[Fitur Khusus] Mendobrak Mitos Klasik Hipotesa Evolusi (6) Sudut Pandang “Teori Evolusi” Bab II

2.2 Mata Yang Membuat Darwin Gemetar

Dalam sepucuk suratnya kepada “bapak botani Amerika” Asa Gray (1810-1888) ¹²¹ Darwin menuliskan: “Tentang kelemahan teori itu (On the Origin of Species) saya setuju. Hingga hari ini, mata itu membuat saya gemetar, tapi ketika saya teringat akan perbedaan kecil yang diketahui khalayak ramai itu, akal sehat saya mengatakan saya harus mengalahkan ketakutan itu.” (About weak points [of the Origin] I agree. The eye to this day gives me a cold shudder, but when I think of the fine known gradations, my reason tells me I ought to conquer the cold shudder.) ¹²²

Darwin mengakui, tingkat kerumitan pada mata telah membuatnya gemetar, dan mengakui mata adalah salah satu masalah sulit dalam teori evolusi. Dalam bukunya “On the Origin of Species” ia menulis: “Mata memiliki rancangan yang tak tertandingi yang dapat mengatur fokus, mengatur penerimaan cahaya serta penyimpangan optik dan kromatik. Saya akui, hipotesa yang beranggapan bahwa mata terbentuk dari proses seleksi alam, ini sepertinya sangat konyol dan tak masuk akal.” (Organs of extreme perfection and complication. To suppose that the eye, with all its inimitable contrivances for adjusting the focus to different distances, for admitting different amounts of light, and for the correction of spherical and chromatic aberration, could have been formed by natural selection, seems, I freely confess, absurd in the highest possible degree.) ¹²³

Hingga kini 160 tahun telah berlalu, apakah masalah pelik itu telah terselesaikan? Bukan hanya tidak dapat diselesaikan, tetapi seiring dengan semakin mendalamnya pemahaman manusia terhadap setiap lapisan sel, molekul, mikrostruktur, dan proses biokimia pada mata, masalah ini justru membuat orang semakin bingung. Memang Darwin berupaya mengatasi masalah pelik ini, demi membela teorinya sendiri, tapi mau tidak mau orang harus mengakui, tingkat kesulitan ini tak terbayangkan, tidak jauh berbeda dengan “menangguk bulan di dalam air”.

Mata adalah sebuah organ yang ajaib, memiliki struktur yang sangat rumit, serta setiap bagiannya memerankan fungsi yang sangat penting, membuat kita dapat merasakan dan menikmati dunia yang indah ini. Rumitnya (struktur) mata membuat orang tercengang, bahkan jauh lebih rumit daripada instrumen paling presisi ciptaan manusia.

Mata manusia ibarat sebuah kamera, bisa mengatur fokus, mengatur intensitas cahaya yang masuk serta mengoreksi penyimpangan optik dan kromatik. Dibandingkan dengan kamera, jangkauan penglihatan mata jauh lebih luas. Mata kita dapat beradaptasi dengan intensitas cahaya yang berbeda. Saat ini dengan toleransi lensa kamera yang paling canggih sekalipun (rentang jangkauan paling terang dan paling gelap yang dapat ditangkap oleh kamera), tidak mampu mencapai rentang jangkauan yang dapat dilihat oleh mata manusia. Tidak hanya bisa melihat bentuk tiga dimensi suatu benda, bidang penglihatan mata juga sangat luas, dengan gambar yang tidak terdistorsi, dan gerakan juga tidak terhenti. Mata dengan otak bekerja bersamaan, membuat kita melihat warna, mengenali gambar dan bentuk, melihat gambar dalam wujud tiga dimensi, juga membuat penglihatan kita dapat mengikuti benda atau bayangan yang bergerak tanpa membuatnya terlihat kabur atau buram.

Mata manusia juga diibaratkan sebuah komputer super yang mencengangkan, tidak hanya mampu memproses informasi, di saat yang sama, kecepatan dan cara kerjanya juga melampaui alat, komputer, atau kamera buatan manusia. 

Foto-1 : Mata yang ajaib memiliki struktur yang sangat halus. (inspiring.team/Shutterstock)

Retina adalah bagian penting pada mata, yang terbentuk dari 10 lapis struktur yang tersusun rapi¹²⁴. Dari lapisan terdalam sampai lapisan terluar adalah Internal Limiting Membrane, (Retinal) Nerve Fiber Layer, (Retinal) Ganglion Cell Layer, Inner Plexiform Layer, Inner Nuclear Layer (terutama terbentuk dari badan sel dari sel horizontal, sel amakrin, dan sel bipolar), Outer Plexiform Layer, Outer Nuclear Layer, sel Fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut), External Limiting Membrane, Photoreceptor Layer, dan Retinal Pigment Epithelium.

