Zhou Enlai, PM Kontroversial pada Zamannya (2)

Chen Weiyu

Pada 1927, Chiang Kai-shek mulai “membersihkan Partai Komunis”, dan PKT mulai mengembangkan angkatan bersenjatanya. Zhou Enlai mengikuti instruksi Komunis Internasional dan telah menghasut kerusuhan Nanchang dengan Zhu De dan He Long (dua tokoh komunis yang kelak menjadi jenderal di angkatan bersenjata Partai Komunis Tiongkok, Red.).   

Tak lama kemudian, Mao Zedong juga telah melancarkan kerusuhan Panen Musim Gugur, dua kali kerusuhan yang kesemuanya berakhir dengan kegagalan, Mao memilih pergi ke daerah pegunungan terpencil untuk menduduki gunung dan bertindak sebagai rajanya, Zhou Enlai pun terus mengikuti instruksi Komunis Internasional untuk menyerang Guangzhou, tetapi mengalami pukulan telak lainnya.

Setelah itu, Zhou Enlai terus merencanakan kerusuhan di kota-kota besar seperti Shanghai dan Guangzhou. Ini karena menurut pandangan Soviet Rusia, agar revolusi berhasil, kerusuhan perkotaan harus dilancarkan, yang sama sekali berbeda dari gagasan Mao Zedong tentang  separatisme bersenjata dan pengepungan kota dari pedesaan. Hubungan Zhou Enlai dengan Soviet Russia juga dapat dilihat dari kekalahan berulang Zhou Enlai namun tetap berpegang pada metode komunis Internasional.

Setelah itu, karena Stalin sangat tidak puas dengan cara Mao Zedong yang mengangkat dirinya sendiri sebagai raja gunung, ia mengecam Mao telah menjalankan “garis petani kaya”, pada 1929, Zhou Enlai diperintahkan untuk dengan segera dari Shanghai menuju Ruijin, Provinsi Jiangxi, dengan komando di tangan, ia mengirim Chen Yi untuk merebut kekuatan militer Mao Zedong, menghapus jabatannya dan mengeluarkannya dari Politbiro.

Sebagai akibat dari mengikuti perintah Stalin dan Komunis Internasional, PKT terpaksa melarikan diri di bawah pengepungan pasukan Kuomintang. Sebuah pasukan yang terdiri dari 100.000 orang tentara melarikan diri ke Zunyi, yang akhirnya hanya menyisakan 20.000 orang.

Yang aneh ialah Zhou Enlai tidak sekalipun bertanggung jawab, bahkan pada  pertemuan Zunyi, Zhou Enlai tetap mempertahankan kekuasaannya dengan mendukung Mao, sedang- kan Wang Ming dan Bogu menjadi kambing hitam.

Setelah pembentukan Daerah Soviet PKT, Badan Intelijen dan Perlindungan Politik dari Zhou Enlai mulai mengendalikan PKT dengan kuat. Badan itu tidak hanya mengontrol partai bawah tanah PKT, tetapi juga mengontrol sistem urusan ketentaraan dan partai di wilayah Soviet milik PKT. 

Di wilayah Soviet tersebut, Badan Intelijen dan Perlindungan Politik bukan lagi agen mata-mata biasa, tetapi lebih ke pasukan polisi rahasia yang kuat. Pasukan polisi rahasia ini menggunakan kesempatan wilayah Soviet sedang melakukan pembersihan besar-besaran terhadap kaum reaksioner, membentuk kendali yang relatif penuh atas tentara. 

Untuk mengontrol sistem PKT, metode Zhou Enlai yang lebih sering dilakukan adalah membunuh, yang sejalan dengan praktik pembersihan besar- besaran yang dilakukan oleh Stalin, diantaranya adalah “insiden kuburan massal 10.000 orang” yang mengejutkan kalangan dalam dan luar negeri.

Berbicara tentang ketaatan Zhou Enlai kepada Uni Soviet, kita juga bisa mendapat- kan beberapa bukti dari kutipan kata-kata Mao Zedong. Buku “The Last Memories of Xu Jingxian (seorang saksi mata dan pelaku Revolusi Kebudayaan yang ternama)” menyatakan bahwa Mao Zedong pernah memberitahu kepada ketiga wanita Jiang Qing, Wang Hairong dan Tang Wensheng bahwa Zhou Enlai takutnya setengah mati pada Uni Soviet, apabila Uni Soviet datang meng-agresi, Zhou dipastikan akan menjadi kaisar boneka dari Uni Soviet.

