ETIndonesia – Sejumlah praktisi Falun Dafa yang juga disebut Falun Gong dari Jakarta, Tangerang dan Tangerang Selatan menggelar aksi damai dalam rangka menyerukan diakhirinya penindasan terhadap Falun Gong di Tiongkok yang sudah berlangsung selama 24 tahun. Kegiatan ini digelar di Depan Kedutaan Besar Tiongkok, Jalan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (22/7/2023).
Saat aksi damai digelar, para praktisi Falun Dafa membentangkan spanduk bertuliskan “Peringatan 20 Juli Awal Penindasan PKC, Hentikan Pengambilan Organ Secara Paksa yang Dilakukan Partai Komunis China Terhadap Praktisi Falun Gong.” Spanduk yang lainnya bertuliskan “Partai Komunis China, Merampas Organ Praktisi Falun Dafa Hidup-hidup dan Menjualnya Secara Ilegal.”

Tak hanya itu, warga yang melintas dan yang duduk-duduk di dekat lokasi kegiatan bisa melihat spanduk lainnya yang bertuliskan “Hentikan Penindasan Terhadap Praktisi Falun Gong di China.” Pesan spanduk bahasa Inggris juga bisa dilihat yang bertuliskan “Help Stop Persecution of Falun Gong Practitioners in China.”
Dikutip dari siaran pers Himpunan Falun Dafa Indonesia (HFDI), banyak sekali penghargaan yang sudah diberikan kepada Falun Dafa, bahkan dari pemerintah Tiongkok sendiri. Ini tak lain dikarenakan kontribusinya yang besar kepada masyarakat Tiongkok. Latihan yang berdasarkan prinsip Sejati-Baik-Sabar ini nyatanya terbukti membawa manfaat yang besar bagi masyarakat Tiongkok dalam hal peningkatan karakter atau moral serta kesehatan jiwa dan raga.

Meski demikian, lanjut rilis tersebut, pada 20 Juli 1999 Falun Gong mulai ditindas dan dianiaya oleh Partai Komunis Tiongkok (PKT) yang dipimpin oleh Presiden Jiang Zemin pada saat itu dan masih terus berlangsung sampai sekarang.
Menurut Falun Dafa Information Center, jumlah pengikut Falun Dafa yang meninggal dunia karena penganiayaan terdokumentasi telah mencapai lebih dari 5.000 jiwa. Adapun, jumlah kematian yang sebenarnya akibat penyiksaan dan penganiayaan sejak 1999 diyakini jauh lebih besar. Selain China Tribunal sebuah pengadilan di London, Inggris, memperkirakan ratusan ribu orang dibunuh untuk diambil organnya.

Disebutkan juga, ratusan ribu praktisi saat ini masih terancam jiwanya mendekam di penjara. Mereka juga diantaranya dihukum kerja paksa, dimasukkan ke rumah sakit jiwa dan pencucian otak. Sedangkan para praktisi wanitanya ditelanjangi dimasukkan ke sel narapidana, diperkosa ramai-ramai dan penyiksaan keji lainnya. sa ramai-ramai dan penyiksaan keji lainnya.

Rilis Himpunan Falun Dafa Indonesia (HFDI) juga menyebutkan, puncak penganiyaan adalah perampasan organ tubuh secara hidup-hidup dari puluhan ribu praktisi Falun dafa untuk kebutuhan industri transplantasi di Tiongkok. Tindakan tersebut melibatkan para pejabat PKT sampai ke tingkat politbrio.
Praktek pengambilan organ secara hidup-hidup tak hanya dirasakan di wilayah Tiongkok, namun menyebar luas ke seluruh dunia. Pasalnya, banyak pasien penerima organ tubuh berasal dari Asia termasuk Indonesia maupun barat yang mana melibatkan banyak kerjasama antar industri transplantasi Tiongkok dengan professional medis mancanegara serta kerjasama di bidang medis.

Oleh karena itu, melalui aksi damai seruan agar diakhirinya 24 tahun kejahatan kemanusiaan PKT terhadap para praktisi spiritual ini, akan terus mengungkapkan fakta-fakta kejahatan kemanusiaan rezim Tiongkok
“ Kami percaya suara Ibu/bapak/Saudara/Saudari yang menyatu menjadi masyarakat internasional yang menyerukan diakhirinya penganiayaan terhadap Falun Dafa ini, dapat membantu mengakhiri penganiayaan dan membawakan perubahan. Falun dafa adalah baik, Dunia Membutuhkan Sejati-Baik-Sabar,” pungkas siaran pers itu.

Sementara itu, Fadjar Praktikto dari Global Human Rights Effort (GHURE) menyatakan sikap semuanya terhadap penganiayaan yang dialami oleh praktisi Falun Gong di Tiongkok ini sangat penting, karena secara tidak langsung akan mengekang kejahatan kemanusiaan ini agar tidak semakin ganas dan merajalela. Sebab meskipun sejumlah pejabat PKT yang bertanggungjawab atas penganiayaan Falun Dafa sejak Juli 1999 telah diproses secara hukum dalam berbagai kasus korupsi dan Jiang Zemin sudah meninggal, tapi operasi penganiayaan ini masih terus dilanjutkan oleh PKT di bawah kepemimpinan Xi Jinping.

GHURE dalam pernyataannya menyebutkan, sebagai contoh, keberadaan Kantor 610, sebuah pasukan keamanan di luar kerangka hukum yang diluncurkan pada 10 Juni 1999, dan telah memainkan peran penting dalam 20 tahun lebih penganiayaan melalui kantor pusat dan daerahnya.

Untuk itulah, Global Human Rights Effort (GHURE) memberikan pernyataan sikap sebagai berikut:
1. Mengutuk keras penganiayaan dan pengambilan organ yang dilakukan rejim PKT terhadap praktisi Falun Gong di Tiongkok, serta mendesak rejim PKT untuk mengakhiri penindasan tersebut
2. Meminta kepada pemerintah Indonesia untuk berani memberikan sikap atas penganiayaan yang dialami oleh praktisi Falun Gong di Tiongkok yang sudah berlangsung selama 24 tahun ini
3. Mengajak para politisi, anggota dewan, tokoh masyarakat, pimpinan organisasi, dan masyarakat Indonesia untuk memberikan solidaritasnya atas nasib praktisi Falun Gong di Tiongkok yang ditindas dan dilanggar hak asasinya oleh rejim PKT sejak 1999 hingga sekarang
4. Mendesak pemerintah Indonesia untuk menolak masuk 19 pejabat PKT dan 9267 anggota staf Kantor 610 yang terlibat secara langsung dalam penganiayaan terhadap praktisi Falun Gong di Tiongkok. Selain pembatasan visa, kalau memungkinkan dilakukan sanksi Global Magnitsky atau pembekuan asetnya pada mereka (***)