Kita singgung sejenak beberapa lapisan sel yang krusial berikut ini:

1. Retinal Pigment Epithelium kaya akan kandungan Melanin, dapat menyerap cahaya dan mencegah pantulan, sehingga bisa memastikan penglihatan yang jelas. Sel ini juga dapat mendukung struktur dan fungsi sel lapisan Fotoreseptor, melindungi retina dan membentuk darah sebagai tabir retina, mencegah benda berbahaya masuk ke retina.¹²⁵

2. Dua jenis sel Fotoreseptor¹²⁶, masing-masing adalah sel kerucut (sekitar 4,5 juta sel) dan sel batang (sekitar 91 juta sel). Sel kerucut membuat kita dapat melihat warna dan gambar dengan sangat jelas; tingkat sensitivitas cahaya pada sel batang lebih dari seribu kali lipat lebih tinggi daripada sel kerucut, membuat kita dapat melihat gambar di lingkungan yang remang-remang. Faktanya, dalam kondisi paling ideal, satu sel batang bahkan dapat mendeteksi keberadaan satu buah foton (partikel dasar atau elementer yang membentuk cahaya)!

Macula adalah bagian penglihatan yang paling jelas, memiliki paling banyak sel Fotoreseptor. Di dalam Macula terdapat sebuah cekungan dangkal, yang disebut Fovea, disana kepadatan sel kerucut meningkat hampir 200 kali lipat.

Timbulnya penglihatan mudah sekali dijelaskan, padahal sebenarnya membutuhkan adanya serangkaian reaksi elektrokimia antara retina, saraf optik, dan sel otak, untuk bisa terwujud. Reaksi berawal di retina pada lapisan Fotoreseptor, sel Fotoreseptor mempunyai semacam kemampuan unik, yang dapat mentransformasikan sinyal optik menjadi sinyal listrik. Berikutnya seperti efek domino, jatuh satu demi satu, bereaksi satu demi satu, hingga timbullah penglihatan.

Bagaimana sinyal optik ditransformasikan menjadi sinyal listrik?

Ketika cahaya menembus kornea mata, lensa mata (Kristalin), dan badan bening (Vitreous), lalu mencapai sel Fotoreseptor pada retina mata, dan terdeteksi oleh sel Fotoreseptor, saat itu sel Fotoreseptor seperti dibuka saklarnya, dan mulai bekerja. Dalam sel Fotoreseptor terdapat semacam molekul unik yang disebut Rhodopsin, yang terbentuk dari Retinal dan Opsin. Foton diserap oleh Rhodopsin, setelah memicu perubahan struktur, akan menyatu dengan sejenis protein yang disebut Transducin, lalu menyatu dengan fosfodiesterase (PDE), agar molekul sinyal penting dalam sel (Cyclic Guanosine Monophosphate, cGMP) dapat terurai sempurna, lalu permeabilitas saluran Natrium merosot, menyebabkan perubahan potensial sel, lalu menimbulkan sinyal listrik pada sel, kemudian dikirimkan ke sel bipolar. ¹²⁷

3. Sel bipolar bertugas menerima informasi dari sel Fotoreseptor, lalu mengirimkannya ke sel Ganglion. Dengan bantuan fungsi synapse sel Ganglion menghantarkan sinyal listrik ke otak, di dalam otak terdapat banyak mekanisme yang bekerja mengidentifikasi dan menginterpretasikan sinyal tersebut. Hanya dengan keberadaan semuanya dan bekerja dengan normal, manusia baru dapat melihat gambar dengan jelas.

4. Retina juga mencakup banyak sel pendukung, yang terpenting di antaranya adalah sel Müller. Terhubung dengan sel Fotoreseptor, membentuk lapisan yang padat, yang disebut External Limiting Membrane. Sel-sel itu membantu menyerap cahaya, lalu membentuk ekspansi terminal pada membran basal pada retina, yang disebut Internal Limiting Membrane. Selain itu, retina masih memiliki sel pendukung lain yang membantu agar mata bisa berfungsi secara normal.

