Danella Pérez Schmieloz dan David Zhang
Partai Komunis Tiongkok “akan membunuh sebanyak yang harus dibunuh, untuk melestarikan kekuasaannya,” menurut Alan Kors, seorang profesor emeritus sejarah di Universitas Pennsylvania.
Alan Kors, ketua bersama di kelompok advokasi yang berbasis di Washington, Victims of Communism Memorial Foundation (VOC), di program “China Insider” EpochTV pada 25 Januari mengatakan bahwa ketika menghadapi sebuah pilihan antara kemakmuran lebih lanjut, liberalisasi lebih lanjut dari sebuah ekonomi dan hilangnya kekuatan politik, [Partai Komunis Tiongkok] akan menempatkan segalanya demi melestarikan kekuasaan politik,
Sejak tahun 1978, Partai Komunis Tiongkok menerapkan serangkaian kebijakan ekonomi sebagai bagian “reformasi dan keterbukaan.” Banyak intelektual Barat percaya reformasi ini secara alami akan menyebabkan Tiongkok meliberalisasi secara politik, dan pada akhirnya menghasilkan demokrasi.
Namun, Alan Kors berpendapat sepanjang tahun 1980-an bahwa hal ini tidak akan terjadi, karena “variabel penting” komunisme Tiongkok adalah pelestarian kekuasaan. Ia percaya peristiwa yang terjadi setelah itu membuktikan bahwa ia benar.
Pada tahun 1989, para mahasiswa dan pengunjuk rasa lainnya mulai membela kebebasan dan hak asasi manusia yang lebih besar di Tiongkok. Saat gerakan itu mendapatkan momentum dan perhatian media internasional, Partai Komunis Tiongkok memerintahkan pasukannya untuk menembaki para pengunjuk rasa pada awal bulan Juni yang potensi membunuh ratusan atau bahkan ribuan orang selama Pembantaian Lapangan Tiananmen.
“Jika anda memusatkan kekuasaan di atas kehidupan manusia di semua domain, ekonomi, politik, pendidikan, sosial … apa yang anda tarik adalah tidak bermoral, patologis, sosiopatologis,” jelas Alan Kors, mengutip buku ekonom dan filsuf libertarian Friedrich Hayek, “The Road to Serfdom.”
Sejarawan tersebut melanjutkan dengan mengatakan bahwa kekuasaan, kekayaan, dan hak istimewa Partai Komunis Tiongkok dipertahankan di bawah mitos bahwa Partai Komunis Tiongkok mewakili “kepentingan-kepentingan sejati dari orang-orang komunis.”
“Ini adalah sebuah mitos bahwa Partai Komunis Tiongkok mewakili kepentingan yang nyata dari orang-orang yang dibantainya dan dibiarkan mati selama beberapa dekade dan dekade dan dekade sejarah Tiongkok,” tambahnya.
Ketika ditanya mengenai daya tarik ideologi sosialis di universitas-universitas Barat, Alan Kors mengatakan para mahasiswa mengabaikan kekejaman-kekejaman yang dilakukan di bawah rezim-rezim komunis, dan perluasannya.
“Setiap anak di Amerika Serikat tahu bahwa 6 juta orang tewas di bawah rezim Hitler, anak-anak itu tidak memiliki gagasan mengenai apa yang telah terjadi di Rusia, di Tiongkok,” katanya.
“Berapa banyak orang meninggal di bawah pemerintahan Mao Zedong di Tiongkok setelah bencana pembebasan? Anak-anak itu akan mengatakan ribuan, puluhan ribu, mungkin 100.000 orang.”
Namun lebih dari 100 juta orang telah meninggal di bawah rezim-rezim komunis, jauh melebihi jumlah kematian yang diakibatkan Nazi Jerman. Mao Zedong, pemimpin pertama Partai Komunis Tiongkok, sendirian saja diperkirakan telah menyebabkan kematian 70 juta orang, dan Stalin diperkirakan telah menyebabkan kematian 40 juta orang.
“Di Tiongkok, sayangnya, orang-orang pasti memiliki pengetahuan mengenai tantangan [tetapi] mereka tidak memiliki kebebasan untuk menantang. Di Barat, orang-orang memiliki kebebasan untuk tantangan, yang mereka kurang miliki adalah pengetahuan untuk menantang,Dan itulah kejahatan besar yang dialami oleh orang-orang bebas oleh pendirian pendidikan kiri,” ujar Alan Kors. (Vv)