Perusahaan Tiongkok Raih Sumber Daya Nikel Indonesia di Tengah Peluang Baterai Energi Terbarukan

Anne Zhang

 Investasi besar baru-baru ini yang dilakukan perusahaan-perusahaan Tiongkok di tambang nikel Indonesia menarik perhatian baru.

CNGR Advanced Materials Co Ltd. Tiongkok mengumumkan pada 19 Mei bahwa mereka akan memperluas bisnis nikel matte di Indonesia, bermitra dengan RIGQUEZA International Co., LTD dari Singapura. Total investasi sebesar $1,26 miliar akan ditempatkan di lini produksi di Indonesia dengan kapasitas tahunan 40.000 ton nikel matte. 

Ini merupakan kerja sama kedua kalinya dari kedua perusahaan itu di Indonesia. Pada 2021, kedua belah pihak menandatangani perjanjian proyek kerja sama untuk memproduksi 60.000 ton nikel matte per tahun.

Nikel matte adalah bahan baku untuk kemurnian tinggi nikel sulfat, yang merupakan bahan baku penting bagi prekursor terner, bahan katoda senyawa untuk baterai lithium terner, tulis CNGR dalam pernyataannya. Kemitraan ini bertujuan untuk mengamankan sumber daya nikel guna mengurangi biaya perusahaan dalam memproduksi prekursor terner nikel.

Pada Maret, perdagangan nikel berjangka di London Metal Exchange (LME) menjadi serba salah, mengakibatkan kerugian di atas kertas $8 miliar untuk perusahaan Tiongkok, Tsingshan Holding Group. Namun, penangguhan perdagangan dan pengiriman oleh LME menyebabkan kejutan besar di pasar berjangka logam internasional. Karena LME diakuisisi oleh Hong Kong Exchanges and Clearing Limited (HKEX) senilai $2,3 miliar pada 2012, penanganannya diduga membantu perusahaan Tiongkok untuk menghindari kerugian.

Pada 4 April, Financial Conduct Authority (FCA) Inggris dan Prudential Regulation Authority (PRA) Bank of England mengeluarkan pernyataan bersama bahwa FCA akan memeriksa penanganan LME atas insiden “Demon Nickel” 8 Maret, sementara PRA akan memeriksa LME clearinghouse.

Dalam beberapa tahun terakhir, Tiongkok  telah sangat memperluas skala investasi mineral di luar Tiongkok. China Mining Magazine melaporkan bahwa pada 2017, Tiongkok telah menginvestasikan $1,8 triliun yang mengejutkan dalam sumber daya pertambangan luar negeri.

Tiongkok Investasikan Hampir $2 Triliun di Pertambangan Luar Negeri

Investasi asing Tiongkok dalam produk mineral terutama berfokus pada minyak bumi dan bijih besi, tetapi dengan pesatnya perkembangan pasar kendaraan listrik global, persaingan untuk bahan pembuatan baterai kendaraan semakin ketat.

 Di bawah tren perkembangan nikel tinggi dan kobaltisasi rendah dalam baterai lithium terner, perusahaan-perusahaan Tiongkok meningkatkan upaya mereka untuk memperoleh sumber daya nikel asing.

Nikel dapat meningkatkan kepadatan energi baterai kendaraan listrik, sehingga meningkatkan jarak tempuh antar muatan. Perusahaan Riset Pasar SNE Research memperkirakan bahwa permintaan nikel global untuk baterai listrik secara kasar akan berlipat ganda pada 2025 dan menjadi enam kali lebih tinggi pada 2030 dibandingkan dengan 2022, didorong oleh perluasan pasar kendaraan listrik yang berkelanjutan.

Indonesia merupakan salah satu sumber daya nikel laterit terkaya di dunia. Cadangan utama terkonsentrasi di Pulau Sulawesi dan pulau-pulau terdekat lainnya. Menurut statistik, sekitar 70 persen ekspor nikel Indonesia ke Tiongkok.

Tsingshan Holding Group, yang masuk ke Indonesia pada awal 2009 untuk mengembangkan tambang nikel laterit, saat ini merupakan produsen logam nikel terbesar di dunia. Pada 2018, perusahaan-perusahaan Tiongkok memiliki lebih dari 50 lini produksi nikel di Indonesia, dan sekitar setengahnya dimiliki oleh Tsing- shan. 

Grup itu, bersama dengan perusahaan Tiongkok lainnya, bertujuan untuk membangun rantai industri energi terbarukan, mulai dari pengembangan bijih nikel dan kobalt hingga produksi bahan katoda baterai dan aplikasi baterai.

Pada April, Ningde Times, produsen baterai bertenaga kendaraan terbesar di Tiongkok, juga mengumumkan investasi $ 4 miliar di Indonesia, yang akan dimasukkan ke dalam industri pengembangan tambang nikel laterit, peleburan, bahan katoda baterai, dan pembuatan baterai.

CSIS: Indonesia Khawatir Dampak Investasi Tiongkok pada Keamanan Nasionalnya

Menurut laporan 2022 yang dirilis oleh United States Geological Survey (USGS), pada 2021, Indonesia dan Australia masing- masing menyumbang 22 persen cadangan nikel terbukti (proven) dunia, Brasil menyumbang 16,8 persen, Rusia 7,8 persen, Filipina 5 persen, dan Tiongkok 3 persen.

Indonesia menyumbang 37 persen dari produksi nikel dunia pada 2021, menempati peringkat pertama. Diikuti oleh Filipina dengan 13,7 persen dan Rusia dengan 9 persen. Tiongkok hanya memproduksi 4,4 persen nikel dunia pada 2021.

Dalam laporan 17 Mei, Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) mengatakan, ada tanda-tanda bahwa Indonesia khawatir tentang potensi dampak investasi Tiongkok terhadap keamanan nasionalnya. Dana kekayaan negara Indonesia yang didirikan pada 2020, misalnya, tidak termasuk investor Tiongkok. Namun, investasi antara kedua negara terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir, dengan investor Tiongkok sangat tertarik pada bijih nikel Indonesia yang digunakan untuk membuat baterai lithium-ion.

Laporan CSIS berpendapat bahwa Amerika Serikat dan Eropa harus meningkatkan investasi di tiga pasar negara berkembang: Indonesia, India, dan Vietnam, yang akan  membantu  Amerika Serikat dan sekutunya melindungi rantai pasokan mereka dan mencegah teknologi utama bocor ke pesaing. (Oscr)