oleh Zhang Ting
Saat negara-negara anggota Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership. CPTPP) menyambut bergabungnya Inggris akhir pekan lalu, pemerintah Australia memperingatkan bahwa Tiongkok tidak memiliki harapan untuk bergabung dalam perjanjian perdagangan regional utama ini dalam jangka pendek.
Negara-negara anggota CPTPP bertemu pada Sabtu (15 Juli) dan Minggu (16 Juli) di Auckland, Selandia Baru. Menteri Perdagangan Inggris diundang untuk menghadiri upacara peresmian Inggris sebagai anggota CPTPP ke-12.
Tiongkok juga berniat gabung dengan CPTPP, tetapi Asisten Menteri Perdagangan Australia Tim Ayres yang menghadiri pertemuan CPTPP di Selandia Baru, telah memberi isyarat bahwa aplikasi Tiongkok belum dimasukkan ke dalam agenda.
Kepada reporter “The Guardian” di Australia ia mengatakan : “Saya pikir belum waktunya untuk mempertimbangkan aplikasi (bergabungnya Tiongkok) itu, masih cukup jauh”.
Tim Ayres menggambarkan CPTPP sebagai “perjanjian perdagangan paling luar biasa di dunia”.
Meskipun Ayres tidak secara langsung menghubungkan prospek Beijing untuk bergabung dengan CPTPP dengan berbagai sengketa perdagangan Tiongkok – Australia, namun, dia berbicara dengan nada antusias tentang kepatuhan Inggris terhadap aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
“Merupakan hal yang baik bagi CPTPP atas bergabungnya negara ekonomi besar lainnya (mengacu pada Inggris) yang telah memiliki catatan kepatuhan yang baik terhadap peraturan WTO, dan tentunya ia pun dapat memenuhi standar CPTPP”, katanya.
Kesebelas negara anggota pendiri CPTPP adalah Australia, Jepang, Brunei, Kanada, Chili, Malaysia, Meksiko, Peru, Selandia Baru, Singapura, dan Vietnam. Negara yang ingin bergabung dengan CPTPP harus mendapatkan dukungan dari semua negara anggota.
Tiongkok telah secara resmi mengajukan permohonan untuk bergabung dengan CPTPP pada awal bulan September 2021, tetapi permohonan ini tidak disambut baik oleh anggota CPTPP. Jepang, yang mendominasi CPTPP pada saat itu mengatakan bahwa dibutuhkan verifikasi terlebih dahulu apakah Beijing dapat memenuhi standar tinggi yang disyaratkan oleh CPTPP, terutama di bidang lingkungan dan tenaga kerja.
Wakil Perdana Menteri dan Menteri Keuangan Jepang saat itu Taro Aso kepada kesebelas negara anggota yang telah bergabung dengan CPTPP mengatakan : “Apakah (Tiongkok) dapat benar-benar mematuhi aturan ? Apakah sungguh bisa ?”
Hanya beberapa bulan sebelum Tiongkok mengajukan aplikasi, Inggris mengajukan permohonan untuk bergabung dengan CPTPP. Jepang menyambut baik aplikasi Inggris dan mengatakan bahwa prioritas untuk mempertimbangkan penggabungan akan diberikan kepada Inggris.
CPTPP didominasi oleh sekutu AS, di mana Jepang, Kanada, dan Australia adalah sekutu inti Amerika Serikat. Selain itu, akibat hubungan yang memburuk antara Tiongkok dengan Jepang, Kanada, dan Australia. secara umum diyakini bahwa itu akan menjadi hambatan bagi Beijing untuk bergabung di CPTPP, bahkan mungkin akan mendapat penolakan. Sekarang ekonomi besar lainnya, Inggris telah menjadi anggota penuh, sedangkan hubungan antara Tiongkok dengan Inggris pun tidak baik, dikarenakan terjadinya berbagai insiden dalam beberapa tahun terakhir. Hubungan Tiongkok – Inggris pernah digambarkan di Internet Tiongkok sebagai “terjun bebas”.
Media Jepang Nikkei sebelumnya pernah memberitakan bahwa jika keanggotaan Inggris disetujui sebelum Tiongkok, Beijing mungkin sudah bisa mengira-ngira bahwa pintu (CPTPP) telah tertutup baginya.
Setelah virus (COVID-19) menyebar ke seluruh dunia pada tahun 2020, Australia menuntut penyelidikan internasional independen mengenai asal mula virus tersebut, yang memicu pembalasan dari pemerintah Tiongkok. Pihak Beijing menggunakan pasar Tiongkok yang besar untuk mengancam Australia, dan langsung menangguhkan impor beberapa daging sapi Australia, mengenakan tarif tinggi lebih dari 80% terhadap gandum Australia, dan memberlakukan pembatasan impor pada anggur dan makanan laut Australia. Hal itu menyebabkan anjloknya hubungan bilateral kedua negara.
Beberapa hari yang lalu, Beijing meminta satu bulan lagi untuk memutuskan apakah akan membebaskan tarif gandum Australia. Tim Ayres mengatakan bahwa pemerintah Australia akan menangani masalah perdagangan dengan Tiongkok “secara sistematis”.
“Tentu saja, meskipun beberapa kemajuan telah dicapai dalam menghilangkan hambatan perdagangan dengan Tiongkok, tetapi jalan masih panjang”, katanya.
“Hambatan perdagangan ini tidak sesuai bagi kepentingan eksportir Australia, tetapi juga tidak cocok bagi kepentingan Tiongkok, konsumen atau pun industri Tiongkok.” (sin)