ETIndonesia-“Kita menginginkan efisiensi kerja dari mesin, bukan efisiensi manusia; efisiensi yang kita inginkan berasal dari teknik otomasi.” Demikian penjelasan Gao Ming-quan, Direktur Utama Kuwang Food asal Taiwan yang dijuluki komunitas dunia sebagai raja gluten saat diwawancarai di kantornya di Taiwan.
Kuwang Food memproduksi ribuan ton gluten gandum setahun, adalah produsen gluten terbesar di Asia Tenggara.
Tingkat turnover atau perputaran karyawan hampir nol. Di pabrik kami, semua karyawan merasa betah, bahkan bekerja hingga lebih dari dua puluh lima tahun lamanya tanpa mengeluh sedikit pun.
Memang, pabrik makanan yang berlokasi di Chia-yi, Taiwan ini kebanyakan orang tua mulai dari tenaga satpam, hingga karyawan pabrik.
Semua karyawan di sini sangat senang karena mereka semua bekerjasama membagi tugas dan secara bertanggung jawab.
Luas pabrik sekitar16,539 meter persegi, namun, karyawannya kurang dari 100 orang.
Gao Ming-quan masih ingat bahwa lebih dari 30 tahun yang lalu, ia baru bergabung dengan Kuwang Food dibagian operasional, saat itu pabriknya kecil, dan tenaga kerja masih sedikit.
Seiring dengan pesanan dari AGV Products Corporation, Ve Wong Corporation, Tomofoods dan pabrik besar pengalengan gluten, pihak pabrik mau tidak mau harus bekerja dengan teknik otomasi – penggunaan mesin, jumlah tenaga kerja meningkat secara bertahap.
“Produk utama semuanya dikerjakan secara semi-otomatis dan sebagian lainnya dikerjakan secara manual,” ujar Gao Ming-quan menjelaskan.
Di masa lalu, produksi gluten bergantung pada pekerjaan tangan. Di bawah reformasi Gao Ming-quan, pengenalan mesin mengubah industri kerajinan beralih ke tenaga mesin, mengurangi tenaga fisik, penggunaan personel yang tepat, dan sistem manajemen yang modern.
Namun, dari sisi manajemen personalia, tenaga kerja senior lebih menekankan pada solidaritas kemanusiaan, dan semua karyawan bekerja sampai pensiun.
Lalu bagaimana dengan gaji karyawan?
Gaji rata-rata untuk karyawan biasa adalah 30.000 NTD (sekitar 14 juta rupiah) (sebuah angka yang besar bagi buruh/karyawan di Indonesia, tapi tidak di Taiwan).
Sementara untuk operator sesuai dengan upah minimum yang ditetapkan pemerintah. Ada bonus tetap atau tunjangan tahunan, bonus tiga perayaan hari besar (Imlek, Peh cun, Festival Musim Gugur / Festival kue bulan), beasiswa, dan bantuan lainnya, jadi rata-rata bisa mendapatkan 30.000 NTD (sekitar 14 juta rupiah).
Di bagian tengah dan selatan Taiwan, industri tradisional telah menarik banyak orang untuk melamar kerja di sana karena pekerjaan yang stabil.
Standar karyawan yang dipekerjakannya terkadang membuat manajer pabrik sakit kepala. Ada karyawan yang berkata dengan jujur bahwa mereka tidak begitu trampil/cekatan (kerja), otak yang tumpul (daya tangkap lamban), epilepsi, bisu-tuli. Perusahaan atau pabrik yang tidak mau memakai tenaga kerja mereka, di tampung di perusahaan ini.
Gao Ming-quan membawa kami mengelilingi pabrik. Para karyawan mengenakan seragam dan masker saat kerja, semuanya terlihat sama, tapi dia bisa mengenali pekerja yang bisu-tuli dan tersenyum sambil memujinya dengan menunjukkan jempol kepadanya.
Kemudian dia berkata sambil menunjuk ke sepasang suami isteri : “Karena mereka tidak responsiv, jadi tidak ada yang mau mempekerjakannya. Tapi, mereka bisa kerja selama lebih dari 20 tahun setelah kerja di pabrik kami, dan anak-anak mereka semua juga telah lulus dari kuliahnya, lumayan bagus juga.”
Di tengah-tengah obrolan mereka, tiba-tiba Gao Ming-quan teringat seorang karyawan, “Ada seorang anak muda, orangnya kurus, agak sulit mengajarinya, karena gangguan pada IQ-nya. Terkadang suka menyemburkan air panas ke orang-orang, para karyawan sangat khawatir.
“Selama puluhan tahun kami berusaha mengajarinya, tapi sia-sia, prilakunya sulit diubah. Karena pertimbangan keamanan, jadi kami pun terpaksa merumahkannya. Belakangan, saya melihatnya berkeliaran di jalan. Saat itu, saya pun berencana menyuruhnya kerja lagi, bantu-bantu menyapu.”
”Orang-orang ini sebenarnya bukan tidak mampu bekerja, hanya saja mereka tidak memiliki pekerjaan yang sesuai. Selama mereka bisa mengangkat dan meletakkan barang-barang pada tempatnya, mereka akan diberi gaji yang sama seperti orang normal. Kami memberinya kesempatan. Dengan begitu, jumlah kaum marjinal pun akan berkurang di masyarakat! ”
Bos zaman dulu sangat sangat bijak dan peduli sama karyawan, memiliki rasa tanggung jawab sosial. Kalau bosnya makmur, dia juga menginginkan karyawannya ikut merasakan kesejahteraan.(jhn/yant)
Sumber: life.bldaily.com
Apakah Anda menyukai artikel ini? Jangan lupa untuk membagikannya pada teman Anda! Terimakasih.