Warga : Banyak Orang Melarikan Diri dari Xi’an yang Menghadapi Kehabisan Makanan dan Kesulitan untuk Berobat

oleh Xiong Bin dan Liu Fang

Sejak pecahnya epidemi di Xi’an pada 9 Desember, virus telah menyebar dengan cepat, dan langkah-langkah pengendalian terus ditingkatkan. Namun meski begitu, situasinya tidak membaik, sehingga lockdown terpaksa diberlakukan pada 23 Desember. 

Baru-baru ini, seorang netizen menyebutkan bahwa ada tiga orang yang nekad kabur dari kota untuk menghindari lockdown berkepanjangan, masing-masing dengan menerjang dinginnya air untuk menyeberangi Sungai Weihe, mengendarai sepeda sejauh hampir 100 Km selama 10 jam, dan seorang lagi berjalan kaki melintasi Pegunungan Qinling selama 8 hari 8 malam dengan tujuan untuk pulang ke rumah. Berita-berita ini telah memicu diskusi panas para netizen.

Ada lagi laporan pada 28 Desember yang menyebutkan bahwa, ada 2 orang pria dan seorang wanita mengarungi Sungai Weihe untuk melarikan diri dari Kota Xi’an, tetapi tidak lolos dari cegatan polisi yang berada di seberang sungai.

Seorang warga Xi’an bermarga Li mengatakan bahwa setelah penutupan penuh kota, ia tidak ada pendapatan dan kehilangan kebebasan. Banyak orang menghadapi kekurangan pangan, sehingga ada saja warga yang nekad untuk melarikan diri.

“Beras dan mie nyaris habis dalam 2 hari ini, entah bagaimana warga mau melewati hari hari mendatang. Selama lockdown pengeluaran untuk keperluan sehari-hari harus dibiayai sendiri. Tidak heran kalau beredar berita di Internet ada warga yang terpaksa kabur. Ketika jembatan diblokir mereka menyeberangi sungai,” kata warga bermarga Li ini.

Warga wanita Xi’an bermarga Wang menuturkan : “Warga tidak diperkenankan bekerja di kantor, yang berdagang di luar rumah pun tidak diizinkan. Semua toko-toko tutup. Bagaimana pengeluaran jika tidak ada pemasukan ? Mereka tidak peduli. Memang saat ini pencegahan epidemi menjadi prioritas, lebih mendesak sehingga warga tidak diperkenankan untuk keluar rumah.”

Akhir-akhir ini, warga Kota Xi’an mengeluh soal belanja keperluan sehari-hari, dan berobat ke dokter, tidak boleh keluar komunitas selain pergi melakukan tes asam nukleat setiap hari yang diadakan dalam komunitas. 

Seorang pria lansia bermarga Lin mengatakan bahwa tekanan darahnya mencapai 170, dan dia tidak juga diizinkan untuk berobat ke rumah sakit. Dilaporkan kepada pihak berwenang (polisi) pun tidak berguna, mereka tidak akan membantu.

“Kondisi kesehatan saya sedang memburuk. Usia saya sekarang sudah hampir 80 tahun. Saya menderita penyakit kardiovaskular dan tekanan darah tinggi. Persediaan obat sudah habis. Saya harus pergi ke rumah sakit tetapi dilarang. Mereka (petugas dari Biro Keamanan) tidak peduli dengan kebutuhan medis warga masyarakat. Malahan menyuruh saya untuk menuntut pemerintah,” kata pria lansia tersebut.

Mr. Gao warga Xi’an mengatakan : “Keluar rumah saja tidak diperbolehkan, jadi bagaimana berobat. Padahal anak saya yang patah tulang lengan perlu kembali ke rumah sakit untuk mencabut pen yang terpasang”.

Pada 29 Desember, terdapat seorang wanita hamil 9 bulan yang kebetulan berada sendirian di Kota Xi’an menyampaikan tulisan lewat sosmed kepada pemerintah Xi’an karena khawatir dengan kemampuannya dalam menanggung biaya kehidupan di Xi’an yang mahal, lagi pula semua rumah sakit bersalin tutup sehingga menghadapi bahaya saat kelahiran. Meminta agar ia diizinkan pulang ke tempat asalnya di Kota Luoyang untuk menjalani isolasi mandiri sambil menanti persalinan. Tetapi ditolak. (sin)