ETIndonesia- Presiden Jokowi mengungkapkan mengetahui isi yang ada di internal partai politik (parpol) di Indonesia. Akan tetapi, tak hanya semata tentang partai politik.
Hal demikian diketahui Jokowi melalui data intelijen yang disampaikan oleh Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI dan Kepolisian.
“Ya saya itu secara rutin mendapatkan laporan mengenai hal yang berkaitan dengan politik, yang berkaitan dengan ekonomi, yang berkaitan dengan sosial, selalu mendapatkan informasi itu baik dari intelijen di BIN, di BAIS mengenai keamanan, di Kepolisian BIG (data) atau dari aliran dana dari PPATK semuanya saya dapat,” kata Jokowi dalam transkrip keterangan persnya yang dikutip dari BPMI Setpres usai peninjauan Pasar Jatinegara, Jakarta Timur, Selasa (19/9/2023).
Jokowi juga mengakui laporan yang diterimanya tentang intelijen sudah menjadi sarapannya setiap hari.
“Itu makanan sehari-hari saya. Hasil survei mereka, data-data, angka-angka, semuanya. Pagi-pagi itu sarapan saya angka-angka, data-data, apa itu laporan-laporan rutin seperti itu,” ujarnya.
Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai hal ini merupakan masalah serius dalam kehidupan demokrasi di Indonesia, hal ini tidak boleh dan tidak bisa dalam negara demokrasi, Presiden beserta perangkat intelijen menjadikan partai politik sebagai objek dan target pemantauan intelijen.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan terdiri dari Imparsial, PBHI, Amnesty International, YLBHI, Kontras, Centra Initiative, Elsam, Walhi, ICW, HRWG, LBH Masyarakat, Setara Institute.
Koalisi ini menyatakan intelijen memang merupakan aktor keamanan yang berfungsi memberikan informasi terutama kepada Presiden. Namun demikian informasi intelijen itu seharusnya terkait dengan musuh negara (masalah keamanan nasional) dan bukan terkait dengan masyarakat politik (Partai politik) serta juga masyarakat sipil sebagaimana disebutkan Pasal 1 angka 1 dan 2 UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara.
Adapun Pasal 1 angka 1 dan 2 UU Intelijen berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
- Intelijen adalah pengetahuan, organisasi, dan kegiatan yang terkait dengan perumusan kebijakan, strategi nasional, dan pengambilan keputusan berdasarkan analisis dari informasi dan fakta yang terkumpul melalui metode kerja untuk pendeteksian dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan nasional.
- Intelijen Negara adalah penyelenggara Intelijen yang merupakan bagian integral dari sistem keamanan nasional yang memiliki wewenang untuk menyelenggarakan fungsi dan kegiatan Intelijen Negara.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menegaskan pernyataan presiden tersebut mengindikasikan adanya penyalahgunaan kekuasaan terhadap alat-alat keamanan negara untuk melakukan kontrol dan pengawasan demi tujuan politiknya. Hal ini tidak bisa dibenarkan dan merupakan ancaman bagi kehidupan demokrasi dan HAM di Indonesia.
Selain itu, persoalan ini merupakan bentuk penyalahgunaan intelijen untuk tujuan tujuan politik Presiden dan bukan untuk tujuan politik negara. Pada hakikatnya, Lembaga intelijen di bentuk untuk dan demi kepentingan keamanan nasional dalam meraih tujuan politik negara dan bukan untuk tujuan politik presiden.
Koalisi ini juga menegaskan, pengumpulan data dan informasi yang dilakukan oleh intelijen hanya boleh digunakan untuk kepentingan pengambilan kebijakan, bukan disalahgunakan untuk memata-matai semua aktor politik untuk kepentingan politik pribadinya.
Dalam negara demokrasi, partai politik bukanlah ancaman keamanan nasional sehingga sulit untuk memahami apa alasan intelijen dikerahkan untuk mencari informasi terkait data, arah perkembangan partai politik. Hal ini jelas jelas merupakan bentuk penyalahgunaan intelijen.
Peristiwa ini mengindikasikan adanya pelanggaran terhadap hukum dan undang undang ( UU Intelijen, UU HAM, UU partai politik ).
“Kami menilai ini merupakan bentuk skandal politik dan menjadi masalah serius dalam demokrasi sehingga wajib untuk diusut tuntas. Oleh karena itu sudah sepatutnya DPR memanggil Presiden serta lembaga intelijen terkait untuk menjelaskan masalah ini kepada publik secara terang benderang,” tegas Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan. (asr)