Gedung Perpustakaan Shenzhen, Tiongkok Menjadi “Tempat Berlindung” Bagi Para Pengangguran yang Berpura-Pura Masih Kerja

oleh Luo Tingting

Gedung Perpustakaan Shenzhen selalu penuh sesak oleh orang pada jam-jam kerja. Tempat itu menjadi “tempat berlindung” bagi para pengangguran yang berpura-pura masih kerja. 

Rekaman video yang diposting online menunjukkan bahwa dalam Gedung Perpustakaan Shenzhen di Hongshan, Distrik Longhua, penuh sesak setiap hari terutama pada jam-jam kerja. Selain anak muda, banyak juga orang paruh baya yang memenuhi ruang dalam gedung. Banyak dari mereka yang membawa serta laptop untuk mengirimkan resume, ada yang menonton video atau bermain game untuk menghabiskan waktu, bahkan ada pula yang berbaring di atas meja.

Sejumlah netizen Shenzhen mengatakan bahwa setelah kehilangan pekerjaan, para pengangguran ini pergi ke perpustakaan pada siang hari dan berpura-pura masih bekerja, hanya supaya tidak membuat keluarga khawatir.

Menurut data yang dirilis oleh Biro Sumber Daya Manusia dan Jaminan Sosial Kota Shenzhen, bahwa jumlah pengangguran baru di Shenzhen yang terdaftar pada kuartal pertama tahun ini meningkat sebesar 40,1% atau naik 1,50 kali dibandingkan dengan jumlah yang tercatat pada bulan yang sama tahun sebelumnya. Padahal jumlah pengangguran baru yang terdaftar ini tidak termasuk pengangguran yang terdaftar sebelumnya.

Pada awal tahun lalu, sejumlah besar rekaman video yang sempat dipostingkan di media sosial Tiongkok menunjukkan, bahwa perpustakaan umum di Beijing, Guangzhou, Shenzhen dan kota-kota besar lain telah menjadi “tempat berlindung” bagi para pengangguran. Karena di sana tersedia AC gratis, air panas, dan stopkontak charger, yang memberikan kenyamanan bagi para pengangguran yang berpura-pura masih kerja.

Ada netizen yang mengatakan : “Saya keluar dari rumah jam 9 pagi menuju warnet untuk ‘mendekam’ di sana dan menghabiskan RMB.7,- untuk membayar penggunaan jaringan Internet mereka selama kurang lebih 3 jam. Setelah itu saya pergi ke gedung perpustakaan atau gedung bioskop untuk menonton film seharga RMB.15,- dan pulang ke rumah setelah jam 5 sore. Saya sudah melakukan hal itu selama 2 bulan”.

Netizen dengan nama “Ma dao chenggong — kai ge” pernah memposting video di Douyin yang menggambarkan bahwa “indeks perpustakaan” dapat dijadikan sebagai penunjuk arah bagi tingkat pengangguran di Tiongkok.

“Pada jam 8 pagi, pemandangan di depan pintu masuk perpustakaan di kota-kota seluruh tanah air akan memberikan kita data langsung. Berapa panjang antrian orang di depan pintu masuk perpustakaan di pagi hari ? Kira-kira setengah jam kemudian, kita masuk untuk melihat apakah masih ada tempat lowong di dalam perpustakaan. Dari sana kita dapat mengetahui sejauh mana tingkat pengangguran kaum muda, lebih buruk atau sedang membaik”.

Ada netizen yang secara blak-blakan mengatakan bahwa orang-orang paruh baya yang menganggur lebih memilih pergi ke perpustakaan daripada ke Starbucks, hal ini menunjukkan bahwa perekonomian Tiongkok semakin terpuruk.

“Ketika Starbucks masih dipenuhi oleh orang-orang paruh baya yang menganggur, setidaknya itu dapat diartikan bahwa mereka masih memiliki uang simpanan yang masih dapat dibelikan secangkir kopi. Namun ketika perpustakaan umum dipenuhi oleh orang-orang paruh baya yang menganggur, itu berarti masalah semakin membesar, situasi semakin parah.” (sin)