Komunis Tiongkok Ditolak Gabung CPTPP karena Ambisi Hegemoninya

oleh Chen Han

Perdana Menteri Jepang, Yoshihide Suga menegaskan sulit bagi komunis Tiongkok untuk berpartisipasi dalam Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP) dengan sistem politik dan ekonomi yang Tiongkok jalankan saat ini. Pernyataan itu disampaikan terkait keinginan Tiongkok bergabung dengan CPTPP

Yoshihide Suga pada 3 Januari 2021 lalu mengemukakan pandangannya mengenai keinginan komunis Tiongkok untuk bergabung dengan Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP) atau Perjanjian Komprehensif dan Progresif bagi Kemitraan Trans-Pasifik, dalam sebuah wawancara eksklusif dengan komentator politik terkenal Jepang. 

Presiden Tiongkok, Xi Jinping tahun lalu telah menyatakan bahwa komunis Tiongkok bermaksud untuk bergabung dengan CPTPP. Namun menurut komentator hal itu sangat berbahaya, karena kekuatan ekonomi merupakan senjata terbesar yang digunakan komunis Tiongkok untuk membangun hegemoni. 

Komunis Tiongkok dapat menggunakan senjata tersebut dalam Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), mungkin saja itu juga mereka gunakan dalam CPTPP di masa mendatang.

Menurut Yoshihide Suga aturan CPTPP menyatakan bahwa negara anggota CPTPP harus memiliki tingkat pembukaan pasar yang sangat tinggi. Akan tetapi tampaknya ambang batas tersebut cukup tinggi untuk dicapai oleh komunis Tiongkok. Dengan sistem politik dan ekonomi yang Tiongkok jalankan saat ini akan sulit bagi komunis Tiongkok untuk berpartisipasi.

Yoshihide Suga juga menyebutkan bahwa Jepang akan berhati-hati tentang aksesi komunis Tiongkok ke CPTPP, dan tidak mungkin dapat bergabung tanpa persetujuan dari semua negara anggota. Apalagi di tahun 2021, Jepang adalah ketua CPTPP setelah penarikan diri Amerika Serikat. Jepang kini memiliki pengaruh tertentu terhadap 11 negara anggotanya.

CPTPP lahir dari Trans-Pacific Partnership (TPP) yang pertama kali dibentuk pada tahun 2002. Pada tahun 2016, Amerika Serikat dan 11 negara Lingkar Pasifik secara resmi menandatangani perjanjian yang menetapkan standar tinggi untuk perlindungan lingkungan dan perlindungan kekayaan intelektual, serta perjanjian timbal balik perdagangan antar negara anggota. 

Pada bulan Januari 2017, setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menjabat sebagai presiden, dia menarik Amerika Serikat dari perjanjian TPP karena dinilai tidak adil bagi Amerika Serikat. 

11 negara yang tersisa kemudian merevisi TPP dan menamakan perjanjian Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership, atau yang disingkat CPTPP.

Frank Tian Xie, ​​seorang profesor di Aiken School of Business University of South Carolina, Amerika Serikat menilai bahwa Komunis Tiongkok sebenarnya kurang berminat dengan kerja sama regional semacam RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership), karena memiliki banyak hubungan kompetitif dengan negara-negara ASEAN. “Sesungguhnya mereka lebih tertarik untuk sepenuhnya bergabung dengan TPP,” kata Frank Tian Xie.

Dalam konferensi pers penutupan Kongres Rakyat Nasional pada 28 Mei tahun lalu, Perdana Menteri Tiongkok, Li Keqiang mengungkapkan sikapnya yang positif dan terbuka terhadap partisipasi dalam CPTPP. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Xi Jinping dalam Konferensi Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik yang diadakan pada bulan November 2020 lalu. Jelas, bergabung dengan CPTPP adalah tahap berikut setelah penandatanganan RCEP.

