oleh Li Zhaoxi
Perdana Menteri Papua Nugini James Marape yang menghadiri konferensi investasi sumber daya dan energi di Sydney pada Senin (11 Desember) mengatakan, bahwa dirinya tidak akan bernegosiasi dengan PKT mengenai masalah keamanan. Selain itu ia juga berjanji untuk memperlakukan dana proyek One Belt One Road (OBOR) PKT secara hati-hati agar tidak membawa masalah bagi negaranya.
Papua Nugini dipandang sebagai zona penyangga antara Asia dan Pasifik. Negara ini selain kaya akan gas alam, sumber daya mineral serta merupakan pusat jalur pelayaran utama. Oleh karena itu negara di Pasifik Selatan ini telah menjadi fokus perebutan antara Tiongkok dan Amerika Serikat.
Papua Nugini adalah salah satu negara Pasifik pertama yang bergabung dengan inisiatif OBOR PKT pada tahun 2018. Namun, sejak Perdana Menteri James Marape berkuasa pada tahun 2019, hubungan antara Papua Nugini dengan Amerika Serikat menjadi semakin baik. Pada Mei tahun ini, negara tersebut telah mencapai kesepakatan pertahanan dengan Washington.
Dalam wawancara dengan AFP di sela-sela konferensi energi di Sydney, James Marape menekankan bahwa Papua Nugini tidak akan secara membabibuta menerima pinjaman dari Partai Komunis Tiongkok. Jika sebuah proyek Tiongkok memenuhi persyaratan Kementerian Keuangan PNG, “maka proyek tersebut pasti akan diberikan pertimbangan yang adil”, tegasnya.
Marape menegaskan, tidak akan bertindak gegabah. Negaranya berinvestasi pada infrastruktur yang memiliki laba atas investasi yang jelas.
Inisiatif OBOR telah dituduh sebagai “perangkap utang” yang dimanfaatkan oleh Partai Komunis Tiongkok untuk memberikan pengaruhnya terhadap negara-negara berkembang yang sedang berjuang untuk membayar kembali pinjaman yang sangat besar. Saat ini, negara kepulauan Pasifik, Tonga, berhutang kepada Bank Ekspor Tiongkok sekitar USD. 130 juta, yang merupakan hampir sepertiga dari produk domestik bruto negara tersebut.
Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan-perusahaan Tiongkok telah menggelontorkan uang ke Papua Nugini untuk membiayai pembangunan sekolah, jalan raya, dan pengembangan real estate. Marape mengatakan bahwa di bawah kepemimpinannya, pemerintah tidak akan mempertimbangkan (pemberian izin) kepada perusahaan asing untuk mendanai proyek-proyek besar kecuali dengan pinjaman lunak dan suku bunga rendah.
Alexandre Dayant, ekonom di Lowy Institute Australia mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir ini Papua Nugini bersikap dingin terhadap pinjaman Tiongkok.
Ia mengatakan kepada AFP, saat ini, semakin banyak negara kepulauan Pasifik yang menyadari fakta bahwa pinjaman Tiongkok tidak bisa menjamin kelanjutannya.
James Marape menekankan bahwa ketika dirinya mengunjungi Beijing tahun ini untuk bertemu dengan para pemimpin Partai Komunis Tiongkok, “Kita tidak berbicara mengenai masalah keamanan”. “Kami menguncinya di belakang urusan ekonomi, dan kami akan mendiskusikan masalah keamanan dengan mitra keamanan tradisional kami.”
Pekan lalu, Papua Nugini mencapai kesepakatan keamanan dengan Australia, yang menurut Marape berfokus pada keamanan dalam negeri, termasuk peningkatan jumlah polisi dan sistem peradilan. Ia mengatakan, bahwa perjanjian keamanan dengan Amerika Serikat dan Australia itu bersifat “saling melengkapi”, perjanjian dengan Amerika Serikat berfokus pada keamanan eksternal, sementara itu perjanjian dengan Australia berfokus pada keamanan dalam negeri.
Marape juga menekankan bahwa karena faktor geografis, kepentingan keamanan Papua Nugini berbeda dengan negara-negara kepulauan kecil di Pasifik. “Papua Nugini adalah zona penyangga yang mengarah ke Asia yang lebih luas dan terhubung ke Samudra Pasifik”. Ia berharap untuk berbagi tanggung jawab dengan Australia dan membantu menjaga keamanan kawasan Samudera Pasifik”.
James Marape juga mengatakan bahwa dirinya juga sedang berupaya menjalin hubungan perdagangan dengan India untuk memastikan adanya pasar pengganti ketika kita mempunyai masalah di tempat lain. (sin)