Turkiye Mengikuti Jejak Eropa dan Amerika Serikat, Menaikkan Tarif Mobil Impor dari Tiongkok 40%

 oleh Li Ming

Baru-baru ini pemerintah Turkiye mengumumkan rencana untuk mengenakan tarif tambahan sebesar 40% terhadap mobil penumpang yang diimpor dari Tiongkok guna melindungi perusahaan mobil dalam negeri. Karena kebijakan ini diumumkan pemerintah hanya berselang 3 hari setelah menteri luar negeri Turkiye mengakhiri kunjungannya di Tiongkok, sehingga memicu berbagai analisis dan interprestasi dari dunia luar. Setelah diberlakukannya kebijakan ini, setiap mobil impor dari Tiongkok di Turkiye akan membayar tarif tidak kurang dari USD.7.000,-

Menurut pernyataan yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan Turkiye pada Sabtu (8 Juni), kebijakan tarif 40% yang semula diterapkan pada kendaraan listrik yang diimpor dari Tiongkok kini akan berlaku untuk semua jenis kendaraan penumpang yang diimpor dari Tiongkok (termasuk kendaraan jenis konvensional dan hibrida). Selain itu juga ditetapkan bahwa ambang tarif minimum untuk setiap mobil penumpang yang diimpor dari Tiongkok adalah USD.7.000,- .

Dengan kata lain, jika tarif mobil impor Tiongkok kurang dari USD.7.000,- berdasarkan pajak 40%, maka Bea Cukai Turkiye akan mengenakan tarif sebesar USD.7.000,-.

Peraturan tarif baru Turkiye ini akan berlaku secara resmi pada 7 Juli tahun ini.

Pernyataan tersebut juga dengan jelas menyebutkan bahwa penerapan kebijakan tarif baru adalah untuk meningkatkan pangsa pasar kendaraan produksi dalam negeri Turkiye, untuk mendorong investasi dan produksi perusahaan mobil dalam negeri, dan mengurangi defisit perdagangan pada transaksi berjalan yang terus membesar.

Sejak tahun 2023, Turkiye telah memberlakukan tarif sebesar 40% terhadap impor kendaraan listrik Tiongkok, selain juga merumuskan serangkaian peraturan baru mengenai pemeliharaan dan layanan purna jual kendaraan listrik. Belum lama ini, Cengiz Eroldu, Ketua Asosiasi Industri Otomotif Turkyei (OSD), mengatakan bahwa 78% mobil impor Turkiye dari Tiongkok saat ini adalah kendaraan dengan mesin pembakaran dalam, oleh karena itu mengenakan tarif terhadap kendaraan listrik saja tidak cukup.

Dalam beberapa tahun terakhir, defisit perdagangan Turkiye terus membengkak hingga mencapai jumlah USD.45,2 miliar pada akhir tahun lalu. Kini, untuk mengurangi defisit perdagangan, pemerintah Turkiye berkomitmen untuk meningkatkan kemampuan produksi dan ekspor perusahaan dalam negerinya.

Dunia luar telah memperhatikan bahwa sebelum diberlakukannya kebijakan tarif tersebut, Menteri Luar Negeri Turkiye Hakan Fidan baru saja menyelesaikan kunjungan 3 harinya ke Tiongkok pada Rabu (5 Juni). Selama kunjungannya ke Tiongkok, ia mengadakan pertemuan bilateral dengan Han Zheng, Wakil Ketua Tiongkok saat ini, dan Wang Yi, Menteri Luar Negeri.

Hanya 3 hari setelah Hakan Fidan mengakhiri kunjungannya ke Tiongkok, pemerintah Turkiye langsung mengumumkan kenaikan tarif atas mobil impor Tiongkok. Mengingat pemerintah AS telah menaikkan tarif impor kendaraan listrik Tiongkok menjadi 100% pada Mei tahun ini, dan Komisi Eropa juga berencana mengenakan tarif tinggi pada kendaraan listrik impor dari Tiongkok, pihak luar percaya bahwa langkah Turkiye yang mengikuti AS dan Eropa adalah langkah yang tepat. 

Sejak Oktober tahun lalu, Komisi Eropa telah meluncurkan penyelidikan anti-dumping terhadap kendaraan listrik impor Tiongkok. Rencananya, minggu depan akan ada keputusan mengenai jumlah pengenaan tarif sementara terhadap kendaraan listrik yang diimpor dari Tiongkok. Bulan lalu, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen secara terbuka menyatakan bahwa Eropa harus mencegah kendaraan listrik bersubsidi besar dari Tiongkok membanjiri pasar Eropa untuk melindungi industri Eropa.

Menanggapi tindakan Turkiye yang disebutkan di atas, akun publik di Tiongkok “luo sir zhí hua” menerbitkan sebuah artikel analisis pada hari Minggu yang menyebutkan bahwa Turkiye meluncurkan tarif mobil hanya tiga hari setelah kunjungan menteri luar negerinya ke Tiongkok, hal itu menunjukkan bahwa kedua belah pihak mungkin saja gagal mencapai tujuan yang diharapkan masing-masing pihak. Setelah Turkiye memberlakukan tarif tambahan terhadap perusahaan-perusahaan Tiongkok, hampir dapat dipastikan bahwa Uni Eropa juga akan memberlakukan tarif tambahan terhadap kendaraan listrik Tiongkok.

Disebutkan juga dalam artikel tersebut bahwa sejak Amerika Serikat mulai mengenakan tarif tinggi terhadap komoditas impor Tiongkok 6 tahun lalu (2018), gesekan perdagangan Tiongkok – AS menjadi semakin serius. Dengan latar belakang ini, pihak berwenang Tiongkok mulai “mengatur sirkulasi internal”. Namun setelah 6 tahun berlalu, “porsi pendapatan penduduk Tiongkok hanya 45% dari PDB, dan tingkat konsumsi penduduk hanya menyumbang sekitar 50%. Masih terdapat kesenjangan yang besar jika dibandingkan dengan 80% di Eropa dan Amerika Serikat”.

Sementara itu “sirkulasi internal” Tiongkok sampai saat ini tidak juga dapat terwujud. Ketika pasar real estat menurun, ekspor masih tetap menjadi pilar penting dalam pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Namun situasi eksternal yang dihadapi pemerintah Tiongkok saat ini jelas jauh lebih buruk dibandingkan tahun 2018, karena hambatan perdagangan dengan Eropa, Amerika Serikat dan negara lain semakin tinggi. Tampaknya pemerintah komunis Tiongkok saat ini sedang menghadapi risiko terisolasi dari globalisasi. (sin)