oleh Luo Tingting
Pada 11 Juli, KTT Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mengeluarkan komunike, mengutuk “ambisi” Beijing dalam lima paragraf. Pemimpin dari 31 sekutu NATO menunjukkan: “Ambisi dan kebijakan koersif Partai Komunis Tiongkok menantang kepentingan, keamanan, dan nilai-nilai kita.”
Tiongkok disebutkan 15 kali dalam komunike NATO, dan dikatakan dua kali bahwa kebijakan Tiongkok menantang kepentingan, keamanan, dan nilai-nilai NATO. Komunike tersebut menunjukkan bahwa sekutu NATO terus diancam oleh Beijing di dunia maya, luar angkasa, dan aspek lainnya. “Bahasa konfrontatif dan disinformasi menargetkan sekutu NATO dan merusak keamanan sekutu.”
Komunike mengkritik upaya Partai Komunis Tiongkok (PKT) mengendalikan teknologi dan industri utama, infrastruktur, bahan baku strategis, dan rantai pasokan untuk memperkuat pengaruhnya terhadap negara lain. Komunike tersebut juga mengutuk upaya Tiongkok menggulingkan tatanan internasional berbasis aturan, “termasuk di domain luar angkasa, dunia maya, dan maritim.”
Komunike tersebut menyebutkan kebijakan senjata nuklir Tiongkok dan menentang perluasan produksi plutonium untuk senjata nuklir dengan kedok program sipil, menunjukkan bahwa ini akan merusak tujuan Perjanjian Proliferasi Nuklir (NPT) internasional.
Selain itu, komunike menetapkan bahwa pendalaman kemitraan strategis Tiongkok dengan Rusia dan upayanya untuk saling memperkuat dan merusak tatanan internasional bertentangan dengan nilai dan kepentingan NATO.
NATO menuntut agar Tiongkok mengutuk agresi Rusia terhadap Ukraina, menahan diri untuk tidak mendukung Rusia dengan cara apa pun. Selain itu, diminta berhenti membantu memperkuat narasi palsu Rusia bahwa Ukraina dan NATO bertanggung jawab atas agresinya.
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg menyatakan pada konferensi pers setelah KTT bahwa 31 sekutu NATO setuju untuk bersama-sama dan terus menanggapi perilaku koersif Tiongkok, kecepatan, skala, dan kurangnya transparansi untuk memodernisasi senjata nuklir.”
Sehari sebelum KTT, Stoltenberg menerbitkan sebuah artikel di majalah Foreign Affairs yang menyatakan bahwa “perilaku pemerintah [Komunis] Tiongkok yang semakin koersif di luar negeri dan kebijakannya yang lebih represif di dalam negeri menantang keamanan, nilai, dan kepentingan NATO”.
“Perilaku pemerintah Tiongkok yang semakin koersif di luar negeri dan kebijakan yang lebih represif di dalam negeri menantang keamanan, nilai, dan kepentingan NATO”.
“Beijing mengancam negara-negara tetangganya dan menggertak negara lain.” Stoltenberg mengacu pada ancaman kekuatan Partai Komunis Tiongkok terhadap Taiwan. KTT NATO tahun lalu untuk pertama kalinya menyebut PKT sebagai “tantangan sistemik” dan mengecam “penindasan” terhadap Taiwan.
“Tiongkok sedang mencoba untuk mengendalikan rantai pasokan dan infrastruktur utama di negara-negara NATO. Kita harus melihat tantangan ini dengan jelas, dan kepentingan keamanan tidak boleh ditukar dengan keuntungan ekonomi,” katanya, seraya menekankan bahwa “ketika rezim otoriter semakin mengakar, kami percaya bahwa negara-negara yang bebas dan demokratis harus berdiri bersama.”
Bloomberg melaporkan bahwa anggota NATO telah mengakui bahwa tantangan terbesar NATO bukanlah Rusia, melainkan Partai Komunis Tiongkok (PKT) yang berada jauh di Eropa. NATO berusaha membawa para pemimpin Asia-Pasifik ke dalam dialog NATO dan bersedia menunjukkan kehadiran militer yang lebih dekat dengan PKT, terutama melalui latihan bersama.
Pada 12 Juli, para pemimpin dari 31 negara NATO dan Swedia akan bertemu dengan para pemimpin dari empat negara mitra Asia-Pasifik yaitu Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru, dan Australia, serta Charles Michel, Presiden Dewan Uni Eropa, dan Ursula von der Leyen, Ketua Dewan Eksekutif, untuk mendiskusikan cara menghadapi ancaman PKT. (Hui)