oleh Lin Yi – NTD
Rusia pada Senin (17 Juli) mengumumkan bahwa mereka menghentikan perjanjian kesepakatan ekspor biji-bijian Laut Hitam, yang menurut para analis pertanian akan meningkatkan kerentanan pangan di dunia
Kapal terakhir yang mengangkut biji-bijian Ukraina sebelum berakhirnya kesepakatan biji-bijian Laut Hitam pada Senin (17 Juli) meninggalkan pelabuhan Odessa pada Minggu.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan bahwa Rusia tidak akan lagi menghormati kesepakatan pangan Laut Hitam. Kremlin membantah bahwa keputusan ini terkait dengan serangan di jembatan Krimea.
“Perjanjian (pangan) Laut Hitam sudah tidak berlaku lagi saat ini. Seperti yang dikatakan Presiden Rusia (Vladimir) Putin sebelumnya, perjanjian itu akan berakhir pada 17 Juli,” kata Peskov.
Namun, penghentian perjanjian oleh Rusia ini menuai kecaman dari para pejabat Uni Eropa. Mereka bahwa Rusia telah mengabaikan ketahanan pangan dunia dan menempatkan orang-orang pada risiko krisis pangan.
Carlos Mera kepala riset pasar komoditas pertanian di Rabobank mengatakan: “Harga gandum naik 10% dan harga jagung juga terpengaruh, yaitu 5% atau 6%. Jadi harga-harga naik, yang berarti lebih banyak kerawanan pangan.”
Krisis pangan dunia menyebabkan kepanikan tahun lalu, berkat Perjanjian Pangan Laut Hitam yang ditandatangani oleh Rusia dan Ukraina pada Juli tahun lalu, Ukraina mengekspor hampir 33 juta ton jagung dan biji-bijian lainnya, mengurangi kekurangan pasokan pangan. Sekarang, masalah yang sama muncul kembali.
Carlos Mera berkata : “Biasanya, gandum Ukraina dijual ke negara-negara yang sangat miskin, seperti negara-negara Afrika Utara, negara-negara Afrika sub-Sahara, negara-negara Timur Tengah. Jadi, negara-negara ini perlu mengimpor lebih banyak produk dari Rusia.”
Analisis menunjukkan bahwa Rusia akan mendapatkan keuntungan dari fakta bahwa dunia akan kembali bergantung pada ekspor makanan Rusia.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang mendorong kesepakatan pangan Rusia-Ukraina, mengatakan bahwa ia akan mendiskusikannya lagi dengan Putin pada Agustus dengan harapan dapat menghidupkannya kembali kesepakatan tersebut. (hui)