Foto-2 : Struktur dan fungsi retina mata manusia yang ajaib. (Ferrara, M., et al. 2021. Eye, 35[7], 1818-1832. https://doi.org/10.1038/s41433-021-01437-w)

Perhatikan, setiap mata rantai pada keseluruhan proses itu tidaklah sederhana, dan merupakan struktur dan fungsi yang dirancang dengan seksama, setiap kombinasi dan operasi antara bagian protein tidak sederhana, ibarat instrumen presisi yang luar biasa kompleks, yang hanya bisa beroperasi bila setiap bagian menyatu. Kita tahu jam tangan Swiss yang presisi itu, ada yang cangkang mesinnya dibuat transparan, agar kita dapat melihat betapa presisinya cengkeraman antara roda gigi dan mekanismenya, meleset sedikit saja dapat membuat jam tangan tersebut tidak berfungsi. Struktur dan fungsi yang presisi antara jalur penglihatan kita, bahkan ribuan kali lipat lebih rumit daripada jam tangan presisi tersebut! Bahkan jam tangan pun membutuhkan rancangan presisi dengan teknik profesional, coba bayangkan, dibandingkan mata manusia yang jauh lebih rumit, mungkinkah hasil itu dari perubahan spontan? Jika bukan dirancang khusus, lalu bagaimana proses terjadinya?

Satu contoh lain, perangkap tikus baru dapat berfungsi bila setiap bagiannya dirakit. Setiap bagian yang membentuknya, mulai dari papan pondasi, per, batang penguat, busur, umpan, dan jika dilepas satu persatu tidak akan membentuk perangkap tikus, juga tidak bisa berfungsi sebagai perangkap tikus, setelah setiap bagian dirakit baru dapat menjadi perangkap tikus yang berguna. Mata juga berprinsip serupa, apa yang membuat setiap bagian pada mata dapat menyatu dan terhubung secara akurat, sehingga mata memiliki fungsi yang begitu luar biasa?

Pendukung hipotesa evolusi beranggapan peluang dapat mendorong evolusi, tapi apakah peluang dapat menyatukan semua bagian menjadi semacam instrumen yang begitu presisi pada saat yang tepat? Apalagi, asal mula struktur mata, seperti dari mana sel Fotoreseptor pada retina berasal, bagaimana proses evolusi struktur, fisiologi dan biokimia mata yang berefektivitas tinggi itu, tidak dapat mereka jelaskan secara masuk akal.

Teori evolusi mengatakan, mata melalui serangkaian perubahan spontan dalam waktu lama dan diwariskan pada keturunan selanjutnya, dan setiap kali terjadi perubahan membuat mahluk hidup lebih mampu bertahan hidup. Tapi spesies hewan yang begitu banyak hidup di padang rumput, di hutan, di udara yang lingkungan besarnya sama, kita tidak bisa melihat mengapa warna iris mata mereka berubah menjadi berwarna warni untuk bisa bertahan hidup? Lalu, mengapa lalat harus berevolusi menjadi mata majemuk? Apakah ada kaitannya dengan seleksi alam dan persaingan untuk bertahan hidup?

Referensi:

121. Petruzzello, Melissa. “Asa Gray: The Father of American Botany”. Encyclopedia Britannica, 9 Jan. 2017, https://www.britannica.com/story/asa-gray-the-father-of-american-botany. Accessed 30 June 2023.

122. Correspondence: The correspondence of Charles Darwin. Edited by Frederick Burkhardt et al. 29 vols to date. Cambridge: Cambridge University Press. 1985–.https://www.darwinproject.ac.uk/letter/DCP-LETT-2701.xml. Accessed on June 30, 2023.

123. Darwin, Charles. On the origin of species by means of natural selection, or, The preservation of favoured races in the struggle for life . London: J. Murray, 1859.

https://www.vliz.be/docs/Zeecijfers/Origin_of_Species.pdf;

http://darwin-online.org.uk/content/search-results?freetext=the%20eye%20with%20all%20its%20inimitable%20contrivances

124. Ferrara, M., Lugano, G., Sandinha, M. T., Kearns, V. R., Geraghty, B., & Steel, D. H. (2021). Biomechanical properties of retina and choroid: A comprehensive review of techniques and translational relevance. Eye, 35(7), 1818-1832.

https://doi.org/10.1038/s41433-021-01437-w

125. Yang, S., Zhou, J., & Li, D. (2021). Functions and Diseases of the Retinal Pigment Epithelium. Frontiers in Pharmacology, 12.

https://doi.org/10.3389/fphar.2021.727870

126. Purves D, Augustine GJ, Fitzpatrick D, et al., editors. Neuroscience. 2nd edition. Sunderland (MA): Sinauer Associates; 2001. Anatomical Distribution of Rods and Cones. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK10848/

127. Purves D, Augustine GJ, Fitzpatrick D, et al., editors. Neuroscience. 2nd edition. Sunderland (MA): Sinauer Associates; 2001. Phototransduction. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK10806/