oleh Han Fei dan Luo Ya
Selain gelombang epidemi baru sedang merebak hebat di Tiongkok, berbagai varian virus juga muncul bersamaan dan menimbulkan kematian berskala besar pasien yang terinfeksi. Seorang staf perusahaan kremasi di Shanghai mengungkapkan bahwa, perusahaan kini harus menangani pembakaran sebanyak 400 hingga 500 jenazah setiap harinya, yang membuat sistem kewalahan. Tetapi justru di saat ini pemerintah Tiongkok malah membuka pintu negara bagi warga negaranya untuk bepergian ke negara lain. Apa tujuan pemerintah komunis Tiongkok ini ? Mari kita simak laporan berikut :
Warga yang menyajikan video online mengatakan : “Ini adalah situasi warga untuk mendapatkan nomor antrian hari ini : Jika nyaman bagi kalian, Sebaiknya kalian, satu orang saja yang datang lebih awal pada hari Senin pagi untuk mengantri (nomor). Pintu gerbang (rumah perabuan) “Baoxing” tidak ditutup”.
Epidemi di Tiongkok sedang merebak hebat. Pada 25 Desember, warga Shanghai datang mengantri di “Baoxing” pada jam 4:30 pagi untuk mendapatkan nomor kremasi jenazah. Pada 27 Desember, ada warga yang “kehabisan akal” sehingga terpaksa mengambil keputusan untuk membayar calo sebesar RMB. 30.000,- (setara IDR,67,5 juta) agar jenazah anggota keluarganya dapat lebih cepat mendapat giliran kremasi.
Perekam video menuturkan : “Antrean dimulai dari sini, mari kita lihat ada berapa baris antrean, di sini, di sini, di sini, juga di sini”.
pada 28 Desember dini hari sudah ada antrian panjang di depan Rumah perabuan “Baoxing”.
Pada 29 Desember, seorang staf perusahaan besar kremasi di Shanghai mengatakan kepada reporter Epoch Times, bahwa sebelum COVID-19, pihaknya paling banyak hanya mengkremasi 90 jenazah dalam satu hari, tetapi sekarang membakar 400 hingga 500 jenazah setiap harinya. Anggota keluarga harus mengantri di tempat untuk mendapatkan nomor yang diberikan perusahaan dalam jumlah yang terbatas. Meskipun demikian, setelah anggota memiliki nomor, mereka juga harus menunggu sampai satu minggu untuk mendapatkan giliran kremasi. Dan anggota keluarga tidak dibenarkan untuk menuliskan dalam kolom penyebut kematian adalah COVID-19, karena ini aturan pemerintah.
Tragedi Wuhan yang mengawal epidemi kini terulang kembali di berbagai tempat, menyebabkan sistem pembakaran jenazah menghadapi tantangan yang luar biasa besar.
Pada 27 Desember, terlihat ada kerumunan besar warga di depan Rumah Duka dan Krematorium “Yinheyuan” di Guangzhou. Seorang warga mengatakan bahwa dirinya sudah mengantri selama 3 hari tetapi belum juga mendapat giliran. Seorang sumber yang mengetahui masalah mengungkapkan, bahwa rumah duka tersebut setiap harinya menangani pembakaran lebih dari 530 jenazah, mereka sendiri sudah sangat kewalahan.
Di bangunan sebelah selatan dari Rumah Sakit Dongfang yang berafiliasi dengan Universitas Tongji, Shanghai, situasi kematian sangat mengejutkan. Ada seorang warga yang memposting rekaman video yang diambil sekitar jam 4 atau 5 pagi, di mana terlihat banyak jenazah berjajar memenuhi lantai kamar mayat.
Pada 28 Desember, di sebuah rumah sakit di Shanghai, pasien yang sakit kritis terpaksa ditempatkan di udara terbuka lantaran unit gawat darurat sudah tidak lagi mampu menampung.
Tetapi pada saat yang sama, pemerintah Tiongkok justru mengubah “kebijakan menutup gerbang” sebelumnya menjadi “membuka lebar gerbang” yang memberikan kesempatan kepada warga negaranya untuk bepergian ke luar negeri di saat epidemi sedang mengganas. Hal ini menimbulkan kekhawatiran dan keraguan dari dunia luar.
Kantor Imigrasi Nasional Tiongkok pada 27 Desember mengumumkan bahwa mulai 8 Januari 2023, peninjauan dan persetujuan aplikasi paspor warga sipil akan dilanjutkan. Banyak negara, termasuk Jepang, Korea Selatan, Italia, dan India, telah memperkenalkan langkah-langkah penyaringan yang sesuai terhadap warga negara Tiongkok yang masuk.
Pejabat AS juga mengatakan pada 27 Desember bahwa Washington sedang mempertimbangkan untuk memperketat wisatawan asal Tiongkok yang masuk Amerika Serikat. Analis percaya bahwa jika ada virus baru yang tersembunyi dalam gelombang epidemi ini, itu akan membahayakan dunia, sehingga akan memicu negara-negara di seluruh dunia untuk menolak kedatangan wisatawan dari Tiongkok.
Komentator politik Wang He mengatakan : “Jika ini adalah wabah gelombang yang melanda pada tahun 2020, ketika itu warga negara Tiongkok yang terinfeksi epidemi menyebar ke seluruh dunia, tetapi negara-negara di seluruh dunia masih tidak tahu dan belum memiliki pengalaman, jadi kurang waspada. Nah, dalam gelombang epidemi saat ini, PKT justru dengan sengaja membuka pintu keluar masuk negara dan melonggarkan pencegahan epidemi. Ini adalah tindakan sengaja PKT melepas warganya yang besar kemungkinan membawa virus untuk menyebarkannya ke luar negeri. Jika virus yang mereka bawa adalah virus varian baru, itu jelas menunjukkan bahwa PKT ingin dunia juga ikut tertular. Ini adalah perbuatan keji pemerintah Tiongkok. Bagaimana dengan negara-negara di dunia ? Sekarang semua orang tidak lagi percaya PKT, tidak lagi percaya pemerintahan partai komunis Tiongkok, semua orang menentang dan memblokirnya, yang pada akhirnya akan membuat PKT mati kutu”. (sin)