AS Jatuhkan Sanksi kepada 9 Perusahaan Tiongkok karena Mendukung Operasi Perang Rusia

Andrew Thornebrooke

Pemerintahan Biden menjatuhkan sanksi kepada sembilan perusahaan Tiongkok atas peran mereka dalam mendukung Rusia selama perang yang sedang berlangsung di Ukraina.

Perusahaan-perusahaan tersebut secara langsung bekerja di sektor teknologi Rusia atau memberikan dukungan pada sektor pertahanan Rusia, menurut sebuah pernyataan dari Departemen Perdagangan Amerika Serikat.

Perusahaan-perusahaan yang berbasis di Tiongkok ini termasuk di antara sekitar 300 entitas lain yang dijatuhi sanksi baru pada  1 Mei atas peran mereka dalam mendukung upaya perang Rusia.

Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen dalam sebuah pernyataan terkait menegaskan, tindakan hari ini akan semakin mengganggu dan menurunkan upaya perang Rusia dengan mengincar pangkalan militer-industri dan jaringan penyelundupan yang membantu memasoknya. 

“Departemen Keuangan telah secara konsisten memperingatkan bahwa berbagai perusahaan akan menghadapi konsekuensi yang signifikan karena memberikan dukungan material untuk perang Rusia, dan AS memberlakukannya hari ini pada hampir 300 target,” katanya.

Di antara perusahaan-perusahaan yang dijatuhi sanksi adalah Zhongcheng Heavy Equipment Defense Technology Group (ZHE) dan Shvabe Opto-Elektronik (Shvabe Opto).

ZHE adalah perusahaan pertahanan yang berbasis di Tiongkok yang memproduksi dan menjual senjata, amunisi, kendaraan drone, dan peralatan pertahanan lainnya. Departemen Perdagangan AS mengatakan bahwa ZHE “secara material membantu, mensponsori, atau memberikan dukungan keuangan, material, atau teknologi” kepada entitas yang masuk dalam daftar hitam di Rusia atau perusahaan militer swasta Wagner, yang beroperasi di Ukraina, Suriah, dan di seluruh Afrika.

Sementara itu, Shvabe Opto, “melakukan ribuan pengiriman” ke perusahaan induknya yang berbasis di Rusia yang mengembangkan pesawat tempur dan kapal angkatan laut, “termasuk ratusan pengiriman mikroelektronika yang berasal dari luar negeri.”

Setelah paket sanksi baru dirilis, Director of national intelligence (DNI) Avril Haines memberikan kesaksian di hadapan Kongres AS bahwa rezim komunis Tiongkok sedang mengembangkan hubungan dengan Rusia dan Iran sebagai upaya untuk menumbangkan tatanan internasional yang ada, termasuk melalui dukungan pertahanan.

Ia menyebutkan, negara-negara otoriter utama secara aktif bekerja untuk merongrong tatanan berbasis aturan dan sistem internasional yang terbuka.

 Haines dalam sidang dengar pendapat Komite Angkatan Bersenjata Senat AS pada 2 Mei mengatakan, Tiongkok sedang berupaya mengembangkan bentuk multilateralnya sendiri sembari memperdalam hubungannya dengan Rusia dan Iran, khususnya. 

“Penyediaan komponen dan material penggunaan ganda oleh Tiongkok untuk industri pertahanan Rusia merupakan salah satu dari beberapa faktor yang memiringkan momentum di medan perang di Ukraina yang menguntungkan Moskow, sementara juga mempercepat pembentukan kembali kekuatan militer Rusia setelah invasi yang sangat mahal.”

Sebuah pernyataan resmi dari Departemen Perdagangan Amerika Serikat menyatakan keprihatinan bahwa Tiongkok memimpin sekelompok negara otoriter untuk secara efektif menopang ekonomi Rusia dan memungkinkannya untuk terus berperang di Ukraina.

“Amerika Serikat, bersama dengan banyak mitra internasional, secara khusus prihatin dengan entitas-entitas yang berbasis di Republik Rakyat Tiongkok  dan negara-negara ketiga lainnya yang memberikan masukan penting untuk pangkalan industri militer Rusia. Dukungan ini memungkinkan Rusia untuk melanjutkan perangnya melawan Ukraina dan menimbulkan ancaman yang signifikan terhadap keamanan internasional,” demikian pernyataan AS.