oleh Li Yun
Ketika kobaran api perang chip antara Amerika Serikat dengan Tiongkok semakin besar, Xi Jinping menyerukan percepatan kemandirian teknologi, dan mendesak semua jajaran untuk menyelesaikan masalah terkait krisis chip karena produsen sepakat untuk tidak mengekspor chip ke Tiongkok. Tetapi para ahli tidak optimis dengan kemampuan Tiongkok mengatasi krisis tersebut. Mereka lebih percaya bahwa tidak mudah bagi Partai Komunis Tiongkok (PKT) untuk merangsang timbulnya inovasi teknologi karena PKT tidak menyediakan lingkungan persaingan yang bebas, selain itu juga sistem nasionalnya yang menekan perusahaan swasta dan mematikan ide individu.
Beberapa hari yang lalu, ketika memimpin Politbiro PKT studi bersama kedua, Xi Jinping menekankan perlunya mempercepat laju kemandirian dan peningkatan diri dalam menguasai sains dan teknologi untuk memecahkan masalah krusial saat ini. Sekaligus membangun sebuah “sistem nasional baru” yang sehat agar bidang ilmiah dan teknologi penting Tiongkok kelak bisa menjadi pusat ilmiah utama dan pusat inovasi dunia.
Pakar keuangan Taiwan Edward Huang mengungkapkan : “Saya pikir ini seperti dongeng saja. Jika Anda ingin menjadi negara kuat di bidang ilmiah dan teknologi seperti Amerika Serikat atau Eropa, Anda memerlukan penelitian yang sangat solid dan penelitian yang sangat mendalam. juga latar belakang yang menunjang. Selama 30 hingga 49 tahun Tiongkok menerapkan apa yang disebut sebagai ‘reformasi dan keterbukaan’, pelajaran yang mereka dapatkan hanya berupa lapisan kulitnya saja, sedangkan hal yang inti tidak mereka peroleh, Jadi mereka tidak memiliki dasar yang kuat, Begitu diisolasi dunia, mereka tak mampu melakukan beberapa hal yang relatif mendasar”.
Ambil semikonduktor sebagai contoh, kata Edward Huang, bahwa Amerika Serikat, Taiwan, Jepang, dan Korea Selatan dulunya juga saling berbagi teknologi dari seluruh dunia, karena itu yang melahirkan kejayaan industri semikonduktor saat ini.
Sejak 2018 pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan larangan ekspor chip kepada beberapa perusahaan Tiongkok, chip telah identik dengan produk elektronik yang memacetkan industri teknologi. Liu Yun, Wakil Dekan University of Chinese Academy of Sciences pernah mengatakan dalam pidatonya, bahwa Tiongkok memiliki 35 teknologi kunci yang “macet”, antara lain gara-gara kekurangan chip, mesin litografi, sistem operasi, lidar, dan perangkat lunak industri inti lainnya.
Untuk mengatasi masalah tersebut PKT telah menginvestasikan dana besar untuk merangsang berdirinya lebih dari 270.000 perusahaan yang terkait dalam industri semikonduktor. Tetapi satu per satu perusahaan ini terbengkalai atau gagal memenuhi harapan PKT.
Pada Agustus 2022, Amerika Serikat kembali memperkenalkan “Undang-Undang Chip” yang membuat kebijakan chip Tiongkok menemui jalan buntu. Namun, pada hari di mana Xi Jinping menekankan perlunya kemandirian teknologi, ada pejabat AS yang mengungkapkan bahwa Jepang dan Belanda telah sepakat dengan AS untuk memberlakukan undang-undang baru pembatasan chip yang diekspor ke Tiongkok.
Reuters melaporkan bahwa Amerika Serikat telah memberlakukan sejumlah pembatasan ekspor terhadap 4 perusahaan Tiongkok termasuk SMIC, Shanghai Huahong Grace Semiconductor Manufacturing Corporation, Yantze Memory Technologies, dan ChangXin Memory Technologies.
Frank Tian Xie, seorang profesor Aiken School of Business di University of South Carolina, Amerika Serikat mengatakan : “Dalam hal teknologi chip, Amerika Serikat, Jepang, dan Belanda telah membentuk aliansi tiga negara, yang pada dasarnya dapat menghambat perkembangan chip Tiongkok. Alasannya sangat sederhana, karena PKT sekarang semakin memusuhi orang-orang di dunia dan peradaban manusia, semakin menjadi ancaman bagi seluruh dunia. Jika membiarkan rezim otoriter dengan konsep jahat komunisme seperti itu memperoleh teknologi canggih untuk mengancam dunia, maka seluruh dunia akan menghadapi kehancuran. Kita akan berada dalam bahaya, jadi sanksi dan pembatasan AS itu sangat tepat”.
Edward Huang mengatakan bahwa penindasan PKT terhadap perusahaan swasta, membatasi hak bicara dan mengekang ide individu adalah semacam penindasan terhadap pembangunan jangka panjang Tiongkok.
“Tidak mungkin bagi Tiongkok untuk memulai dari awal, jadi sangat mudah bagi orang lain untuk “mencekik leher” Anda. Meskipun pada saat ini Anda sedang mengembangkan beberapa ilmu kuantum baru, tetapi Anda tidak akan pernah menang dalam ilmu dasar. Jadi masih butuh jalan yang sangat panjang untuk merealisasikan keinginan menjadi negara berkekuatan teknologi. Selain itu, bahkan lebih tidak mungkin lagi Tiongkok menjadi pusat inovasi, karena institusi yang inovatif butuh ruang yang sangat bebas. yaitu tidak terlalu diatur oleh pemerintah, pemerintah membiarkan warga sipil berkembang secara bebas, sehingga bisa mendapatkan kinerja yang lebih baik”, kata Edward Huang.
Frank Tian Xie mengatakan bahwa di bawah sistem nasional PKT, inovasi tidak akan berhasil.
Ia berkata : “PKT juga tidak memiliki lingkungan ekologis untuk pengembangan ilmu pengetahuan, tidak memiliki atmosfer akademik yang bebas. Bahkan sistem negara dan partai juga menghambat semangat inovasi. Di masa lalu, di bawah sistem nasional PKT mungkin pernah meraih beberapa keberhasilan tiruan, tapi tidak mungkin mencapai inovatif yang sesungguhnya, termasuk yang sekarang disebut Lompatan Jauh ke Depan di bidang chip. Padahal, ketiga Lompatan Jauh ke Depan di bidang chip itu adalah proyek yang menghamburkan uang.”
Frank Tian Xie mengatakan bahwa pidato terbaru Xi Jinping juga mengindikasikan tentang Tiongkok saat ini sedang berjuang di bidang teknologi dan berada dalam situasi yang putus asa. (sin)