuka, menurut laporan itu.
Investasi Tiongkok di pelabuhan sipil di seberang Samudera Hindia dikatakan untuk membangun pijakan strategis di lokasi-lokasi utama, yang mana suatu hari nanti dapat digunakan oleh angkatan laut Tiongkok.
Sementara Komunis Tiongkok belum mengakui keberadaan strategi semacam itu, para analis melihatnya sebagai upaya untuk mengepung saingan potensial India.
Laporan Pentagon menyebutkan bahwa Perkembangan yang dicatat menunjukkan upaya yang lebih langsung untuk menciptakan pijakan militer di negara-negara asing.
Laporan Pentagon mengatakan Beijing setidaknya akan menggandakan stok hulu ledak nuklirnya selama dekade berikutnya, dari perkiraan levelnya saat ini di 200-an.
Ini secara ekstensif membahas strategi penyatuan militer-sipil Tiongkok, yang mencakup “memanfaatkan layanan sipil dan kemampuan logistik untuk tujuan militer.”
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam press briefing Kementerian Luar Negeri, Jumat 4 September 2020 mengatakan secara tegas menekankan bahwa sesuai dengan garis dan prinsip politik luar negeri Indonesia, maka wilayah Indonesia tidak dapat dan tidak akan dijadikan basis atau pangkalan maupun fasilitas militer bagi negara manapun.
Masih dalam laporan AS, juga menyebutkan bahwa Tiongkok menggunakan proyek One Belt One Road -OBOR atau Belt and Road Initiative -BRI- sebagai perantaranya dengan sejumlah negara termasuk Indonesia. Ini tak lain dikarenakan Indonesia juga turut serta dalam proyek tersebut. (asr)
Keterangan Foto : Tentara Pembebasan Rakyat rezim Tiongkok mengadakan upacara pembukaan pangkalan militer baru di negara Afrika Djibouti pada 1 Agustus (STR / AFP / Getty Images)
Video Rekomendasi :