Menurut Frank Tian Xie, TPP sebenarnya adalah organisasi ekonomi Lingkar Pasifik yang lebih besar dari RCEP. Untuk mencegah bergabungnya komunis Tiongkok, mereka menetapkan kebijakan seperti pemerintah dari negara anggota tidak diperkenankan untuk ikut campur dalam urusan hak asasi manusia, tenaga kerja, perlindungan lingkungan, dan akses pasar. 

“Selama hampir satu tahun terakhir ini, barangkali komunis Tiongkok berpikir bahwa dengan keluarnya Amerika Serikat dari organisasi tersebut mungkin negara lain sudi menerima masuknya Tiongkok, tetapi hasilnya tidak demikian,” kata Frank Tian Xie.

Lan Shu, seorang komentator politik yang tinggal di Amerika Serikat  mengatakan bahwa negara dalam CPTPP telah melihat bahwa komunis Tiongkok tidak mematuhi janjinya dalam proses bergabung dengan semua organisasi ekonomi global. Sebaliknya, Komunis Tiongkok menggunakan semua saluran ini untuk memaksakan aspek politik dan ekonominya. 

“Negara yang bergabung di CPTPP sekarang menyadari bakal masalah yang timbul bila komunis Tiongkok bergabung, sehingga mereka menolaknya,” kata Lan Shu.

Para pengamat percaya bahwa negara-negara besar seperti Jepang, telah melihat perilaku komunis Tiongkok yang hegemonik dan tidak masuk akal dalam proses memimpin RCEP, sehingga lebih menaruh kewaspadaan terhadap keinginan komunis Tiongkok untuk bergabung dengan CPTPP.

Menurut pandangan Yan Huixin, peneliti asosiasi WTO dan RTA Center dari China Economic Research Institute, senjata komunis Tiongkok adalah hegemoni kekuatan ekonomi. Metode ini digunakan dalam RCEP. Bagaimanapun, negara-negara ASEAN sangat bergantung pada pasar konsumen Tiongkok yang besar. 

“Apakah ada caranya untuk digunakan di CPTPP ? Saya pribadi tidak ingin mengomentarinya. Bagaimanapun, CPTPP sekarang didominasi oleh negara-negara seperti Jepang, Australia, dan Kanada, mereka ini sudah sangat paham dengan tujuan dibalik keinginan komunis Tiongkok bergabung,” jelas Yan Huixin.

Yan Huixin percaya bahwa sulit bagi komuni Tiongkok untuk bergabung, terutama kebijakan ekonominya yang mengedepankan kepentingan perusahaan milik negara dan mengabaikan peranan perusahaan swasta. Kasus pembersihan Alibaba akhir-akhir ini adalah contoh nyata.

“Badan usaha milik negara, buruh harus memiliki hak organisasi buruh, hak negosiasi, dan e-commerce harus memiliki informasi untuk diedarkan secara bebas melintasi perbatasan. Ini adalah hambatan terbesar bagi komunis Tiongkok untuk bergabung dengan CPTPP. Lihat saja cara Xi Jinping menindas Alibaba. CPTPP sangat mengatur soal perilaku (intervensi pemerintah),” kata Yan Huixin.

Lalu mengapa komunis Tiongkok masih saja merilis pesan mengenai penggabungannya meskipun sudah mengetahui tidak memenuhi syarat ? 

Menurut Yan Huixin, Xi Jinping telah memposisikan RCEP dan CPTPP sebagai dua jalur menuju Free Trade Area of the Asia-Pacific (FTAAP), tetapi pihak luar percaya bahwa hal itu sebenarnya sulit untuk dicapai.

Frank Tian Xie percaya bahwa Beijing ingin bergabung dengan CPTPP hanya untuk tujuan diplomasi dan hubungan internasional. Ia tidak ingin dianggap oleh komunitas internasional sebagai pencilan dan penjahat. komunis Tiongkok ingin meminjam berbagai kerjasama internasional untuk legitimasi kekuasaannya yang semakin rapuh. (sin)

Video Rekomendasi :

https://www.youtube.com/watch?v=hlf-n4Auc4o