Pele-Maradona-Messi: Tiga Generasi Raja Bola, Tiga Bagian Legenda

Xia Qiao

Seiring dengan diboyongnya tropi Piala Dunia oleh Argentina, pembahasan mengenai status sejarah Messi dalam persepakbolaan kembali menjadi topik yang hangat. Media massa sepak bola 90min belum lama ini membuat peringkat 50 orang bintang sepanjang sejarah sepak bola dunia, dimana Messi mengalahkan Maradona dan Pele menempati posisi pertama. Apakah Messi pantas menyandang gelar orang pertama dalam sejarah sepak bola dunia?

Messi: Sepenuhnya Layak Disebut Raja Bola Masa Kini

Beberapa teknik sepak bola Messi, termasuk mencetak gol, menggiring bola, mengecoh musuh, mengoper bola, adalah standar yang paling top dalam sejarah sepak bola. Selama ini bersama dengan Cristiano Ronaldo dianggap sebagai dua pemain bola paling hebat era ini. Gelar dan catatan Messi antara lain tujuh kali penghargaan Ballon d’Or, empat kali juara Champion League UEFA, sepuluh kali juara La Liga Spanyol, 792 kali mencetak gol, 348 kali assist, 50 gol dalam satu musim La Liga Spanyol, 91 gol sepanjang tahun…

Seiring dengan berhasil direbutnya gelar juara Piala Dunia, perebutan raja bola antara Messi dengan Cristiano Ronaldo pun bisa dikatakan berakhir dengan kemenangan Messi. Lalu, jika membandingkan Messi dengan Pele dan Maradona, dua orang raja bola yang telah diakui, bagaimana status sejarah Messi akan diposisikan? Mari kita buat perbandingannya dari tiga aspek yakni Piala Dunia, pertandingan klub, serta data dan gelar yang diraih.

Piala Dunia 1986: Keahlian Seorang Diri Yang Sulit Ditiru

Bicara soal Piala Dunia 1986, reaksi pertama banyak orang adalah “Goal of the Century” dan “Hand of God” Maradona saat berhadapan melawan timnas Inggris. Namun, walaupun dikesampingkan duel klasik antara Argentina melawan Inggris ini, kinerja Maradona juga bisa disebut sebagai penampilan one man show yang terbaik dalam sejarah Piala Dunia.

Dalam pertandingan perdana di grup berhadapan dengan Korea Selatan, Maradona sukses cetak hat trick assist; pada putaran berikutnya berhadapan dengan tim juara bertahan Italia, dia berhasil mencetak gol penyeimbang; putaran terakhir berhadapan dengan Bulgaria, dia berhasil melakukan assist; pada babak 1/8 final menghadapi Uruguay, Maradona beberapa kali menciptakan peluang emas mencetak gol bagi rekan-rekannya (termasuk mencetak gol dari jarak setengah meter dalam keadaan gawang kosong), sayangnya semuanya disia-siakan.

Dalam babak semifinal saat berhadapan dengan Belgia, Maradona memancing terlebih dahulu dengan tendangan punggung kaki, kemudian berhasil mencetak gol setelah melalui sepanjang baris pertahanan lawan;  pada tahap akhir pertandingan,  ia sempat menggiring bola jarak jauh lalu memberikan peluang bagi rekannya Valdano untuk mencetak gol, tapi sayangnya umpan tersebut disia-siakan Valdano dengan bola melambung ke podium penonton. Dalam pertandingan final melawan Jerman Barat, Maradona telah menarik perhatian garis pertahanan Jerman Barat, dan pada momen terakhir melakukan assist pamungkas, memberi umpan bagi rekannya Burruchaga mencetak gol.

Sepanjang pertandingan tersebut Maradona mencetak 5 gol dan melakukan 5 kali assist, sepertinya hanya sedikit di bawah Messi dalam Piala Dunia kali ini yang berhasil mencetak 7 gol dengan 4 kali assist. Tapi yang patut disebutkan adalah, semua gol yang berhasil dicetak Maradona tidak ada satu pun gol penalti. Dan seandainya rekan timnya tidak mensia-siakan peluang yang diberikannya, maka jumlah assist yang berhasil dilakukan oleh Maradona lebih dari 5 kali. Sedangkan gol yang dicetak Messi 4 di antaranya adalah gol penalti.

