Peringatan 25 Tahun Penganiayaan Terhadap Falun Gong  : Komisioner Komnas HAM RI Anis Hidayah Bicara Tentang Konvensi Anti Penyiksaan PBB

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia RI (Komnas HAM) Anis Hidayah angkat bicara soal penindasan selama 25 tahun yang dialami oleh praktisi Falun Gong di Tiongkok. Ia  berbicara mengenai United Nations Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (dikenal CAT) atau Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia PBB.

Sebagaimana diketahui, Indonesia dalam hal ini telah meratifikasinya melalui UU No. 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia.

Pada 20 Juli 1999, mantan Sekjen Partai Komunis Tiongkok, Jiang Zemin meluncurkan penindasan brutal terhadap praktisi Falun Gong. Sekarang, dalam peringatan 20 Juli 2024, tokoh-tokoh dan pejabat di luar negeri mengutuk tirani Partai Komunis Tiongkok dan menuntut penghentian segera dari penganiayaan yang telah berlangsung selama 25 tahun ini.

BACA JUGA : Peringatan 25 Tahun Anti Penganiayaan dan Penindasan Terhadap Falun Gong  Secara Global : Seruan Anggota Kongres AS Greg Stanton dan Legislator Taiwan Huang Shan-shan

Falun Gong, atau Falun Dafa, adalah latihan spiritual yang berakar pada nilai-nilai tradisional yang menekankan pada mengolah jiwa dan raga serta latihan lembut dan meditasi, menurut situs web latihan tersebut. Latihan ini menekankan pada kepatuhan terhadap prinsip-prinsip Sejati, Baik, dan Sabar, serta mendorong para peserta untuk melepaskan kebiasaan (atau kemelekatan) yang tidak sehat, seperti menginginkan ketenaran, kesombongan, dan mengabaikan kesejahteraan orang lain.

BACA JUGA : Lebih dari 20 Organisasi Mengirimkan Surat Bersama yang Menyerukan kepada PM Australia untuk Menghentikan Penganiayaan Terhadap Falun Gong di Tiongkok

BACA JUGA : Praktisi Falun Gong Mencari Bantuan Masyarakat Internasional untuk Menyelamatkan Wanita yang Diculik di Tiongkok karena Keyakinannya

BACA JUGA : Penyintas yang Selamat dari Pengambilan Organ Secara Paksa Partai Komunis Tiongkok Berbicara di Washington,  Menceritakan Langsung Pengalamannya

Latihan ini diperkenalkan kepada publik pada tahun 1992 oleh Master Li Hongzhi di Changchun, di Provinsi Jilin, Tiongkok timur laut. Dalam waktu enam tahun, sumber-sumber pemerintah Tiongkok melaporkan bahwa 70 juta hingga 100 juta orang berlatih. Saat ini, jutaan orang terus berlatih Falun Gong di lebih dari 100 negara, termasuk di Tiongkok, di mana rezim komunis yang berkuasa secara brutal menganiaya para pengikutnya karena keyakinan mereka.

Berikut  Anis Hidayah, Komisioner Komnas HAM RI :

Penganiayaan terhadap praktisi Falun Gong di China (Tiongkok) yang dilakukan oleh rejim Partai Komunis Tiongkok (PKT) sudah berjalan 25 tahun, bagaimana Anda melihat kasus ini?

Anis Hidayah : Secara umum yang saya baca, PBB sejak tahun 1986 sudah mengeluarkan konvensi anti penyiksaan dan bentuk-bentuk perbuatan yang merendahkan martabat manusia, itu diminta dihapuskan. Konvensi Anti Penyiksaan (CAT). Di banyak negara, meratifikasi konvensi itu sebagai bentuk komitmen agar tindakan-tindakan penyiksaan dan perlakuan jenis-jenis perlakuan yang merendahkan martabat manusia itu tidak dilakukan dan diberi ruang. Indonesia sendiri sudah meratifikasi (konvensi) itu sejak tahun 1998, dan China setahu saya sudah meratifikasi setelah 2 tahun pasca konvensi itu diadopsi oleh PBB. Artinya sebenarnya berbasis pada ratifikasi konvensi yg sudah dilakukan pemerintah China terkait dengan konvensi antipenyiksaan, semestinya tindakan-tindakan penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan martabat manusia itu sudah tidak perlu terjadi lagi. Tapi karena itu otoritas di sana, mungkin para pihak yang memiliki kewenangan di sana untuk menyampaikan itu kepada pemerintahnya, bagaimana menghentikan segala bentuk penyiksaan, kekerasan dan lain-lain, karena itu melanggar hak asasi manusia.”

Belakangan tekanan dari dunia internasional terhadap isu penganiayaan yang dialami Falun Gong di China kelihatannya semakin melemah, apa yang bisa dilakukan komunitas internasional, khususnya PBB agar kasus ini menjadi perhatian?

Anis Hidayah : PBB tentu mengadopsi konvensi Anti Penyiksaan sebagai bentuk dari pentingnya bagaimana peran PBB untuk memastikan segala bentuk penyiksaan dimanapun di belahan bumi manapun, itu tidak perlu terjadi karena itu melanggar hak asasi manusia dan merendahkan martabat manusia, sehingga semua pihak mesti menghormati hak asasi sesuai dengan Declaration Universal yang merupakan prinsip umum HAM yang berlaku secara universal dimanapun. PBB kan punya mekanisme, baik itu melalui sidang Dewan HAM PBB maupun UN Human Right sidang-sidang badan PBB sehingga itu dapat digunakan untuk  kita mereview bagaimana itu negara-negara dalam mengimplementasikan hak asasi manusia. Termasuk juga dalam beberapa tahun terakhir, PBB punya mekanisme baru dalam  menguji HAM yaitu Universal Periodic Review (UPR), di mana PBB mereview komitmen negara-negara dalam menjalankan hak asasi manusia di banyak negara. Jadi saya kira itu mekanisme yang bisa digunakan untuk melihat kasus-kasus yang itu merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Jadi direview dan diberikan rekomendasi.

Lantas, apa yang bisa dilakukan oleh pemerintah Indonesia termasuk Komnas HAM untuk menghentikan penganiayaan terhadap praktisi Falun Gong di China?

Anis Hidayah : Saya tidak mempunyai kajian yang memadai terkait situasi hak asasi yang terjadi di China, mekanismenya seperti apa. Kami juga tidak punya kewenangan untuk mendorong bagaimana pemerintah Tiongkok melakukan upaya-upaya ditingkat internal pemerintah mereka, (namun) saya kira bisa menggunakan mekanisme-mekanism HAM yang tersedia untuk melakukan evaluasi dan semacamnya terkait peristiwa (penganiayaan) tersebut. (fajar/asr)