Studi Menemukan : Jumlah Korban Tewas Pasukan Rusia dalam Perang Ukraina Melebihi Perang Soviet-Afghanistan

Katabella Roberts – The Epoch Times

Sebuah studi menunjukkan, jumlah korban tewas di kalangan tentara Rusia akibat invasi yang sedang berlangsung di Ukraina telah melampaui jumlah korban tewas pada perang Soviet di Afghanistan.

Sekitar 47.000 tentara Rusia diperkirakan  tewas sejak Rusia meluncurkan “operasi militer khusus” di negara tetangganya, Ukraina, pada Februari 2022, menurut studi gabungan yang dilakukan oleh para jurnalis di situs berita independen Rusia, Meduza dan Mediazona, serta ahli statistik Dmitry Kobak dari Universitas Tübingen di Jerman.

Para peneliti sampai pada angka tersebut dengan menggunakan laporan berita kematian yang dipublikasikan, data kematian dari Layanan Statistik Negara Federal, dan catatan ekstensif dari Pendaftaran Wasiat Nasional, demikian menurut Meduza.

Selain itu, tim peneliti juga dapat mengakses basis data kasus warisan yang terbatas namun tidak diklasifikasikan, yang memungkinkan mereka untuk mendapatkan wawasan lebih luas mengenai jumlah kematian aktual berasal dari konflik yang sedang berlangsung.

Meskipun perkiraan kasarnya adalah 47.000, para peneliti memperingatkan bahwa angka tersebut sebenarnya bisa lebih tinggi.

“Kami memperkirakan antara 40.000 hingga 55.000 pria Rusia berusia di bawah 50 tahun tewas dalam pertempuran di Ukraina hingga 27 Mei 2023,” tulis laporan tersebut. 

“Ketika memperhitungkan jumlah orang yang terluka parah sehingga mereka tidak kembali ke dinas militer, jumlah total korban Rusia meningkat menjadi setidaknya 125.000 tentara, berdasarkan perhitungan kami.”

Angka tersebut tidak termasuk tentara Rusia yang hilang atau tertangkap, atau warga Ukraina yang bertempur dengan pasukan proksi Rusia yang berbasis di Donetsk dan Luhansk, kata para peneliti.

Jumlah pastinya masih belum diketahui

“Dalam 15 bulan pertempuran (dari 24 Februari 2022 hingga akhir Mei 2023), tiga kali lebih banyak tentara Rusia yang tewas di Ukraina dibandingkan dengan tentara Soviet selama 10 tahun perang di Afghanistan,” tulis para penulis studi tersebut. 

“Sembilan kali lebih banyak tentara yang terbunuh di Ukraina dibandingkan dengan Perang Rusia-Chechnya yang pertama antara tahun 1994 dan 1996. “

Perkiraan jumlah tersebut serupa dengan yang dipublikasikan oleh Kementerian Pertahanan Inggris pada bulan Februari. Pada saat itu, para pejabat memperkirakan sekitar 40.000 hingga 60.000 orang Rusia kemungkinan besar  terbunuh dalam perang tersebut.

Sebuah penilaian yang bocor oleh pejabat AS mematok jumlah kematian warga Rusia antara 35.000 hingga 43.000 orang pada tahun pertama invasi, demikian laporan The New York Times, sementara perkiraan terpisah yang dibuat oleh pemantau independen yang berkolaborasi dengan jurnalis di Mediazona dan BBC serta menggunakan data berita kematian, menempatkan angkanya lebih rendah, yakni 27.000 orang.

Namun, angka pastinya masih belum jelas, dan pihak berwenang Rusia hanya mengakui kematian lebih dari 6.000 tentara sejak invasi dimulai.

Menanggapi estimasi terbaru pada  Senin 10 Juli, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan kepada para wartawan dalam sebuah konferensi pers bahwa ia belum melihat laporan tentang kematian tentara Rusia dan menolak untuk memberikan angka akurat yang terbaru.

Pemimpin Senior Militer Rusia ‘Diberhentikan’

Peskov juga mengatakan bahwa Kremlin telah “berhenti memantau” situs berita Meduza.

“Kementerian Pertahanan memberikan angka-angka, dan hanya mereka yang memiliki hak prerogatif itu,” kata Peskov.

Laporan terbaru ini muncul ketika seorang pejabat tinggi militer Rusia, Jenderal Ivan Popov, diduga telah dipecat dari jabatannya setelah mengeluh bahwa kementerian pertahanan Rusia gagal untuk mendukung pasukan secara memadai.

Jenderal Popov, yang memegang komando pasukan di Ukraina selatan yang diduduki, mengatakan dalam sebuah pesan suara yang diposting ke Telegram oleh anggota parlemen Rusia Andrei Gurulyov bahwa ia telah menyuarakan keprihatinannya tentang “kurangnya pertempuran melawan serangan artileri, ketiadaan stasiun pengintaian artileri, serta kematian dan luka-luka massal saudara-saudara kita akibat artileri musuh,” sebelum ia dicopot dari posisinya, demikian laporan CNN.

“Saya juga mengangkat sejumlah masalah lain dan mengungkapkan semuanya dengan terus terang dan sangat kasar,” kata Popov dalam pesan tersebut. 

“Saya tidak punya hak untuk berbohong, oleh karena itu, saya menguraikan semua masalah yang ada saat ini di tentara dalam hal pekerjaan dan dukungan tempur.”

Setelah menyampaikan keprihatinannya, Popov mengaku telah dicopot dari perannya atas arahan Menteri Pertahanan Sergei Shoigu.

Setelah publikasi catatan suara tersebut, seorang pejabat senior dari partai pro-pemerintah Rusia Bersatu, Andrey Turchak, mengkritik Gurulyov karena membagikan apa yang dia katakan sebagai pesan pribadi yang tidak dimaksudkan untuk dibagikan kepada publik.

“Pernyataan Jenderal Popov tidak bersifat publik dan dikirim melalui obrolan tertutup antara komandan dan pasukan Angkatan Darat ke-58,” tulis Turchak di Telegram, demikian yang dilaporkan BBC.

Turchak berkata : “Biarkan fakta bahwa … Gurulyov entah bagaimana mendapatkannya dan membuat pertunjukan politik dari hal itu tetap ada di hati nuraninya.”

Associated Press berkontribusi dalam laporan ini.