Selain itu, sepanjang pertandingan Maradona berhadapan dengan Italia, Uruguay, Inggris, Belgia, dan Jerman Barat, jika dibandingkan dengan lawan-lawan Messi pada piala dunia kali ini, jelas tingkat kesulitan Maradona untuk meraih juara jauh lebih sulit.

Sedangkan Pele, prestasinya pada ajang Piala Dunia tidak perlu disebutkan lagi. Walaupun pada saat Brazil merebut juara tahun 1962 Pele tidak memberikan kontribusi, tapi sebagai pusat dari timnya, prestasinya merebut tropi Piala Dunia pada tahun 1958 dan tahun 1970 sudah sangat cemerlang. Khususnya di tahun 1958, Pele yang baru berusia 17 tahun itu berhasil mencetak 6 gol dalam 4 pertandingan, 5 gol di antaranya dicetak pada babak semifinal dan babak final, bisa dibilang prestasi yang sangat fantastis.

Secara keseluruhan, penampilan Messi pada Piala Dunia kali ini, dibandingkan dengan Maradona pada tahun 1986 dan Pele pada tahun 1958, masih agak kurang.

Juara Liga Champion UEFA, Piala Brasil, dan “Mukjizat Napoli”

Prestasi klub yang dihuni Messi sangat cemerlang, termasuk 10 kali juara La Liga Spanyol dan 4 kali juara Champion UEFA, di antaranya dengan Messi sebagai pemain inti tim itu pernah meraih 3 kali juara Liga Champion.

Di atas kertas, prestasi Maradona tidak pantas diungkit: 2 kali juara Seri A Italia, 1 kali juara Piala Italia, dan 1 kali juara EUFA. Akan tetapi, jika mempertimbangkan Maradona meraih kehormatan tersebut bersama klub Napoli, maka perlu dinilai kembali bobot dari juara yang berhasil diraih ini.

Tahun 1984, Maradona yang berseteru dengan tim Barcelona kemudian hengkang dan bergabung dengan klub Napoli di Serie A Italia. Pada dua musim pertandingan sebelumnya, Napoli dengan unggul tipis 2 poin dan 1 poin, dengan susah payah berhasil mempertahankan posisi liga.

Tiga tahun setelah Maradona bergabung, dalam musim pertandingan 1986~1987, tim Napoli berhasil meraih juara pertama sepanjang sejarah klub tersebut. Waktu itu Napoli hanya memiliki satu orang pemain asing yakni Maradona, dan hanya memiliki dua orang pemain timnas Italia.

Satu kali juara mungkin bisa dibilang hanya kebetulan, pada tahun 1990, untuk kedua kalinya Napoli kembali menjadi juara dalam Liga Serie A Italia. Walaupun waktu itu Maradona telah didampingi oleh dua orang lagi yakni Alemao dan Careca, tapi kemampuan Napoli secara keseluruhan tidak sebanding dengan dua musuh utama pada masa itu yakni AC Milan dan Inter Milan. Tim AC Milan mempunyai “Three Musketeers Belanda” (yakni Marco van Basten, Ruud Gullit dan Frank Rijkaard) serta dua orang bintang lainnya yakni Maldini dan Baresi, sementara di Inter Milan diperkuat “Troika dari Jerman” (yakni Klinsmann, Matthäus, dan Brehme) serta dua orang bintang yakni Bergomi dan Zenga.

Selain itu, tahun 1989, di bawah kepemimpinan Maradona Napoli berturut-turut berhasil mengalahkan klub Juventus, Bayern Munich, dan Stuttgart, meraih juara Liga Champion UEFA. Pada masa itu, yang ikut serta dalam pertandingan Liga Champion adalah klub peringkat 2~4, kekuatan persaingannya tidak kalah dengan Liga Champion sekarang.

Sementara Pele, seumur hidupnya tidak pernah bermain dalam pertandingan Eropa, tapi standar pada Liga Amerika Selatan pada waktu itu bisa dibilang melebihi level UEFA. Tim Santos yang dikapteni oleh Pele tidak hanya berhasil mendominasi Liga Brazil, juga pernah dua kali meraih juara Copa Libertadores. Dan dalam dua kali pertandingan Piala Intercontinental melawan juara UEFA, tim Santos pun berhasil menjadi juara setelah masing-masing mengalahkan tim Benfica dan AC Milan. Sayangnya tahun 1965, klub Brazil dilarang mengikuti Copa Libertadores, Pele pun kehilangan banyak peluang mengejar ketenaran.

