Epoch Times
Apa saja niat politis yang ingin dicapai otoritas partai komunis Tiongkok (PKT) dengan membubarkan kekuatan pendukung strategis yang sudah ada telah dijelaskan oleh Katsuji Nakazawa dalam artikel terbarunya. Ia adalah staf senior dan penulis editorial yang berbasis di Tokyo untuk Nikkei. Dia menghabiskan tujuh tahun di Tiongkok sebagai koresponden dan kemudian sebagai kepala biro Tiongkok. Dia adalah penerima penghargaan Jurnalis Internasional Vaughn-Ueda pada 2014.
Pasukan pendukung strategis yang dibubarkan menjadi pasukan yang berumur paling pendek
Pada 19 April, dalam upacara pembentukan “Pasukan Pendukung Informasi” dan penyerahan panji pasukan, Xi Jinping dalam pidatonya menegaskan agar pasukan tersebut senantiasa setia dan memiliki keandalan mutlak terhadap pemimpin dan PKT.
Media resmi Partai Komunis Tiongkok memberitakan, bahwa berdasarkan keputusan dari Komisi Militer Pusat, “Pasukan Pendukung Informasi” yang baru dibentuk ini akan dipimpin langsung oleh Komisi Militer Pusat. Dan pada saat yang sama, Komisi Militer Pusat memutuskan hubungan manajerial antar unit yang tergabung dalam “Kekuatan Pendukung Strategis” seperti pasukan dirgantara militer, pasukan dunia maya dan lainnya.
Dengan demikian berarti “Kekuatan Pendukung Strategis” PKT yang merupakan gabungan dari kekuatan Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Angkatan Roket Tiongkok yang dibentuk sepuluh tahun lalu telah dibubarkan. Komentar yang beredar di Internet Tiongkok mengatakan bahwa ini adalah unit strategis penting PKT yang berumur paling pendek dalam sejarah militer Tiongkok.
Sejak awal tahun ini, Ju Gansheng, yang diangkat menjadi komandan Pasukan Pendukung Strategis sempat “menghilang” selama hampir setengah tahun. Bagaimana nasib Ju Gansheng setelah “Pasukan Pendukung Strategis” dibubarkan dan “Pasukan Pendukung informasi” dibentuk ? Belum ada kejelasan.
Yao Cheng, mantan letnan kolonel dan staf Komando Angkatan Laut PLA dalam tanggapannya mengatakan, bahwa setelah reformasi militer pada tahun 2015, Xi Jinping memasukkan perang dunia maya, peperangan informasi, peperangan elektronik, sistem intelijen, peperangan luar angkasa, dan lain-lain. ke dalam kekuatan pendukung strategis tersebut, termasuk menggabungkan Departemen Staf Umum 2 dan 3 dari Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok ke dalamnya, yang akhirnya menimbulkan kekacauan dalam manajemen dan sistem komando dari pasukan tersebut.
Analisis : Waktu dan tujuan Xi Jinping melakukan reorganisasi militer
Mengapa “Pasukan Pendukung Strategis” yang pembentukannya belum genap 10 tahun sudah dibubarkan ? Artikel Katsuji Nakazawa memberikan analisis dan wawasannya tentang niat politik Xi Jinping dalam hal ini.
Ketika pertama kali didirikan, misi, fungsi, dan struktur dari Pasukan Pendukung Strategis masih kabur alias diselimuti misteri. Dilihat dari informasi yang kemudian dibocorkan oleh pejabat PKT akhirnya diketahui bahwa “Pasukan Pendukung Strategis” ini dibentuk pada tahun 2014, atau 1 tahun setelah Xi Jinping menjadi Sekjen PKT, dan 3 tahun sebelum Kongres PKT tahun 2017 dilangsungkan. Jadi Xi sudah mempersiapkan reorganisasi militer PKT secara rahasia dan saksama.
Saat itu, Xi Jinping sudah mulai terang-terangan menggempur pejabat senior di militer yang korupsi, seperti mantan Wakil Ketua Komisi Militer Pusat Xu Caihou dan Guo Boxiong. “Pembersihan” dan reorganisasi militer yang belum pernah terjadi sebelumnya itu dimaksudkan oleh Xi Jinping untuk menjamin kesetiaan militer kepada dirinya, meskipun di balik itu Xi masih memiliki agenda lain.
Xi Jinping menyebut pembersihan dan reorganisasi ini sebagai “prestasi” di Kongres Partai Komunis Tiongkok 2017 yang mendukung dirinya memimpin Tiongkok, yang membuka jalan baginya untuk mengamandemen konstitusi pada 2018, di mana ia menghapus batasan dua kali masa jabatan lima tahun bagi kepala negara Tiongkok.
