“Tidak ada pemerintah yang boleh menyetujui tuntutan Tiongkok yang tidak liberal untuk menindas warganegaranya sendiri,’ kata tokoh komisaris kebebasan agama Amerika Serikat
Eva Fu
Keputusan Serbia untuk menahan praktisi keyakinan yang teraniaya demi Partai Komunis Tiongkok telah menimbulkan kekhawatiran di Amerika Serikat, dan salah satu pengamat kebebasan beragama menyebutnya sebagai “kesepakatan Faustian.”
Tepat sebelum pemimpin rezim Tiongkok, Xi Jinping, berkunjung ke Beograd pada awal Mei 2024 yang mendapat banyak kemeriahan dan melakukan lusinan kesepakatan dengan pejabat Serbia, enam praktisi kelompok meditasi Falun Gong, bersama dua anggota keluarga ditahan dengan tuduhan bahwa mereka mengajukan “ancaman serius terhadap orang-orang yang berada di bawah perlindungan internasional.” Para tahanan, termasuk seorang wanita berusia 80 tahun, dibebaskan hanya setelah Xi Jinping meninggalkan negara tersebut.
Disiplin spiritual Falun Gong berfokus pada prinsip Sejati, Baik, dan Sabar, dan pada akhir tahun 1990-an memiliki pengikut antara 70 juta hingga 100 juta di Tiongkok.
Sejak tahun 1999, rezim Tiongkok melakukan kampanye penganiayaan secara nasional melawan Falun Gong dan sejak itu rezim Tiongkok menahan, menyiksa, dan membunuh praktisi Falun Gong dalam jumlah yang tidak terhitung banyaknya.
Sekarang, kemampuan Beijing yang nyata-nyata untuk mempengaruhi sebuah negara Eropa sedemikian rupa hingga tingkat ini mengkhawatirkan para pembela hak asasi manusia.
“Di Tiongkok, pihak berwenang dengan kejam menganiaya praktisi Falun Gong karena pelanggaran kegiatan keagamaan yang mereka lakukan, di mana ribuan orang menghadapi penangkapan, pemenjaraan, dan bahkan kematian selama penahanan. Sayangnya, penganiayaan ini meluas hingga melampaui perbatasan Tiongkok juga,” Eric Ueland, Komisaris Komisi Amerika Serikat untuk Kebebasan Beragama Internasional, kepada The Epoch Times.
“Pemerintah Tiongkok sering melakukan penindasan transnasional untuk membungkam suara-suara yang kritis terhadap Partai Komunis Tiongkok dan melakukan penyalahgunaan kebebasan agama secara kasar. Tidak ada pemerintah yang boleh menyetujui tuntutan Tiongkok yang tidak liberal untuk menindas warganegaranya sendiri.”
Tindakan Serbia juga mengganggu Katrina Lantos Swett, Presiden Lantos Foundation untuk Hak Asasi Manusia dan Keadilan.
Serbia tampaknya bersedia “dengan jelas melakukan apa yang diminta Tiongkok” tanpa mempedulikan dampaknya terhadap warganegaranya, kata Katrina Lantos Swett kepada media mitra The Epoch Times, NTD.
“Praktisi Falun Gong adalah orang-orang yang taat hukum, yang sebenarnya merupakan berkah bagi komunitas di mana praktisi Falun Gong menjadi bagiannya,” kata Katrina Lantos Swett.
“Tetapi tidak ada keraguan mengenai fakta bahwa hal ini dilakukan, baik pada saat arahan Partai Komunis Tiongkok, atau yang bahkan lebih menjengkelkan jika hal ini terjadi, sebagai upaya Serbia untuk menunjukkan seberapa besar Serbia ingin menyenangkan Tiongkok, seberapa besar keinginan Serbia untuk menjilat rezim yang diktator dan represif ini.”
Serbia adalah negara komunis hingga tahun 1990-an ketika partai-partai komunis yang tersebar di Eropa Timur runtuh.
Di bawah komunisme, pihak berwenang menargetkan orang-orang yang mereka anggap mencurigakan dengan dalih “penahanan preventif.” Salah satu dari delapan tahanan itu, praktisi Falun Gong bernama Dejan Markovic, mengatakan bahwa penahanannya juga sama demikian.
Setelah menahan praktisi-praktisi Falun Gong untuk mengantisipasi kunjungan Xi Jinping, Dejan Markovic mengatakan Kepala Polisi Beograd memberitahunya bahwa Kepala Polisi Beograd mengetahui para praktisi Falun Gong adalah orang-orang baik.
“Saya tidak akan menanyai anda. Saya tidak perlu menanyai anda. Tetapi jaksa wilayah meminta kami menahan kalian selama 48 jam,” kata Kepala Polisi Beograd, demikian kata Dejan Markovic kepada The Epoch Times.
Pilihan Serbia untuk “berpihak pada penindasan Partai Komunis Tiongkok terhadap Falun Gong di luar negeri” adalah “mengerikan,” menurut juru bicara Pusat Informasi Falun Dafa, Zhang Erping.
“Sangat disayangkan Serbia, yang beberapa waktu lalu merupakan negara komunis, kini melakukan kesepakatan Faustian dengan Partai Komunis Tiongkok,” kata Zhang Erping kepada The Epoch Times.
“Sejarah tidak akan memandang baik mereka yang berkolaborasi dengan sebuah rezim yang telah membunuh sekitar 60 juta nyawa yang tidak berdosa selama bertahun-tahun, terutama mengingat kejahatan mengerikan berupa pengambilan organ secara paksa dari praktisi Falun Gong.”
Apa yang terjadi di Serbia menunjukkan bahwa kampanye pengaruh Tiongkok dalam upaya melawan para pembangkang adalah “jauh lebih luas dan jauh lebih berbahaya daripada dipercayai orang-orang,” kata Katrina Lantos Swett.
“Kita perlu menghentikannya,” kata Katrina Lantos Swett. “Tiongkok, dengan segala kekuatannya, juga sangat sensitif, mereka tidak suka dikritik. Dan mereka sangat sadar dan sensitif terhadap reputasi global mereka.”
Katrina Lantos Swett mengatakan tokoh-tokoh politik, influencer media sosial, dan pihak lain yang memiliki pengaruh budaya, dapat melakukan pekerjaan yang lebih baik dalam mengungkap masalah ini. Katrina Lantos Swett mengatakan jika ada yang layak diprotes, adalah rezim Tiongkok, “yang telah melakukan lebih banyak tindakan penganiayaan yang meluas dan penindasan yang lebih kejam terhadap lebih banyak orang dibandingkan yang dilakukan negara lain manapun.” (Viv)