Lucy Crawford – Visiontimes.com
Rakyat Tiongkok memiliki 5.000 tahun sejarah yang tercatat yang tidak pernah putus di dunia. Cang Jie (倉頡) yang menemukan karakter Tiongkok, adalah sejarawan Kaisar Kuning (黃帝) yang dihormati sebagai “nenek moyang kemanusiaan yang pertama.’ Sejak permulaan peradaban, orang-orang Tiongkok telah memiliki sebuah hubungan yang tidak terpisahkan dengan sejarah.
Orang-orang Tiongkok taat menghormati sejarah, dari sejarah biografi komprehensif yang pertama Shi Ji (史记)atau Catatan-Catatan Sejarah dari Sejarawan yang Agung hingga 24 sejarah resmi mengenai suksesi dinasti-dinasti, orang-orang Tiongkok telah secara akurat mendokumentasikan peristiwa-peristiwa penting peristiwa, kebijaksanaan yang mendalam, dan refleksi-refleksi mengenai sejarah. Sejarah berfungsi sebagai sebuah kendaraan penting untuk kelanjutan peradaban Tiongkok.
Catatan sejarah dari Sejarawan yang Agung berlangsung selama 3.000 tahun, dari zaman Kaisar Kuning yang legendaris hingga masa pemerintahan Kaisar Wu dari Han di zaman penulis sendiri, mengerdilkan Sejarah milik Herodotus, yang hanya menceritakan 50 tahun sejarah Barat, meskipun Herodotus dianggap sebagai bapak sejarah di Barat.
Di Tiongkok kuno, ada sejarawan penuh-waktu yang merekam sejarah saat sejarah itu terjadi. Menurut Kitab Han (漢書), “Sejarawan kiri mencatat kata-kata dan sejarawan kanan merekam peristiwa.” Dengan kata lain, kaisar-kaisar kuno tidak memiliki privasi karena kata-kata dan tindakan-tindakan mereka akan dicatat oleh sejarawan kirinya dan sejarawan kanannya setiap saat.
Kehadiran orang-orang seperti itu yang mendokumentasikan setiap kata dan tindakan kaisar adalah sebuah bentuk pengawasan yang tidak terlihat yang akan memberikan banyak tekanan kepada para kaisar. Mereka merasa dibatasi, tidak hanya oleh orang-orang yang sezaman dengan kaisar-kaisar, tetapi juga oleh generasi-generasi masa depan, untuk bertindak dan berbicara dengan suatu cara yang sangat terhormat.
Selain itu, ada satu aturan: kaisar tidak diizinkan untuk membaca apa yang dicatat oleh para sejarawan itu. Sebagian besar kaisar mematuhi aturan ini, tetapi ada beberapa pengecualian.
Menurut “Zizhi Tongjian (資治通鑒) atau Cermin Komprehensif untuk Membantu dalam Pemerintahan yang disusun oleh Sima Guang dari Dinasti Song, Kaisar Taizong dari Dinasti Tang, melanggar aturan ini. Kaisar Taizong naik takhta setelah membunuh kakak laki-laki dan adik laki-lakinya. Jelas-jelas, ia ingin melihat apa yang tercatat dalam sejarah.
Pada saat itu, sejarawan yang bertanggung jawab atas catatan tersebut adalah Chu Suiliang (褚遂良). Kaisar Taizong meminta catatan itu, dan Chu Suiliang menjawab, “Saya belum pernah mendengar seorang kaisar meminta untuk melihat catatan-catatan sejarah.” Atas dasar ini, Chu Suiliang menolak permintaan Kaisar Taizong.
Kaisar Taizong bertanya kepada Chu Suiliang, “Apakah anda harus membuat sebuah catatan mengenai semua hal yang saya lakukan?”
Chu Suiliang menjawab, “Ini adalah tanggung jawab saya.”