Bisa dibilang, juara Liga Champion yang diraih Messi adalah kehormatan yang tidak pernah diraih baik oleh Pele maupun Maradona, tapi prestasi Pele dan Maradona di klubnya masing-masing tidak kalah dari Messi.

Perbandingan Data dan Kehormatan

Messi meraih 7 tropi Ballon d’Or (atau Bola Emas, penghargaan sepakbola Prancis, red.), tapi pada era Pele dan Maradona, hanya pemain Eropa yang masuk kualifikasi untuk dinilai, dengan kata lain, Maradona dan Pele sama sekali tidak memenuhi kualifikasi untuk dinilai. Di sisi lain, seberapa banyak pun tropi Ballon d’Or diraih oleh seorang pemain bola, hanya bisa menjelaskan pemain bola tersebut lebih unggul dibandingkan dengan sesama pemain bola dari era yang sama, bukan berarti dia lebih unggul dibandingkan pemain bola dari era-era sebelum atau sesudahnya.

Sedangkan data, beda era beda pula latar belakangnya, jika keluar dari lingkungan setiap era yang berbeda, dan hanya membandingkan data secara murni, maka akan kehilangan maknanya.

Di era Maradona, Serie A Italia sangat mengutamakan pertahanan. Tahun 1988 Maradona meraih gelar pencetak gol terbaik hanya dengan bermodalkan 15 gol, dan pada masa itu AC Milan yang tampil sebagai juara Serie A Italia dalam 30 kali pertandingan hanya mengumpulkan total sebanyak 43 gol.

Setelah itu, di satu sisi seiring perkembangan taktik sepak bola, pola serangan terus dimodifikasi sehingga semakin memudahkan pemain bola untuk mencetak gol; di sisi lain, berkembang pesatnya pemain bayaran semakin memperlebar kesenjangan antar klub sepakbola. Pada musim pertandingan 2011~2012, dalam pertandingan liga Messi memecahkan rekor mencetak 50 gol, juara La Liga Spanyol yakni klub Real Madrid sepanjang musim pertandingan berhasil mencetak 121 gol, sedangkan juara kedua yakni klub Barcelona berhasil mencetak 114 gol, dan juara ketiga yakni klub Valencia hanya mencetak 59 gol.

Kedua, peraturan pertandingan sepak bola juga terus berubah dan disempurnakan, semua berkembang mengarah pada keuntungan. Pada dua kali pertandingan Piala Dunia tahun 1962 dan 1966 Pele ditendang dengan sengaja dan cedera, sehingga terpaksa mundur dari pertandingan. Sejak saat itu barulah muncul peraturan baru kartu merah dan kartu kuning, dan sistem pergantian pemain.

Dalam 4 kali ajang pertandingan Piala Dunia Maradona telah dicurangi sebanyak 152 kali, jauh lebih banyak daripada Messi di posisi kedua yang mengalami 65 kali kecurangan. Perlu diketahui, pada era tahun 80an, skala hukuman bagi pelanggaran atau kecurangan pada pertandingan jauh lebih longgar daripada sekarang. Dalam Piala Dunia 1982, Gentile dari timnas Italia berulang kali menjegal Maradona, usai pertandingan hal itu bahkan dianggap sebagai pertahanan yang sukses. Jika hal itu terjadi di saat sekarang ini, Gentile sudah sejak awal pertandingan dikeluarkan dari lapangan.

Selain itu, sebelum tahun 1994, penjaga gawang masih boleh menerima bola operan balik dari rekan timnya dengan tangan; sebelum tahun 1990, pemain penyerang berada sejajar dengan pemain bertahan kedua dari belakang, sudah dianggap offside. Perubahan semua peraturan tersebut, semakin menguntungkan dalam penyerangan.

Kesimpulan

Messi memang layak mendapat gelar pemain terhebat era ini, tapi membandingkan pemain bola beda era hanya dengan perbandingan data yang sederhana, jelas terlalu sepihak. Faktanya sulit menemukan sebuah peraturan yang baku, untuk menilai kemampuan dan prestasi pemain bola lintas era.

Pele telah menciptakan pondasi bagi perkembangan sepak bola pada periode sepak bola yang brutal; Maradona telah memperlihatkan kehebatan individualisme secara maksimal dalam olahraga sepak bola ini; sedangkan Messi berhasil meraih kehormatan individu dan gelar juara terbanyak. Bisa dikatakan, mereka adalah raja pada eranya masing-masing, mereka memang layak menyandang gelar raja bola. (sud)