Mengapa Presiden Ukraina Jarang Secara Terbuka Mengkritik Beijing?

Wang Youqun

Pada 2 Juni, saat menghadiri Forum Keamanan Shangri-La di Singapura, Presiden Ukraina Zelensky tumben mengkritik secara terbuka Partai Komunis Tiongkok.

Zelensky mengatakan, “Kami tidak mengharapkan dukungan militer dari Tiongkok….. … tetapi kami juga tidak mengharapkan PKT (Partai Komunis Tiongkok) memberikan dukungan pertahanan kepada Rusia.”; “Sayangnya, sebuah negara besar yang independen seperti Tiongkok telah menjadi alat di tangan Putin.”

Sejak pecahnya perang invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2022, Presiden Zelensky telah menghindari mengkritik Partai Komunis Tiongkok secara terbuka, dan berharap Tiongkok akan menggunakan hubungannya yang bersahabat dengan Rusia untuk melakukan tindakan yang bermanfaat dalam mencegah invasi Rusia ke Ukraina.

Namun, situasinya tidak sesuai harapan. Selama lebih dari dua tahun ini, rakyat Ukraina telah menderita dampak besar dari perang agresi Rusia, namun Tiongkok terus membantu Rusia. 

Pertama, Tiongkok merusak konferensi perdamaian Ukraina.

Atas permintaan pemerintah Ukraina, Swiss akan menjadi tuan rumah Konferensi Perdamaian Ukraina pertama pada 15-16 Juni. Menurut laporan dari Reuters, hingga 3 Juni, sekitar 107 dari 160 negara dan organisasi yang diundang telah mengkonfirmasi untuk berpartisipasi.

Konferensi ini akan berdasarkan pada Sepuluh Rencana Perdamaian yang diajukan oleh Zelensky, dengan tiga tema kunci yang diprioritaskan: Keamanan pangan, keamanan nuklir, dan pembebasan semua tahanan serta pengungsi. Sepuluh Rencana Perdamaian juga mencakup pemulihan integritas teritorial Ukraina, penarikan mundur total pasukan Rusia dari Ukraina, dan lain-lain.

Pada 31 Mei, Partai Komunis Tiongkok mengumumkan bahwa mereka tidak akan menghadiri Konferensi Perdamaian Ukraina.

Presiden Ukraina Zelensky mengkritik di Singapura, dengan mengatakan bahwa diplomat Tiongkok sedang membantu Rusia untuk mengganggu konferensi perdamaian Ukraina dengan memberikan tekanan kepada pemimpin negara lain untuk tidak berpartisipasi. “Ini bukan hanya dukungan untuk Rusia, ini pada dasarnya adalah dukungan untuk perang.”

Kedua, Partai Komunis Tiongkok terus menyuntikkan darah kepada mesin perang Rusia.

Pada 29 Mei, Wakil Menteri Luar Negeri Amerika, Campbell, menyatakan kepada media selama kunjungannya di Brussels, “Bantuan RRT kepada Rusia yang kita lihat bukanlah kejadian sekali pakai,”; “Ini adalah upaya berkelanjutan dan komprehensif yang didukung oleh kepemimpinan Tiongkok, dengan tujuan memberikan dukungan di belakang layar kepada Rusia untuk membangun kembali kekuatan militer, termasuk kemampuan rudal jarak jauh, drone, kemampuan pelacakan medan perang parsial, dan artileri jarak jauh.”

Sejak pecahnya perang Rusia-Ukraina, volume perdagangan antara RRT dan Rusia telah meningkat dengan pesat. Pada tahun 2022, volume perdagangan antara RRT dan Rusia meningkat sebesar 29,3%, mencapai rekor tertinggi sebesar 190,2 miliar dolar AS. Pada tahun 2023, volume perdagangan antara RRT dan Rusia mencapai 240,1 miliar dolar AS, mendahului dan melampaui target yang sebelumnya ditetapkan oleh pemimpin kedua negara.

Ketiga, Tiongkok tidak mengutuk pendudukan oleh Rusia atas wilayah Empat Daerah Timur Ukraine.

Meskipun PKT sering kali mengklaim menghormati kedaulatan, integritas teritorial, dan keamanan setiap negara, namun hingga saat ini, RRT belum sekali pun mengeluarkan pernyataan kecaman terhadap intervensi militer Rusia yang memasuki empat wilayah di timur Ukraina — Lugansk, Donetsk, Zaporizhzhia, dan Kherson.