Pejabat lain di sebelah Chu Suiliang menambahkan, “Kesalahan Kaisar adalah seperti gerhana matahari dan gerhana bulan yang dapat dilihat orang-orang dengan jelas. Bahkan jika sejarawan tidak mencatatnya, orang-orang di dunia akan tetap akan mengingatnya.”
Namun, Kaisar Taizong masih bersikukuh ingin melihat apa catatan sejarah mengenainya. Ketika Fang Xuanling menjadi sejarawan, Kaisar Taizong kembali meminta catatan-catatan sejarah. Fang Xuanling pada awalnya menolak tetapi kemudian menyetujuinya.
Setelah membaca catatan “Insiden Xuanwumen,” di mana ia membunuh kedua saudaranya, Kaisar Taizong menyuruh sejarawan-sejarawan untuk “menghapus kata-kata tambahan dan mencatat insiden itu dengan jujur.” Kaisar Taizong tidak meminta agar catatan sejarah itu dihapus.
Sekitar 200 tahun kemudian, keturunan Kaisar Taizong, Kaisar Wenzong dari Dinasti Tang, juga ingin membaca catatan mengenai dirinya. Tentu saja, sejarawan-sejarawan yang bertanggung jawab kembali menolak.
Kaisar Wenzong bertanya, “Beberapa kaisar pernah membaca catatan sejarah sebelumnya, jadi mengapa anda tidak menunjukkannya pada saya sekarang?”
Sejarawan menjawab: “Itu adalah sebah pelanggaran tugas dari pihak para sejarawan sebelumnya. Jika kaisar sendiri bebas untuk melihat catatan sejarah, sejarawan akan mengelak dalam menyimpan catatan sejarah itu. Bagaimana evasive-generasi masa depan dapat mempercayai catatan sejarah seperti itu?” Kaisar Wenzong dari Dinasti Tang terpaksa membiarkan catatan sejarahnya apa adanya.
Kedua insiden ini direkam di dalam Zizhi Tongjian awalnya dimaksudkan sebagai sebuah buku teks sejarah untuk sang Kaisar. Judul Zizhi Tongjian berarti “mengingat peristiwa masa lalu, untuk memberikan informasi mengenai cara pemerintahan.” Yaitu, untuk memanfaatkan sejarah untuk pemerintahan sosial saat ini atau untuk belajar dari sejarah.
Selama periode Yuanyou dari Dinasti Song Kaisar Zhezong (memerintah tahun 1086-1094), seorang sejarawan bernama Lü Tao (呂陶) bertanggung jawab mencatat kata-kata dan perbuatan-perbuatan sehari-hari kaisar.
Suatu kali, seorang menteri mendekati Kaisar Zhezong dan memintanya untuk memecat orang-orang ini, termasuk sejarawan, seolah-olah ia ingin berbicara secara pribadi dengan sang Kaisar.
Lü Tao segera angkat bicara, “Sudah tidak pantas untuk meminta pada Kaisar untuk memecat orang lain. Bagaimana anda dapat meminta untuk juga memecar sejarawan? Jika seorang menteri ingin melanjutkan diskusinya dengan Kaisar tanpa diketahui sejarawan, adalah jelas bahwa isinya adalah tidak terbuka dan tidak jujur.”
Sejarah Dinasti Song mencatat bahwa Kaisar Zhezong kemudian mengeluarkan sebuah dekrit yang menetapkan bahwa sejarawan harus hadir untuk pertimbangan masa depan, yang menyatakan bahwa hanya orang-orang dengan hati nurani yang bersalah dan skem yang bersalah dalam pikiran akan merasa khawatir akan apa yang dicatat oleh sejarawan. Jika seseorang adalah jujur dan berbelas kasih, maka tidak perlu khawatir mengenai apa yang dicatat sejarawan.
Tiongkok berutang catatan sejarah yang dirawat yang cermat dan sangat terperinci mengenai setiap aspek masyarakat hingga sistem kuno sejarawan-sejarawan yang setia. Melalui sejarah itulah, peradaban Tiongkok yang berusia 5.000 tahun dilestarikan dan diteruskan. (Vv)