oleh Li Bei dan Wang Jiayi
Sementara Partai Komunis Tiongkok terus menggembar-gemborkan mengenai panen gandum tahun ini, sejumlah data menunjukkan bahwa impor gandum Tiongkok tahun ini telah mencapai tingkat tinggi baru. Cadangan biji – bijian Tiongkok telah melebihi setengah dari cadangan biji-bijian global. Para ahli percaya bahwa hal ini akan semakin mendongkrak harga biji-bijian dan produk pangan dunia
Dalam Konferensi Kerja Pedesaan yang diselenggarakan oleh Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok pada 25 hingga 26 Desember, disebutkan bahwa perlu untuk memastikan bahwa produksi biji-bijian Tiongkok terus berada di atas 1,3 triliun kati (setara 650 juta ton) tahun depan. Angka ini dipatok sebagai garis bawah dari apa yang disebut “swasembada” gandum Tiongkok. Para pejabat mengklaim bahwa hasil panen gandum Tiongkok telah mencapai nilai ini selama 7 tahun berturut-turut.
Pada 8 Desember, Zeng Yande, Direktur Departemen Perencanaan Pembangunan Kementerian Pertanian dan Urusan Pedesaan Tiongkok menyatakan bahwa, produksi biji-bijian Tiongkok telah meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir, tetapi permintaan biji-bijian Tiongkok akan terus tumbuh setidaknya selama 30 tahun ke depan.
Menurut data terbaru dari Administrasi Umum Kepabeanan Tiongkok, tercatat dari bulan Januari hingga November tahun ini, impor biji – bijian Tiongkok telah melampaui 150 juta ton, meningkat 20% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, di mana jumlah sereal telah naik 1 kali lipat, jagung 2 kali lipat, dan beras hampir 2 kali lipat (97%).
Impor gabah Tiongkok dalam 11 bulan pertama tahun ini telah mencapai 23% dari patokan swasembada yang 650 juta ton gabah tahun ini.
Data terbaru dari Kementerian Pertanian AS menunjukkan bahwa Tiongkok telah menyita lebih dari setengah total stok biji-bijian utama dunia seperti jagung, beras, dan gandum.
Menurut proyeksi dari Kementerian Pertanian AS, bahwa pada semester pertama tahun depan, stok biji-bijian Tiongkok akan mencapai 69% dari stok biji-bijian global. Jagung akan mencapai 69%, beras akan mencapai 60%, dan gandum akan mencapai 51%.
Proporsi cadangan biji – bijian utama di Tiongkok ini telah meningkat sekitar 20% dalam 10 tahun terakhir, menunjukkan bahwa pemerintah Tiongkok terus menyimpan sejumlah besar biji-bijian.
Jumlah penduduk Tiongkok kurang dari 20% jumlah penduduk dunia, yang tidak sebanding dengan persediaan makanan yang jumlahnya mencapai lebih dari setengah populasinya. Banyak ahli khawatir bahwa situasi ini akan mendongkrak harga pangan global dan memicu kemungkinan kelangkaan pangan di wilayah lain.
Akio Shibata, Direktur Japan Resources and Food Research Institute, percaya bahwa cadangan biji-bijian Tiongkok yang besar adalah salah satu alasan tingginya harga pangan global.
Indeks harga pangan terbaru dari Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) menunjukkan bahwa, pada bulan November tahun ini, harga pangan global telah naik sekitar 30% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Qin Yuyun, direktur yang menangani masalah pangan Tiongkok mengatakan pada bulan November tahun ini bahwa total stok biji-bijian Tiongkok berada pada titik tertinggi dalam sejarah, dan stok gandum dapat memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk Tiongkok selama satu setengah tahun.
China Central Televisi (CCTV) pada 19 Desember memberitakan bahwa meskipun sering terjadi banjir dan bencana alam lainnya di Tiongkok tahun ini, serta terjadinya fluktuasi harga yang cukup besar di pasar pangan internasional, tetapi pasar biji-bijian Tiongkok masih memiliki persediaan yang cukup sehingga dapat mempertahankan kenaikan yang stabil dalam 11 bulan pertama tahun ini.
Zhang Litian, seorang komentator yang memiliki lebih dari 20 tahun pengalaman di industri biji-bijian Tiongkok, mengatakan kepada media ‘Epoch Times’, bahwa impor biji-bijian Tiongkok telah memecahkan rekor, yang telah membuktikan bahwa klaim pemerintah komunis Tiongkok tentang panen biji-bijian adalah bohong.
Karena jumlah impor biji-bijian tidak dapat dipalsukan, ada data bea cukai di sana. Ia percaya karena banyak sumber data yang mencerminkan bahwa permintaan biji-bijian Tiongkok itu adalah nyata, dan pemerintah Tiongkok berniat meningkatkan jumlah cadangan biji-bijian untuk pasokan dalam negerinya juga benar.
“Partai Komunis Tiongkok percaya bahwa ketahanan pangan terkait erat dengan keselamatan rezimnya”, katanya.
Zhang Litian mengatakan bahwa sejak era Mao Zedong, Partai Komunis Tiongkok sudah mulai menyimpan makanan untuk persediaan perang. Untuk “mempersiapkan perang dan bersiap menghadapi krisis pangan”.
