oleh Li Yan
Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) baru-baru ini menyetujui penggunaan obat oral anti-COVID-19 buatan 2 perusahaan farmasi, yakni Pfizer dan Merck. Obat yang diminum ini memungkinkan pasien terinfeksi COVID-19 untuk berobat di rumah.
Namun, kepada media ‘NBC News’ pakar mengatakan bahwa obat oral ini perlu digunakan di bawah pengawasan ketat oleh dokter atau apoteker. Meskipun obat oral buatan kedua perusahaan dapat memberikan perlindungan bagi mereka yang menghadapi risiko penyakit yang serius, tetapi belum tentu cocok untuk dikonsumsi oleh semua orang.
Terutama, ketika terjadi interaksi antara obat anti-COVID ‘Paxlovid’ buatan Pfizer dengan obat-obatan lainnya yang biasa digunakan, seperti jenis statin, pengencer darah, dan beberapa antidepresan yang mana mungkin memiliki konsekuensi serius atau bahkan mengancam jiwa. Oleh karena itu Food and Drug Administration (FDA) AS tidak merekomendasikan ‘Paxlovid’ untuk dikonsumsi bagi orang dengan penyakit ginjal atau hati yang parah.
Alasan utama FDA mengeluarkan peringatan di atas adalah karena ketika ‘Paxlovid’ digunakan dengan obat lain yang juga dimetabolisme oleh enzim CYP3A, komponen ritonavirnya dapat menyebabkan toksisitas pada obat yang diberikan secara bersama atau hampir bersamaan waktunya.
Peter Anderson, seorang profesor ilmu farmasi di University of Colorado Anschutz Medical School District, mengatakan kepada NBC News : “Beberapa interaksi potensial tidak dapat disepelekan, beberapa pasangan (interaksi antar obat) harus benar-benar dihindari”.
“Beberapa (interaksi antar obat) mungkin mudah dikelola, tetapi beberapa kami pikir harus sangat berhati-hati”, tambahnya.
Meskipun demikian, obat oral buatan Pfizer yang disetujui pada awal bulan ini dapat dianggap sebagai langkah penting dalam perang melawan COVID-19. Apalagi uji coba perusahaan Pfizer menunjukkan bahwa obat tersebut mampu mengurangi hingga 89% risiko rawat inap atau kematian pasien yang mengalami gejala berat karena terinfeksi COVID-19.
Selain itu, potensi efek samping dari ‘Molnupiravir’ buatan perusahaan farmasi Merck, juga menimbulkan kekhawatiran. Sampai FDA membatasi penggunaannya obat oral tersebut hanya untuk orang dewasa ketika pengobatan lain tidak tersedia atau tidak sesuai secara klinis.
Associated Press dalam laporannya menyebutkan bahwa ‘Molnupiravir’ Merck tidak mendapat izin untuk penggunaan anak-anak, karena dapat mempengaruhi pertumbuhan tulang, dan FDA tidak merekomendasikan wanita hamil untuk menggunakan obat tersebut untuk menghindari cacat lahir janin yang dikandung.
Oleh karena itu, para pakar medis menyarankan agar kedua obat oral anti-COVID di atas hanya digunakan dengan mengikuti saran dokter.
Emily Zadvorny, Direktur Asosiasi Apoteker Colorado mengatakan kepada ‘NBC News’ bahwa, apoteker merupakan sumber informasi dan saran yang sangat baik untuk mengetahui interaksi antara obat dan suplemen dan produk herbal.
“Mereka akan membantu menentukan apakah ada interaksi besar, dan jika mungkin, mengembangkan solusi untuk mengurangi akibat dari interaksi itu”. Tambahnya.
Para ahli percaya bahwa sebenarnya risiko reaksi merugikan akibat interaksi dengan obat lain adalah sangat rendah, karena waktu mengkonsumsi obat oral ‘Paxlovid’ ini tidak panjang, total 30 tablet untuk diminum 2 kali sehari masing-masing sebanyak 3 tablet selama 5 hari berturut-turut.
Jason Gallagher, ahli farmasi klinis penyakit menular di Rumah Sakit Universitas Temple di Philadelphia mengatakan : “Interaksi lima hari bukanlah masalah besar bagi sebagian besar obat”.
Pfizer menyatakan bahwa, mereka berharap mampu menghasilkan 180.000 treatment perawatan dengan ‘Paxlovid’ pada akhir tahun 2021. Berencana untuk menyediakan 30 juta treatment perawatan, bagi seluruh dunia pada paruh pertama tahun 2022, dan akan meningkat menjadi 80 juta treatment pada akhir tahun depan. (sin)