Pada 2022, Xi Jinping akhirnya terpilih kembali sebagai Sekretaris Jenderal Partai Komunis Tiongkok untuk ketiga kalinya, dan terpilih sebagai kepala negara lewat keputusan Kongres Rakyat Nasional Partai Komunis Tiongkok pada Maret. 2023.
Katsuji Nakazawa berpendapat bahwa Xi Jinping sedang mencoba untuk menyajikan upaya reorganisasi militer ini sebagai “prestasi” lain di Kongres Partai Komunis Tiongkok 3 tahun mendatang dalam upayanya terpilih lagi untuk yang keempat kalinya.
Oleh karena itu, Xi mencoba mengulangi lagi apa yang dia lakukan satu dekade lalu ketika membentuk “kekuatan pendukung strategis”. Persiapan ini mulai dilakukan 3 tahun sebelum kongres, sama seperti reorganisasi terakhir yang juga dilakukan tiga tahun sebelum kongres. Apakah hal ini cuma kebetulan ?
Rencana Xi terganggu oleh kasus di luar dugaan yang ditimbulkan Li Shangfu
Li Shangfu, mantan anggota Komisi Militer Pusat, Menteri Pertahanan dan Penasihat Negara, pernah menjabat sebagai Wakil Menteri Departemen Persenjataan Umum Tiongkok setelah reformasi militer pada akhir tahun 2015, berpartisipasi dalam pertemuan penting sebagai wakil komandan dan kepala staf “Pasukan Pendukung Strategis” yang baru dibentuk Xi Jinping.
Pada Februari 2016, media Tiongkok melaporkan bahwa Li Shangfu yang dinobatkan sebagai Wakil Komandan dan Kepala Staf Pasukan Pendukung Strategis dan wakil panglima teknik menghadiri pertemuan tersebut.
Setelah itu, pada September 2017, Li Shangfu diangkat sebagai Direktur Departemen Pengembangan Peralatan Komisi Militer Pusat.
Namun, Li Shangfu resmi diberhentikan pada 24 Oktober tahun lalu, meski tanpa penjelasan mengenai alasannya.
Katsuji Nakazawa dalam artikelnya menyebutkan, bahwa reorganisasi militer terbaru PKT terkait dengan jatuhnya Li Shangfu, orang yang tadinya diandalkan oleh Xi Jinping. Li Shangfu dicopot karena dicurigai melakukan korupsi saat memimpin Departemen Pengembangan Peralatan Militer. Selain itu, Angkatan Roket Tiongkok juga terlibat masalah korupsi yang serius. Oleh karena itu “Pasukan Pendukung Strategis” terlibat dalam masalah yang sama dengan Departemen Pengembangan Peralatan Militer dan Angkatan Roket karena mereka berbagi personel. “Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan pendukung strategis tidak berfungsi semulus yang dibayangkan oleh Xi Jinping”.
Pasukan Dukungan Strategis terlibat dalam insiden balon mata-mata, yang membuat marah Amerika Serikat
Katsuji Nakazawa juga menyinggung soal “insiden balon mata-mata” yang tidak dapat diremehkan.
Pada Februari tahun lalu, sebuah balon raksasa Tiongkok memasuki wilayah udara AS sampai harus ditembak jatuh oleh militer AS.
Amerika Serikat menyimpulkan bahwa balon itu berhubungan dengan tindak spionase yang dilakukan oleh pemerintah Tiongkok. Balon tersebut dilengkapi dengan antena yang diyakini dapat digunakan untuk menyadap komunikasi.
Meskipun Partai Komunis Tiongkok mengklaim bahwa balon tersebut merupakan “perangkat terbang sipil tak berawak” yang dipakai untuk mengamati cuaca, dan mengajukan protes keras terhadap Amerika Serikat yang menembak jatuh balon tersebut.
“Insiden balon” tersebut dengan cepat meningkatkan ketegangan antara Tiongkok dengan Amerika Serikat. Pentagon menyebut insiden tersebut sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan yang tidak dapat diterima AS.
Artikel Katsuji Nakazawa menyebutkan bahwa karena Komisi Militer Pusat yang dipimpin langsung oleh Xi Jinping bertanggung jawab atas masalah meteorologi terkait militer, jadi misi penerbangan balon spionase itu jangan-jangan adalah tanggung jawab dari “Pasukan Pendukung Strategis.” (sin)