EtIndonesia. Bibi Wang terkenal baik dan ramah di desaku, dia selalu dengan tulus menolong siapa pun yang sedang kesulitan. Bibi tidak berpendidikan, dia hanya tahu “membantu orang lain akan membuatnya senang”.
Suatu hari, Bibi Wang ke pasar seperti biasa, di tengah jalan dia melihat banyak orang yang berkerumun dan dia pun ikut melihat-lihat ada apa sebenarnya, dan di tengah kerumunan massa tampak seorang bocah.
Ternyata bocah itu tertangkap basah mencuri ayam. Asal tahu saja, orang yang mencuri ayam di desa ketika itu bukanlah hal sepele. Saat itu orang-orang hidup miskin, kalau mau makan daging juga harus menunggu induk ayam bertelur dulu.
Seorang penduduk desa berkata: “Terlalu enak baginya kalau hanya dipukul!”
“Masih kecil bukannya belajar dengan baik, malah maling ayam, serahkan ke polisi saja.” Tambah warga desa lainnya.
Para penduduk desa pun kasak-kusuk, sementara anak kecil itu tampak menggigil ketakutan dan diam membisu dikerumuni massa.
Melihat suasana itu, Bibi Wang menerobos ke dalam kerumunan, menghampiri bocah itu.
“Saudara-saudara yang saya hormati, saya minta maaf, anak ini keponakan saya, seorang kerabat jauh, tidak mengerti dengan peraturan desa. Dia ikut dengan saya karena di desanya dilanda kelaparan, mungkin karena lapar, sehingga dia melakukan hal yang salah. Begini saja, ayamnya saya ganti dengan uang, anggap saja sebagai permintaan maaf saya,” Kata ibuku berusaha menjelaskan.
Mendengar penjelasan Bibi Wang, perlahan-lahan para penduduk desa pun menjadi tenang. Seorang penduduk desa berkata: “Bibi Wang, saya tidak pernah mendengar kamu punya kerabat jauh.”
“Ayah dan ibu anak ini bernasib malang, meninggal saat dia masih sekecil ini, dan saya juga tidak pernah bercerita tentang kematian orangtuanya,” kata Ibu sambil tersenyum meyakinkan penduduk desa.
Karena penduduk desa tahu betul dengan sosok Bibi Wang, jadi mereka pun tidak menindaklanjuti masalah itu, dan massa pun membubarkan diri.
Setelah itu, Bibi Wang bertanya kepada si bocah mengapa mencuri ayam. Bibi Wang baru tahu ternyata bocah itu berasal dari desa tetangga, dia dibesarkan oleh neneknya sejak kepergian orangtuanya.
Namun, tak lama setelah neneknya meninggal, dia pun tidak ada yang mengurus dan sering kelaparan, sehingga terpaksa melakukan hal itu untuk bertahan hidup.
Karena kasihan dan tidak tega, Bibi Wang kemudian membawa pulang anak itu dan tinggal beberapa hari di rumah.
Supaya tidak mencuri lagi, Bibi Wang mencarikan pekerjaan untuk anak itu, dan memberi sejumlah uang, menasihati anak itu tidak boleh mencuri lagi. Bocah itu pun berlutut dihadapan ibu sambil meneteskan air mata.
Singkat cerita, dua puluh tahun kemudian, suami Bibi Wang meninggal karena sakit. Dan kondisi kesehatan Bibi Wang juga semakin menurun dari hari ke hari sejak kematian suaminya.
Karena butuh biaya yang tidak sedikit untuk menjalani perawatan, Bibi Wang terpaksa minta bantuan sosial dari masyarakat dan menerbitkannya di media cetak.
Tak disangka keesokan harinya, seseorang menyumbang sekitar 250 juta rupiah, dan Bibi Wang tertegun ketika melihat sosok orang yang berdiri di depannya. Betapa tidak, orang itu adalah anak kecil yang mencuri ayam ketika itu.
Dia mencengkeram tangan Bibi Wang, dan berkaata : “Bibi, saya banyak belajar berkat pertolongan dan nasihat bibi ketika itu, sehingga saya tidak tersesat ke jalan yang salah.”
“Meski sudah puluhan tahun, tapi saya selalu mengingat pertolongan bibi ketika itu, dan hidup saya sekarang jauh lebih baik, saya akan terus berbuat amal membantu lebih banyak orang yang membutuhkan bantuan sebagaimana yang pernah bibi ajarkan kepada saya.”
Xiao Lung si bocah yang dulu mencuri ayam dan diselamatkan ibu itu kini sukses sebagai pengusaha.
Mata Bibi Wang tampak berkaca-kaca dan meneteskan air mata ketika melihatnya. Bibi Wang selalu percaya bahwa perbuatan yang baik pasti akan mendapatkan balasan baik, dan buah baik yang ditanam pasti akan diberkati pada akhirnya.