Penilaian Mao terhadap Zhou tidak mengada-ada. Pada awal berdirinya Republik Rakyat Tiongkok (RRT) pada 1949, Mao Zedong pernah melakukan perjalanan jauh ke Moskow dengan kereta api khusus, tetapi di Uni Soviet ia diperlakukan dengan dingin oleh Stalin.

Sebagai anggota senior klan Illuminati, setelah Stalin mendirikan rezim  komunis  di Uni Soviet, ambisinya yang lebih besar adalah untuk menguasai dunia dengan komunisme. 

Oleh karena itu, di Moskow, untuk mencegah Mao Zedong mengusung nasionalisme, Stalin pernah memberlaku- kan “larangan bepergian” terhadap Mao Zedong: ia sepanjang hari tidak diperkena kan keluar rumah, tidak dapat menemui Stalin, juga tidak dapat menemui orang lain.

Ketika Stalin mengadakan pertemuan untuk mengkritik Mao Zedong, Mao terlalu takut untuk mengatakan sepatah kata pun. Secepatnya ia membuat telegram dengan pesan agar Zhou Enlai segera menyusulnya di Uni Soviet, ketika Zhou Enlai tiba, segera tercapai kesepakatan antara Uni Soviet dengan RRT, selama 24 hari dari 22 Januari hingga 14 Februari 1950, Zhou Enlai secara pribadi menandatangani 66 dokumen, diantaranya “Perjanjian Tambahan” dan dua salinan “Protokol” adalah dokumen pengkhianatan yang sangat rahasia.

Disini termasuk 1,54 juta km² di Mongolia Luar, 170.000 km² di Tannu Uriankhai, 1,6 juta km² di Xinjiang, dan 1 juta km² di timur laut Tiongkok, total 4,31 juta km², yang mendekati 40% dari wilayah Tiongkok, se- tara dengan 120 kali luas Taiwan, semuanya diserahkan. Vladivostok diberikan kepada Uni Soviet dari tangan Zhou Enlai.

Bagaimana Zhou Enlai bernegosiasi dengan Uni Soviet hingga kini masih belum diketahui oleh dunia luar. Mengenai pengakuan kemerdekaan Mongolia Luar dalam perjanjian tersebut, bahkan Mao Zedong sendiri mengatakan bahwa “Kekuasaan yang mengenaskan dan mempermalukan negara”. Yang perlu diklarifikasi adalah bahwa “Perjanjian Saling Membantu & Persahabatan Sino-Soviet” yang ditandatangani oleh Zhou Enlai dan Uni Soviet pada saat itu, berlaku selama 30 tahun.

Sejak 1960-an, hubungan Sino-Soviet memburuk, perjanjian ini hanya tinggal namanya saja dan tidak diperpanjang setelah masa berlakunya berakhir. Namun, setelah Jiang Zemin berkuasa, ia mengambil alih dari Zhou Enlai dan menandatangani serangkaian perjanjian pengkhianatan negara dengan Rusia, yang secara permanen memberikan kepada Rusia sejumlah besar wilayah.

Faktanya, setelah pembentukan negara Republik Rakyat Tiongkok, konflik perbatasan Tiongkok semakin intensif, dan Zhou Enlai bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah perbatasan. Mengenai perjanjian perbatasan atau perjanjian yang ia tanda tangani, tanpa kecuali merupakan inisiatif dari RRT untuk  membuat  konsesi dan telah merelakan sejumlah besar wilayah Tiongkok, Zhou Enlai-lah pengendali spesifiknya. Namun sekarang bagi mereka yang berada di tanah yang diserahkan, mereka malah mungkin merasa beruntung tidak dibawah pemerintahan PKT.