Keempat provinsi yang dianeksasi oleh Rusia mencakup 15% dari wilayah Ukraina, yang merupakan aneksasi wilayah terbesar di Eropa sejak Perang Dunia II, melebihi aneksasi Krimea oleh Rusia pada tahun 2014. Saat ini, aneksasi wilayah oleh Rusia telah menghubungkan daratan Rusia dengan Krimea lewat darat.

Keempat, Tiongkok belum pernah mengutuk invasi Rusia ke Ukraina. 

Setelah pecah perang invasi Rusia ke Ukraina, sebagian besar negara di dunia, termasuk PBB, berdiri di pihak Ukraina, dan mengutuk invasi Rusia. Namun, RRT belum pernah mengutuk invasi Rusia ke Ukraina.

Kelima, Tiongkok lupa telah berutang budi terhadap Ukraina. 

Pada era Uni Soviet, Ukraina merupakan basis industri pertahanan dan riset militer penting, dengan banyak perusahaan dan lembaga riset penerbangan dan antariksa yang berkualitas tinggi.

Setelah runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, Ukraina menahan tekanan dari AS dan Rusia dan menjual banyak peralatan militer, teknologi, dan produk siap pakai penting yang diwarisi dari Uni Soviet kepada Tiongkok, yang menyebabkan percepatan pesat kekuatan pertahanan Tiongkok.

Namun, ketika Ukraina diserang oleh Rusia, RRT tidak hanya tidak memberikan dukungan kepada Ukraina, tetapi juga secara terbuka, berkelanjutan, dan dalam jumlah besar menyuplai pasokan kepada mesin perang Rusia.

Keenam, Tiongkok mengkhianati janji jaminan keamanan kepada Ukraina.

Ketika Uni Soviet bubar, Ukraina memiliki “arsenal senjata nuklir terbesar ketiga di dunia”, setelah Amerika Serikat dan Rusia. Namun, di bawah tekanan dari Amerika Serikat, Rusia, dan lainnya, Ukraina memilih untuk menyerahkan senjata nuklirnya dan menjadi negara non-nuklir.

Pada Desember 2013, Partai Komunis Tiongkok dan Ukraina merilis pernyataan bersama di mana PKT berjanji untuk memberikan jaminan keamanan nuklir kepada Ukraina. Pernyataan tersebut menyatakan bahwa PKT berkomitmen untuk tidak menggunakan atau mengancam menggunakan senjata nuklir terhadap Ukraina, sebuah negara tanpa senjata nuklir, sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 984 dan pernyataan Pemerintah RRT pada 4 Desember 1994 tentang memberikan jaminan keamanan kepada Ukraina dalam hal Ukraina diserang atau diancam oleh senjata nuklir.

Sejak pecahnya perang antara Rusia dan Ukraina, Rusia telah beberapa kali mengeluarkan ancaman nuklir. 

Mengenai ancaman nuklir dari Rusia, hingga saat ini, RRT belum pernah sekalipun mengeluarkan pernyataan menentangnya!

Kesimpulan:

Secara historis, Rusia adalah negara yang paling banyak mencaplok wilayah Tiongkok, sementara Ukraina tidak pernah mencaplok satu jengkal pun wilayah Tiongkok; Ukraina pernah memberikan bantuan besar bagi perkembangan industri pertahanan Tiongkok, sementara Rusia selalu menghadang Tiongkok di bidang kunci teknologi pertahanan.

Namun, sejak pecahnya perang antara Rusia dan Ukraina, RRT telah berjalan di jalur yang berlawanan dengan sebagian besar anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan nyaris berdiri di sisi penyerang. Mereka acuh tak acuh terhadap penderitaan besar perempuan, anak-anak, dan lansia Ukraina yang terjebak dalam konflik, dan seolah tidak melihat kerusakan  yang menimpa infrastruktur dasar Ukraina seperti tempat tinggal, rumah sakit, sekolah, dan pasokan listrik.

Baik secara moral maupun material, sikap bertolak belakang RRT terhadap Ukraina dan Rusia telah membuat pemerintah, militer, dan warga Ukraina merasa kecewa. Presiden Ukraina Zelensky telah menunggu selama lebih dari dua tahun tanpa mendengar sepatah kata pun dari RRT yang memberikan bantuan konkret kepada rakyat Ukraina. Sampai saat ini, Zelensky telah melihat tembus sandiwara buruk RRT dan tidak lagi memiliki harapan terhadap PKT, itulah sebabnya ia dengan lantang mengungkapkan isi hatinya tersebut di Singapura. (yud)