Begitu pula sekarang, mengimpor bahan pangan dalam jumlah besar, di satu sisi untuk menutupi kekurangan produksi pangan dalam negeri dan memenuhi permintaan pangan domestik Tiongkok.
Di sisi lain, PKT sekarang menghadapi pengepungan oleh Amerika Serikat dan sekutunya, sedangkan negara-negara seperti Amerika Serikat, Kanada, Brazil, dan Australia merupakan sumber utama impor bahan pangan Tiongkok.
“PKT khawatir jika negara-negara ini bersatu, itu dapat mengancam ketahanan pangan mereka”, kata Zhang Litian.
Zhang Tianliang, seorang komentator di Amerika Serikat berpendapat bahwa PKT menimbun makanan untuk menanggapi krisis pangannya.
Komentator Wang Jian juga mengatakan di saluran medianya sendiri, bahwa Tiongkok pasti mengalami krisis pangan, tetapi krisis pangan Tiongkok sebenarnya juga menjadi krisis pangan global. Karena populasi Tiongkok menyita kurang dari 20% dari populasi global, tetapi persediaan biji-bijian Tiongkok justru menyita lebih dari setengah persediaan biji-bijian global. Dia percaya bahwa penimbunan bahan pangan berskala besar yang dilakukan Tiongkok tidak hanya mendorong naiknya harga pangan global, tetapi juga berarti ikut mengancam jumlah persediaan pangan global.
Akademi Ilmu Sosial Tiongkok memperkirakan bahwa pada akhir periode Repelita ke-14, Tiongkok berpotensi mengalami defisit biji-bijian sekitar 130 juta ton, yang merupakan 20% dari 650 juta ton hasil biji-bijian yang saat ini diklaim secara resmi oleh Tiongkok. Dan ini persis adalah jumlah impor biji-bijian Tiongkok tahun lalu.
Seorang sarjana AS bernama Lester Brown dalam laporannya berjudul “Siapa yang akan memberi makan Tiongkok” yang ditulis bersama Kementerian Pertanian AS pada tahun 1994, disebutkan bahwa industrialisasi Tiongkok yang berkecepatan tinggi telah menghancurkan sumber daya alamnya dan menyebabkan penggurunan tanah. Dengan meningkatnya populasi, Tiongkok perlu mengimpor sejumlah besar makanan untuk memberi makan kepada lebih dari satu miliar orang, yang akan menyebabkan harga pangan global naik. Selain itu juga akan mengganggu pasar pangan global.
Pada saat itu, PKT secara lisan mengkritiknya, dan baik media corong Partai Komunis Tiongkok “Renmin Rebao” dan Kantor Berita Xinhua mengklaim bahwa ia menciptakan “Teori Ancaman Tiongkok”. Tetapi pada awal tahun 1998, para pejabat tinggi Partai Komunis Tiongkok secara diam-diam menyetujui pernyataan Brown, meskipun mereka terus menyangkal soal Tiongkok menghadapi krisis pangan.
Zhang Litian mengatakan bahwa Tiongkok selalu minus stok persediaan pangan yang diakibatkan oleh sistem. Di satu sisi, lahan subur yang luas telah tercemar oleh industri atau digunakan sebagai lahan industri. Di sisi lain, kebijakan PKT yang menekan harga biji-bijian, ditambah lagi dengan berbagai pungutan pajak yang selangit, para petani jadi enggan menanam biji-bijian. Belum lagi soal banyak pekerja migran yang memilih kerja di kota, sehingga membiarkan lahan subur “ditumbuhi alang-alang”, akibatnya cadangan pangan Tiongkok terus berkurang.
Pada tahun 2004, Lester Brown juga menerbitkan sebuah artikel yang menyebutkan bahwa akibat kekurangan cadangan pangan Tiongkok dalam 4 dari 5 tahun terakhir, Tiongkok terpaksa mengimpor sejumlah besar biji-bijian dari luar negeri, yang akhirnya menyebabkan kenaikan harga pangan internasional.
Dia mengatakan bahwa meskipun produksi biji-bijian Tiongkok menurun, tetapi permintaannya terus meningkat, karena pendapatan penduduk meningkat, sehingga mereka sedang bergerak menuju bagian hulu dari rantai pangan. Dan, mengonsumsi lebih banyak produk ternak seperti daging babi, unggas dan hasil telurnya yang diberi makanan dengan biji-bijian.
Saat itu, Lester Brown sudah memperkirakan bahwa tidak lama lagi Tiongkok akan mengimpor dari pasar global biji-bijian hingga 50 juta ton setiap tahunnya, Hal ini akan membuat kelebihan kapasitas makanan dunia dan makanan murah yang terjadi dalam setengah abad terakhir menjadi bagian dari sejarah.
Kementerian Pertanian AS dalam sebuah pernyataan mengenai prospek stok bahan pangan bulan Juni tahun ini menyebutkan, bahwa hingga akhir periode perkiraan, impor kedelai Tiongkok diperkirakan akan meningkat dari 100 juta ton tahun ini menjadi 140 juta ton. (sin)