Pada 1955, Zhou Enlai mengunjungi Kashmir dan menawarkan untuk menyerahkan wilayah Kanjuti di Xinjiang kepada Pakistan; pada Oktober 1960, Myanmar mencaplok wilayah di Jiangxinpo dan Nankan Hong Kong kecil seluas 180.000 km² dari Tiongkok. Jiangxinpo setara dengan wilayah Provinsi Anhui; pada Oktober 1961, Nepal mengambil alih sebagian wilayah Himalaya pada pertemuan perbatasan antara

Daerah Otonomi Tibet dan Nepal; pada Oktober 1962, Korea Utara meminta sebagian wilayah dari Gunung Changbai dan separuh Tianchi, Zhou Enlai menyerahkan dengan khidmat.

Guan Shouzhong, seorang penulis skenario tingkat pertama dan penulis dari Provinsi Heilongjiang yang tinggal di Amerika Serikat, mengatakan dalam artikel “Garis Keturunan Gunung Baitou (Gunung Changbai dalam bahasa Mandarin)” bahwa pada Oktober 1962, penduduk desa dari pedesaan pulau di bagian selatan Danau Tianchi, Gunung Changbai, dan empat biro kehutanan menerima perintah untuk menyerahkan ladang, pertanian hutan, dan tempat penangkapan ikan yang telah mereka operasikan dari generasi ke generasi lebih dari setengah Danau Tianchi di Gunung Changbai dan ratusan km² tanah berharga di lereng selatan kepada Korea Utara. 

Para pekerja kehutanan dan penduduk merasa sangat sedih bercampur gemas dan me-ngutuk: “Bajingan manakah ini yang telah berani melakukan tindakan pengkhianatan semacam ini?!” Selain itu, Zhou Enlai juga menyerahkan sejumlah wilayah Tiongkok kepada Afganistan dan India.

Beberapa sejarawan telah membuat berbagai kesimpulan tentang alasan pengkhianatan Mao Zedong dan Zhou Enlai. Ada yang mengaitkannya dengan alasan eksternal, misalnya, untuk mengkonsolidasikan kekuatan politiknya, PKT membutuhkan bantuan Uni Soviet, dan ingin menjalin hubungan baik dengan negara-negara tetangga yang terlibat dalam sengketa teritorial, dengan menukar tanah/wilayah untuk perdamaian; sementara yang lain dikaitkan dengan alasan internal, seperti Mao Zedong dan Zhou Enlai tidak berwawasan luas, tidak mengerti bagaimana mengatur negara, juga tidak mengerti geografi, geologi, deposit mineral, ekonomi, dan lain-lain.

Namun, menurut pendapat saya, semuanya ini adalah alasan yang dangkal, tetapi alasan sebenarnya adalah sejak berdirinya partai, PKT telah menjadi sebuah cabang dari Komunis Internasional dan hanya mendengar perintah dari Uni Soviet. Misalnya misi rahasia klan Illuminati, yaitu untuk mempromosikan komunisme dan ateisme di seluruh dunia, untuk akhirnya mewujudkan misi Mesianik Shabati-Frank.

Bagi orang komunis yang menjalankan misi klan Illuminati, teritorial hanyalah sebuah konsep geografis, dan negara serta kedaulatan keduanya merupakan batu sandungan bagi internasionalisme. Sebaliknya, di mata mereka, tujuan mereka adalah untuk mewujudkan komunisme di seluruh dunia dengan mendirikan sebuah pemerintahan yang bersifat global untuk mengendalikan seluruh umat manusia. Dari sudut pandang ini, perilaku pengkhianatan mereka didorong oleh tujuan mereka, dan mereka bertindak atas inisiatif mereka sendiri.

Menurut tafsir kamus Mandarin, pengkhianat adalah orang yang mengkhianati negara demi keuntungan  dirinya  sendiri. Sebagai perdana menteri pertama dari Republik Rakyat Tiongkok, Zhou Enlai telah menjual lebih banyak tanah/teritorial daripada perdana menteri mana pun dalam sejarah Tiongkok. Dari sudut pandang ini, tidak berlebihan jika Zhou Enlai disebut sebagai pengkhianat di zamannya. (whs)

Keterangan Foto : Zhou Enlai (Foto oleh RENE FLIPO / AFP melalui Getty Images)

Bersambung 

https://www.youtube.com/watch?v=9UhgooW8ZFc